Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Kalender Jawa dan Pengaruh Alam Terhadap Manusia

Oleh: Izzulfikri M. Ansorullah
Dasar pembuatan Kalender
              Kalender atau Penanggalan adalah suatu cara yang disepakati untuk menandai unsur rentang waktu. Perhitungannya dapat berdasarkan pada gerakan matahari (kalender solar) dan gerakan bulan (kalender lunar). Ada juga kalender yang tidak berdasarkan gerakan benda langit dan hanya berupa penghitungan matematis seperti Kalender Pawukon. Patokan kalender adalah hari, bulan dan tahun.
                 Hari dihitung berdasarkan waktu putaran bumi pada porosnya dengan rentang waktu 24 jam. Bulan dihitung berdasarkan revolusi (putaran) bulan mengelilingi bumi dengan rentang waktu 1 bulan.        Tahun dihitung berdasarkan revolusi (putaran) bumi mengelilingi matahari dengan rentang waktu 1 tahun. Kalender solar mempunyai rentang waktu 365.242819 hari untuk setiap putaran, yang dibulatkan menjadi 365 ¼ hari, sehingga dalam 1 tahun ada 365 hari dan setiap empat tahun ada tahun kabisat yang berumur 366 hari. Kalender lunar mempunyai rentang waktu 354.36707 hari yang dibulatkan dalam Kalender Jawa menjadi 354 3/8, sehingga 1 tahun Jawa ada 354 hari dan dalam 8 tahunan (windu) ada 3 tahun kabisat yang berumur 355 hari. Dalam perkiraan Kalender Hijriah 1 tahun dibulatkan menjadi 354 11/30 yang artinya dalam 30 tahun terdapat 11 tahun kabisat yang berumur 355 hari. Kalender Gregorian (Kalender Tahun Masehi yang dipakai secara internasional) dan Kalender Jawa dihitung berdasarkan matematis, sedangkan Kalender Hijriyah dan Kalender China menggunakan cara astronomis dengan melihat posisi bulan.

                 Kalender Jawa adalah sebuah kalender yang istimewa karena merupakan perpaduan antara budaya Islam, budaya Hindu-Buddha Jawa dan bahkan juga sedikit budaya Barat. Dalam sistem kalender Jawa, siklus hari yang dipakai ada dua: siklus mingguan yang terdiri dari 7 hari seperti yang kita kenal sekarang, dan siklus pasar yang terdiri dari 5 hari pasaran. Menurut Wikipedia, pada tahun 1625 Masehi, Sultan Agung Mataram mengeluarkan dekrit untuk mengubah penanggalan Saka. Sejak saat itu kalender Jawa versi Mataram menggunakan sistem kalender lunar, namun tidak menggunakan angka dari tahun Hijriyah (saat itu tahun 1035 H). Angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan demi asas kesinambungan. Sehingga tahun saat itu 1547 Saka, diteruskan menjadi tahun 1547 Jawa.
               Pada tahun 1855 Masehi, karena penanggalan lunar dianggap tidak memadai sebagai patokan para petani yang bercocok tanam, maka kalender berdasarkan rasi bintang yang berpengaruh pada musim tanam yang disebut sebagai Pranata Mangsa, dikodifikasikan oleh Sri Paduka Mangkunegara IV dan digunakan secara resmi. Contohnya adalah rasi bintang Waluku (Orion) sebagai tanda musim tanam. Sebenarnya Pranata Mangsa ini adalah pembagian bulan yang asli Jawa dan sudah digunakan pada jaman pra-Sultan Agung. Oleh Sri Paduka Mangkunagara IV tanggalnya disesuaikan dengan penanggalan tarikh kalender Gregorian yang juga merupakan kalender solar.

Pengaruh bulan dan matahari terhadap manusia
                    Para nenek moyang mempercayai, bahwa tidak ada hari-hari penting seperti kelahiran, perkawinan dan kematian secara kebetulan. Hukum sebab-akibat akan mempengaruhi, yang diujudkan dalam posisi benda-benda langit terhadap suatu kejadian. Setiap kejadian pasti sedikit banyak dipengaruhi oleh pengaruh bulan, pengaruh matahari dan pengaruh alam lainnya. Kombinasi dari pengaruh matahari (ada 7 hari mulai Senin hingga Minggu) dan pengaruh bulan (ada 5 hari pasar, Legi, Paing, Pon Wage, Kliwon), diamati dalam jangka waktu lama. Ada 35 kombinasi, dan waktu 35 hari dimana hari dan hari pasar berulang disebut ”satu lapan”.
               Dari intuisi para nenek moyang tersebut muncullah ramalan tentang potensi sifat seseorang berdasar hari kelahiran atau ”weton”. Orang yang lahir hari Minggu Wage akan mempunyai potensi tabiat dasar yang dipengaruhi oleh posisi matahari pada hari Minggu dan posisi bulan pada hari pasaran Wage. Waktu jam kelahiran juga berpengaruh, seperti Presiden Pertama RI yang bangga disebut sebagai Putera Sang Fajar karena lahir pada waktu matahari akan terbit.     Disebutkan juga dalam dongeng-dongeng lama bahwa hujan, guntur dan kejadian alam lain juga mempengaruhi kelahiran. Untuk menghormati hari kelahiran, Orang Jawa biasa berpuasa apit weton yaitu puasa satu hari sebelum, pada, dan sesudah weton. Pada saat hari weton suami atau weton istri diusahakan tidak berhubungan badan. Ada yang berpendapat bahwa masa bayi di dalam kandungan adalah 280 hari, atau 9 bulan 10 hari, sama dengan 8 ”lapan” (8×35 hari). Apabila sel telur berhasil dibuahi benih pada hari weton, maka anak yang lahir akan sama weton dengan orang tuanya, yang menurut pengamatan biasanya menjadi kurang akur pada saat dewasa.Sebagian yang lain berpendapat agar tidak berhubungan badan pada hari weton untuk menghormati diri kita sendiri.
                Kebersihan dan penempatan ari-ari atau placenta bayi juga berpengaruh, sehingga ari-ari selalu dicuci sampai bersih. Ada bayi yang ari-arinya dipersembahkan kepada hewan-hewan air di Kali atau Bengawan yang merupakan penghormatan kepada Penguasa Unsur Air, ada juga yang dipersembahkan kepada hewan-hewan dalam tanah dengan jalan dipendam di halaman rumah yang merupakan persembahan kepada Penguasa Unsur Bumi. Diatas tempat memendam dinyalakan ”teplok”(lampu minyak tanah) yang selalu dijaga dan menyala selama ”selapan” agar tidak ada hewan luar yang mengganggu dan merupakan persembahan kepada Penguasa Unsur Api. Apapun semuanya dipersembahkan kepada Yang Maha Kuasa. Agar anak yang lahir akur dengan saudaranya, maka ari-arinya ditaruh dalam kendil (tembikar dari tanah liat) yang sama, dengan cara ari-ari anak pertama ditaruh dalam kendil dan dipendam dalam tanah.
                 Setelah diperkirakan unsur-unsurnya sudah terurai maka kendilnya diambil, dibersihkan, dan disimpan untuk dipakai anak yang lahir selanjutnya. Potongan ari-ari dari Pusar Bayi juga disimpan sebagai obat kalau Si Bayi menderita sakit. Ari-ari dipahami sebagai sel induk, sel asal sang bayi yang akhirnya berkembang menjadi tubuh dengan organ lengkap. Pada waktu pembuatan anak yang diistilahkan dengan mengukir, sering dipasang gambar tokoh yang diidolakan orang tua, misalnya Gambar Bung Karno. Mereka yakin gambar tersebut akan mempengaruhi sifat anak yang sedang diukir. Vibrasi pikiran kedua orang tua kepada Sang Idola dapat mempengaruhi telur dan sperma yang akan bertemu.
               Bumi terdiri dari 70% air demikian pula tubuh manusia juga mengandung 70% air. Masuk diakal kalau bumi dipengaruhi oleh posisi benda-benda langit, demikian pula manusia. Saat ini akibat ulah manusia, terjadi pemanasan global yang mengakibatkan bumi mencari keseimbangan, sehingga terjadi perubahan iklim. Demikian pula tindakan tidak selaras manusia dengan alam akan mengakibatkan perubahan keseimbangan dalam diri manusia. Terima kasih Guruji yang dengan penuh kasih menyelaraskan kita semua dengan alam.

Sumber: Triwidodo.wordpress.com
You have read this article Primbon with the title Kalender Jawa dan Pengaruh Alam Terhadap Manusia. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/10/kalender-jawa-dan-pengaruh-alam.html. Thanks!

No comment for "Kalender Jawa dan Pengaruh Alam Terhadap Manusia"

Post a Comment