Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Thibbun Nabawi Yang Disalah-tafsiri Untuk Menolak Medis

Oleh: K Ng H Agus Sunyoto
Sudah lima hari  ini Sukirin tidak bisa bangun karena sakit kepala hebat. Waktu dibawa ke Klinik Terkun, Mbah Haji Dana Husada terkejut karena saat  mengukur tensi darah Sukirin, ternyata tekanan darah Sukirin mencapai 200 sistole dan 110 diastole. “Lha kok gak dibawa ke dokter sudah begini tinggi tekanannya,” kata Mbah Haji Dana Husada.
         “Sudah diobati sama ustadz  Salaf al-Sempruli, Mbah Haji,” kata Sukirin memegangi kepalanya.
         “Terus dikasi obat apa?” Tanya Mbah Haji Dana Husada.
         “Disuruh minum habbatussaudah dan madu, Mbah Haji,” sahut Sukirin menahan pening.
         “Ada perubahan setelah itu?”
         “Belum ada, Mbah Haji,” kata Sukirin mengkertak gigi,”Kemarin malah sudah diruqyat tapi hasilnya malah tidak bisa berdiri. Puyeng.”
         “Oo begitu,” kata Mbah Haji Dana Husada,”Setelah tahu sampeyan malah tidak bisa berdiri, bagaimana reaksi ustadz Salaf al-Sempruli?”
         “Katanya saya diganggu jin anak buahnya Nyi Roro Kidul,” kata Sukirin.
         Mbah Haji Dana Husada ketawa terbahak-bahak sambil berkata,”Nanti kalau sampeyan stroke dibilang harus dibawa ke Baghdad ke rumah Aladdin minta supaya jin di dalam tubuh sampeyan dikeluarkan dan disimpan dalam botol.”
    “Tapi Mbah Haji, kalau saya tidak ikuti petunjuk ustadz Salaf al-Sempruli, saya dibilang kafir tidak percaya dengan pengobatan yang diajarkan Nabi Muhammad Saw,” kata Sukirin memelas.
    Mbah Haji yang sudah bolak-balik menangani kasus penduduk korban Thibbun Nabawi yang difahami secara naïf dan membuta tanpa pengetahuan tentang ilmu pengobatan. Dengan berpegang pada hadits-hadits Nabi Saw yang ditafsirkan sesuai pemahaman orang yang tidak memiliki pengetahuan medis, diagnose untuk semua pasien dibikin rata-rata: Habbatus saudah, madu, bekam, ruqyat. Walhasil, penderita jantung koroner, maag, gonorrhoe, sinusitis, wasir, diabetes, TBC, usus buntu, asma, asam urat, campak, diare, obatnya sama. Kalau pasien tidak sembuh dan malah parah sakitnya, terapinya: ruqyat. Hasilnya, selalu ada kambing hitam yang disebut jin sebagai penyebab sakit. 
    Yang paling membodohkan dari model penyembuhan ala ustadz Salaf al-Sempruli yang mengkategori obat herbal sebagai obat yang direkomendasi Nabi Muhammad Saw dan obat kimia sebagai obat setan karena dibuat orang kafir. Pandangan doktriner yang membodohkan ini telah menutup akses akal manusia untuk berikhtiar mengembangkan ilmu pengetahuan, karena masalahnya bukan fakta terkait obat dan pengobatan untuk menyembuhkan orang sakit tetapi pada dalil-dalil berdasar tafsiran sepihak yang belum tentu benar. Menempatkan obat-obat kimia sebagai obat kafir dan kemudian mengalihkan isu penyakit yang tak tersembuhkan kepada jin, adalah pembodohan sistematis yang tidak pantas dilakukan di negeri berpenduduk bangsa cerdas dan berbudaya tinggi sejak zaman kuno itu.
    Tuhan membuat sakit sekaligus menyediakan obat penyembuh. Itu kira-kira dasar pemikiran orang beriman untuk berikhtiar untuk mencari kesembuhan manakala menderita sakit. Dan dari ikhtiar itu, manusia memiliki pengetahuan tentang ilmu mengobati yang diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi. Demikianlah, ilmu pengobatan bangsa Cina sejak zaman kuno sudah mengenal ramuan herbal khas Cina, akupuntur, pijat, refleksi. Tuhan memberikan obat bagi bangsa Cina dengan bahan-bahan herbal, hewani, kimiawi yang tersedia di alam negeri Cina. Pengobatan bangsa India yang menggunakan petunjuk kitab suci Ayurweda, juga memuat berbagai bahan herbal dan hewani serta kimiawi yang sudah tersedia di bumi India. Penduduk Nusantara juga memiliki tradisi pengembangan ilmu pengobatan sejak zaman kuno dengan bahan-bahan yang sudah tersedia di bumi Nusantara, yang jumlah variannya sangat banyak karena bumi Nusantara yang diliputi hutan tropis menyimpan kekayaan alam luar biasa, termasuk bahan-bahan obat yang tidak terdapat di negeri lain. Sungguh bodoh jika ilmu pengobatan yang sudah berkembang berabad-abad itu harus dibuang dengan alasan obat kafir  untuk digantikan ‘ilmu pengobatan’ yang diberi label Thibbun Nabawi yang Islami yang ternyata hanya berisi resep obat habbatussaudah, madu, bekam, dan ruqyah.
    Penduduk muslim Nusantara yang mewarisi ilmu pengobatan dari para penyebar Islam yang disebut Wali Songo, mewarisi ilmu pengobatan hasil formulasi antara Thibbun Nabawi dengan ilmu pengobatan kuno yang terpengaruh Ayurweda. Itu sebabnya, para dukun sudah tahu bahwa untuk menurunkan tekanan darah cukup menggunakan akar pule pandak yang direbus di kendil dan diminum air rebusannya. Ketika ilmu apoteker Barat datang, obat penurun tekanan darah yang digunakan adalah obat-obat kimia sintetis yang bahan dasarnya adalah akar pule pandak. Demikianlah, Sukirin diberi resep untuk meminum air rebusan akar pule pandak di mana setelah di minum langsung menimbulkan efek tidur dan setelah bangun tekanan darah sudah turun secara signifikan.

You have read this article Primbon with the title Thibbun Nabawi Yang Disalah-tafsiri Untuk Menolak Medis. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/10/thibbun-nabawi-yang-disalah-tafsiri.html. Thanks!

No comment for "Thibbun Nabawi Yang Disalah-tafsiri Untuk Menolak Medis"

Post a Comment