Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Syekh Ahmad Arsyad Al-Banjari - Pemberantas Sufi Mulhid

   Oleh: Erandhi Hutomo
              Syekh Ahmad Arsyad Banjari dilahirkan di Desa Lok Gabang, Martapura, Kabupaten Banjar, Propinsi Kalimantan Selatan 15 Safar 1122 H / 17 Maret 1710 M. Wafat pada tanggal 6 Syawal 1227 H/ 13 oktober 1812 M di desa Dalam Pagar. Muhammad Arsyad Banjari nama lengkapnya Muhammad Arsyad bin Abdullah. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Abdullah dan Aminah. Sejak kecil Muhammad Arsyad Al-Banjari kelihatan cerdas serta mempunyai akhlak yang baik. Kehebatannya sejak kecil ialah dalam bidang seni lukis dan seni tulis, sehingga siapa saja yang melihat karyanya akan merasa kagum dan terpukau. Anak sulung dari lima bersaudara ini memulakan pendidikan asas dengan ayahanya sendiri dan guru-guru setempat, dan sewaktu berumur tujuh tahun sudah bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan fasih.
               Syech Arsyad Albanjaripun sangat terkenal di Mekkah karena keluasan ilmu yang dimiliki terutama ilmu Qiraat, Bahkan Beliau mengarang Kitab Qiraat 14 yang bersumber dari dari Imam Syatibi dan uniknya kitab tersebut setiap Juz dilengkapi dengan kaligarafi khas Banjar. Karya lainnya yang cukup termasyhur di Kalimantan adalah kitab Fiqih Sabilal Muhtadin dan juga menjadi rujukan ulama-ulama di Jawa.

             Pada suatu hari, tatkala Sultan Kerajaan Banjar (Sultan Tahmidullah) mengadakan kunjungan ke kampung-kampung, hingga sampailah sang Sultan ke kampung Lok Gabang. Alangkah terkesimanya Sang Sultan manakala melihat lukisan yang indah dan menawan hatinya. Maka  sang Sultan bertanya, siapakah pelukisnya, lalu ia mendapat jawaban bahwa Muhammad Arsyad adalah sang pelukis yang sedang dikaguminya. Mengetahui kecerdasan dan bakat sang pelukis, terbesitlah di hati sultan, sebuah keinginan untuk mengasuh dan mendidik Arsyad kecil di istana. Usia Arsyad sendiri ketika itu baru sekitar tujuh tahun.   Sultanpun mengutarakan keinginan hatinya kepada kedua orang tua Muhammad Arsyad. Pada mulanya Abdullah ayah dari Syech Arsyad Al banjari dan istrinya merasa enggan melepas anaknya tercinta. Namun  demi masa depan yang diharapkan menjadi anak yang berbakti kepada agama, negara dan orang tua, maka diterimalah tawaran sang sultan. Kepandaian Muhammad Arsyad dalam membawa diri, sifatnya yang rendah hati, kesederhanaan hidup serta keluhuran budi pekertinya menjadikan segenap warga istana sayang dan hormat kepadanya. Bahkan sultan pun memperlakukannya seperti anak kandung sendiri.
            Menginjak dewasa Syech Arsyad al Banjari belajar di Mekkah selama kurang lebih 30 tahun. Beliau belajar kepada para syekh, beberapa orang di antara guru-gurunya adalah Syech Athaillah al Misri, yang bernasab kepada ulama Pengarang Kitab Tashawuf Al Hikam, Syekh Abdus Shomad Al-Palembani, Syekh Yasin Al-Yamani. Selama belajar Syekh Ahmad Rasyad Al-Banjari telah menguasai berbagai Disiplin Ilmu dan telah memperoleh beberapa Ijazah Sanad dari guru-gurunya. Durasi masa belajar di Mekah dan Madinah yang demikian lama serta banyaknya jumlah pelajaran dan jenis kitab dipelajari, dan kapabilitas ulama tempatnya berguru menjadikan Syeikh Ahmad Arsyad bin Abdullah al-Banjari akhirnya menjadi seorang ulama besar asal  Jawi.
           Sekitar tahun 1772 M Syech Muhanmmad Arsyad Al Banjari minta ijin kepada guru-gurunya untuk kembali ke kampung halamannya di Banjarmasin untuk melakukan dakwah dan syiar Islam. Dan sebelum kembali ke Kalimantan Syekh Muhammad Arsyad sempat singgah  di Jakarta di rumah salah seorang temannya sewaktu belajar di Mekkah bahkan beliau sempat memberikan petunjuk Arah Qiblat Masjid Jembatan Lima jakarta, Masjid Pekojan dan Masjid Luar Batang . Setelah beberapa lama di Jakarta Beliau kembali ke Banjarmasin.
            Dewasa itu masyarakat Banjar hidup sangat sengsara. Kemiskinan merambah hampir di semua sudut desa.  Kepedulian Syech Ahmad Arsyad AlBanjari kepada Masyarakat Banjar yang hidup di bawah garis kemiskinan itu membuat beliau berinisiatif bahwa dakwah tidak cukup hanya memberikan nasehat, mengajar saja namun beliau coba mengangkat taraf hidup Masyarakat Banjar dengan melakukan Program Irigasi untuk meningkatkan hasil panen dan mengubah lahan-lahan yang non produktif menjadi lahan produktif. Demikianlah, Syekh Ahmad Arsyad Al-Banjari mengajarkan sistem irigasi bagi pengembangan area persawahan dan membuka lahan baru.

Pemikiran-Pemikiran Syekh Ahmad Arsyad Al-Banjari
        Selaras dengan kehidupannya yang penuh makna, maka tentu saja Syekh Ahmad Arsyad Al-Banjari memiliki pemikiran yang cukup keras dalam penegakan syariat. Pemikirannya juga menyentuh golongan tasawuf, yang dewasa itu berkembang tanpa arah di wilayah Banjar. Dalam menyampaikan ajaran, ada golongan sufi yang dikecam keras oleh Syekh Ahmad Arsyad Al-Banjari. Sebaliknya ada pula sufi yang dibelanya. Misalnya, Syeikh Ahmad Arsyad Al-Banjari menyebut bahwa golongan wujudiyah terbagi dua: wujudiyah mulhid dan wujudiyah muwahhid. Syeikh Ahmad Arsyad Al-Banjari sangat menentang golongan sufi mulhid.
           Pengertian mulhid ialah golongan yang tidak menjalankan syariat agama. Karena ia menganggap yang menjalankan syariat hanyalah orang awam. Syekh Ahmad Arsyad Al-Banjari berpendapat bahwasanya mulhid itu  dinamakan akan dia zindiq.  Pada halaman lain Syeikh Ahmad Arsyad menulis: “Maka kunyatakan pula akan iktikad kaum mulhid yang bersufi-sufi diri seperti yang telah dinyatakan zindiq oleh Imam Ghazali, dan Syekh Abun Najid Syahrawardi, dan Imam Najamuddin Umar An-Nasafi, dan lainnya … Syahdan adalah kaum yang bersufi- sufi diri itu amat sesatlah mereka itu, tiada patut dinamai akan dia sufi. Hanya terutama dinamai akan dia itu  fasik…”. Syeikh Ahmad Arsyad Al-Banjari menegaskan, “Iktikad mulhid lagi zindiq sepatutnya dibunuh akan dia, jika ia enggan daripada taubat.” Ketegasan itu disebabkan golongan mulhid mengiktikadkan bahwa bagi mereka tidak perlu lagi menjalankan syariat karena menurut mereka syariat  hanya untuk orang awam. Mereka melakukan ritual secara batin.
     Dapat disimpulkan maksud dari Arsyad Banjar adalah orang yang masuk dalam golongan Wujudiyah Mulhid termasuk orang yang zindiq (orang yang mengakui dalam hatinya bahwasannya Allah itu ada akan tetapi karena faktor tertentu seperti harta, kedudukan dan lain-lain orang itu mengingkari Allah). Orang yang mulhid tetapi  mengakui bahwa dirinya sufi maka orang itu disebut kafir atau fasik. Dan menurut Syeikh Arsyad Al-Banjari sebaiknya golongan mulhid lebih baik dibunuh jika tidak bertaubat. Karena mulhid beranggapan, ia tidak perlu menjalankan syariat agama. Bagi mereka yang wajib menjalankan syariat hanyalah orang yang awam.
           Mengenai istilah wujudiyah muwahhid katanya: “yaitu segala ahli sufi yang sebenarnya”. Dan dinamai akan mereka itu wujudiyah karena adalah bahasa, dan perkataan, dan iktikad mereka itu pada Wujud al-Haq Ta'ala.” Maksudnya golongan wujudiyah muwahhid adalah sufi yang sebenarnya yang menjalankan syariat agama perilaku, tutur bahasa dan kecerdasanya pun bagus dan mereka itu Wujud al-Haq Ta'ala.
             Syeikh Arsyad Al-Banjari telah banyak menulis buku dan karya-karyanya pun banyak dikagumi masyarakat. Ia mendapatkan keahlian dalam  ilmu lahir (al-zharir) maupun ilmu bathin (al-bathin) ia juga menguasai fiqh dan tasawuf. Karya-karya Arsyad Al-Banjari adalah Kanz Al Ma’rjiah membahas tentang Tasawuf, Tuhfat al Raghibin, kitab tauhid yang bertujuan memantapkan keimanan yang benar. Lughat al Ajlan, yang menerangkan ibadah dan amaliyah Islam. Dalam karyanya yang paling terkenal adalah Kitab Sabilul Muhtadin. Merupakan karya utama dalam bidang fiqh. Karya terbesar Syeikh Ahmad Arsyad Al Banjari diabadikan menjadi nama masjid terbesar tingkat propinsi (masjid negeri) yaitu Mesjid Raya Sabilal Muhtadin yang terletak di jantung kota Banjarmasin ibukota Propinsi Kalimantan Selatan.
              Di samping itu pula beliau banyak menulis kitab diantara karya-karya beliau adalah:
Tuhfah al-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma Yufsiduhu Riddah Al-Murtaddin, karya pertama diselesaikan tahun 1188 H./1774 M.
•Luqtah al- ’Ajlan fi al Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H./1778 M.
Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diselesaikan  Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H./1780 M.
Risalah Qaul al-Mukhtashar fi ‘Alamatil Mahdil Muntazhar, diselesaikan Kamis 22 Rabiul Awal 1196 H./1781 M.
•Kitab Bab an-Nikah.
Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi
Kanzu al-Ma ’rifah
•Ushul ad-Din

•Kitab al-Faraid
•Kitab Ilmu Falak
Hasyiyah Fathul Wahhab
•Mushhaf al-Quran al-Karim
•Fathur Rahman
•Arkanu Ta’lim al-Shibyan
•Bulugh al-Maram
•Fi Bayani Qadha ’ wa al-Qadar wa al- Waba’
•Tuhfah al-Ahbab
•Khuthbah Muthlaqah

Erandhi Hutomo S, Mahasiswa Jurusan Bahasa dan sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya
Sumber: Jaringan Ulama –Azyumardi Azra, rifafreedom.wordpress.com, sukma08.wordpress,com
You have read this article Sejarah with the title Syekh Ahmad Arsyad Al-Banjari - Pemberantas Sufi Mulhid. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/12/syekh-ahmad-arsyad-al-banjari.html. Thanks!

No comment for "Syekh Ahmad Arsyad Al-Banjari - Pemberantas Sufi Mulhid"

Post a Comment