Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Syeikh Syihabuddin Suhrawardi al-Maqtul

Oleh: Afanda Dwi Putri
Syihabuddin Suhrawardi al-Maqtul
       As-Suhrawardi yang nama aslinya Abul Futuh Yahya bin Habsyi bin Amrak dilahirkan di Suhraward, Iran, tahun 549 H/1155 M dan wafat di Aleppo, Suriah, pada tahun 587 H/1191 M. Suhrawardi sering disebut sebagai tokoh sufi dari kalangan Syiah yang diberi gelar Syaikh al-Isyraq (Guru Pencerahan) karena pendapatnya tentang filsafat Isyraqiyyah. Gelar al-Maqtul (yang terbunuh) diperolehnya karena pada saat itu Suhrawardi bersama Qaramithah dan Hasyasyin secara politis dituduh telah merongrong kekuasaan Sultan Shalahuddin al-Ayubi. Ketika itu Sultan adalah penganut dan pembela faham sunni serta berusaha menegakkan hegemoni sunni di seluruh wilayah kekuasaannya. Akhirnya atas desakan para fuqaha, Suhrawardi dipenjarakan di Aleppo dan dijatuhi hukuman mati.
        Suhrawardi lahir di lingkungan keluarga yang taat beribadah. Seperti halnya sufi atau ulama besar lainnya, sejak kecil ia juga belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti Al-Qur’an dan fikih. Abul Futuh Yahya bin Habasy Suhrawardi termasuk tokoh filsuf besar Islam yang juga memiliki kelebihan di ilmu-ilmu Islam seperti fiqih, hadis dan lain-lainnya. Beliau belajar filsafat dan ushul fiqih kepada Mujidduddin Jabali dan sejumlah guru lainnya. Juga seperti sufi yang lain, catatan perjalanan kehidupannya sangat sedikit diketahui orang. Menurut pengamat sufi Mehdi Amin Razali, Suhrawrdi hidup di suatu zaman ketika muncul kebutuhan untuk menyatukan kembali ilmu pengetahuan Islam dengan memadukan berbagai mazhab. Ditengah perdebatan intelektual itulah muncul pemikiran Suhrawrdi tentang Isyraq, yang antara lain meyakini bahwa wacana filosofis merupakan bagian dari perjalanan spritual seseorang.
         Syeikh Syihabuddin merupakan pesalik Isyraq dan dikenal sebagai tokoh terbesar filsafat Illuminasi, dimana pemikirannya bersandar pada kasyf atau penyingkapan dan pancaran cahaya hati. Beliau menyebarkan pemikirannya ini dan kemudian melakukan sair dan suluk irfani. Dalam metode Isyraq, akal dan argumentasi tidak cukup untuk mengungkap kebenaran, tapi sair dan suluk irfani yang lebih penting untuk mencapai makrifat.
        Dalam buku tokoh-tokoh sufi, tauladan dan kehidupan yang saleh, Prof. Dr. H. Ahmadi Isa MA, menulis, Suhrawardi terkenal sebagai pengembara yang gandrung menuntut ilmu. Ia berguru kepada sejumlah ulama dan pakar dalam berbagai ilmu pengetahuan. Di Marga Azarbaijan, Asia Tengah, ia belajar fikih dan filsafat kepada Syekh Majduddin Al-Jilli, seorang fukaha yang termasyhur kala itu. Di Isfahan, Iran, ia belajar Mantiq (logika) kepada Ibnu Shlan As-Sawi pengarang kitab Al-Basair An-Nasiriyah. Selain itu juga tercatat belajar filsafat India, Persia dan Yunani. Menurut seorang pengikutnya, pengetahuan Suhrawrdi sangat dalam, dan sangat menguasai ilmu hikmah alias filsafat dan fikih. Ia juga sangat fasih dalam ungkapan.
        As-Suhrawrdi merintis perjalanan sufistisnya sejak bergabung dengan para sufi dalam kehidupan asketisnya. Beberapa tahun bergelut dengan ajaran-ajaran sufi, setelah itu ia mengembara mengunjungi sejumlah ulama dan pakar di Aleppo Damaskus, Anatolia, sampai ke Azarbaijan. Terakhir ia melakukan perjalanan ke Halb, belajar tasawuf kepada sufi besar As-Syafir Iftikharuddin.
Karya-karya Suhrawardi al-Maqtul
       Sebagai seorang sufi dan filosof, Suhrawardi menulis beberapa kitab yang menunjukkan gambaran ajaran tasawufnya dalam hidup yang relatif singkat dan telah menghasilkan 50 karya ilmiah. Di antara karyanya dalam bidang tasawuf adalah :
1.At-Talwihat
2.Al-Muqawamat
3.Al-Massyari wa al-Muttaharat
4.Hikmah al-Isyraqiyyah
5.Al-Isyarat wa at-Tanbihat
        Suhrawardi juga termasuk sufi besar yang produktif membukukan pikiran-pikirannya. Karya-karyanya yang dianggap monumental, antara lain, Hikmah al-Isyraq. Al-Muqawwamat dan Al-Mutaribat, salah satu kitab yang banyak diperbincangkan ialah Hikamh al-Isyraq. Memuat berbagai pandangannya perihal filsafat Isyraq atau Iluminatif. Karya-karyanya yang lain, rata-rata dalam sebuah kitab yang tipis, Hikayat An-Nur, Alwah wa Imadiyah. Partaw Nama, Fil I’tikad al-Hukama, Al-Lahamat, Bustan al-Qulub – sebagian besar di tulis dalam bahasa arab. Sementara karya-karyanya dalam bahasa Persia banyak dipuji sebagai karya sastra yang indah. Karya yang lain, diantaranya, Aqil Surkh, Awazi Par-I Jabarail, Al-Qissah Al-Ghurbah al-Gharbiyah, Lugati Muran, Risalah fil Hallah al-Tufuliyyah, Ruzi Ba Jamaah Sufiyan, Safir Simurg dan Risalah fi Mikraj.
Ada pula karya Suhrawardi, Risalah yang bersifat Filosofis, berupa terjemahan karya Ibnu Sina, berjudul Risalah Tayr, dan komentar mengenai karya Ibnu Sina dalam bahasa Persia, Isyraf wa Tanbihat. Juga sebuah risalah berjudul Risalah fi Haqiqah al-‘Isyq, didasarkan pada karya Ibnu Sina berjudul Risalah fil ‘Isyq. Ada juga karyanya yang memuat doa, dzikir, wirid, berjudul Al-Waridat wa Taqdisat.
Pemikiran Tasawuf Suhrawardi al-Maqtul
         Inti ajaran isyraqiyyah yang dibawa Suhrawardi adalah bahwa segala sesuatu yang ada (al-Maujudat) adalah Nur al-Anwar (cahaya dari segala cahaya). Kosmos diciptakan Tuhan melalui penyinaran sehingga kosmos terdiri atas tingkatan-tingkatan pancaran cahaya. Cahaya tertinggi sebaga sumber cahaya itu dinamakan Nur al-Anwar dan menurutnya itulah Tuhan yang abadi. Selanjutnya, salah satu ajaran yang dianggap sesat oleh fuqaha adalah pendapatnya yang menyatakan bahwa masih ada kemungkinan Tuhan mengutus nabi baru sesudah Nabi Muhammad. Suhrawardi mendasarkan pendapatnya itu pada konsep kekuasaan Tuhan tidak berbatas sehingga memberikan peluan akan datangnya nabi baru, akan tetapi nabi baru itu tidak harus membawa syariat baru.
         Banyak pandangan As-Suhrawardi yang di ikuti para sufi, misalnya ucapannya yang terkenal, “Semua yang menyenangkan anda, seperti hak milik, perabotan dan kenikmtan duniawi, dan hal-hal yang serupa itu, lemaprkanlah. Jika resep ini anda ikuti, penglihatan anda akan tercerahkan.” Pandangan lain yang juga terkenal, “Ketika mata batin terbuka, mata lahir harus di tutup, bibir harus di kunci, dan lima indra lahir harus dibungkam. Indra batin hendaknya mulai berfungsi, sehingga jika ia mencapai sesuatu, melakukakannya dengan jasad batin, jika mendengar, dia mendengar dengan telinga batin.”
Kematian Suhrawardi al-Maqtul
       Salah satu peristiwa yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Suhrawardi ialah saat kematiannya. Ia meninggal di tiang gantungan dalam sebuah upacara pengadilan yang digelar oleh Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, dari dinasti Bani Saljuk – gara-gara ajarannya dianggap sesat. Di tengah kemasyhurannya sebagai seorang ulama tasawuf dan cendikiawan, pendapat-pendapatnya memang sering memancing kontroversi. Seperti pandangan-pandangan Al-Hallaj maupun Junaid Al-Baghdadi, pendapat Suhrawardi sering dianggap menyimpang sehingga memancing polemik yang berkepanjangan.
         Sebelum di adili, ia dipanggil oleh pangeran Zahir bin Salahuddin Al-Ayyubi untuk mempertanggung jawabkan ajarannya dalam forum debat terbuka yang dihadiri Teolog dan Fukaha. Dalam debat itu, ia berhasil mempertahankan argumentasinya, sehingga pangeran Zahir pun memaafkannya, bahkan belakangan bersahabat dengannya, tapi akibatnya hal itu memancing rasa iri dan dengki.
          Maka berseliweranlah fitnah dan hasutan ke alamat Suhrawardi. Bahkan ada yang sempat yang mengirim surat ke Sultan Shalahuddin yang memperingatkan perihal “Kesesatan” ajaran Suhrawardi. Celakanya sang Sultan malah memerintakan Pangeran Zahir putranya, agar menghukum Suhrawardi. Zahir segera menggelar sidang, membicarakan hukuman bagi sang sufi, keputusan pun jatuh: Suhrawardi di jatuhi hukuman pancung. Itu terjadi pada tahun 587 H / 1167 M. ketika Suhrawardi berusia 38 tahun. Mungkin karena ia korban persekongkolan politik, makamnya pun tidak diketahui.
Tapi, justru karena hukuman itu nama Suhrawardi semakin melejit, masyarakat menggelarinya dengan sebutan Al-Maqtul (tokoh yang terbunuh). Ia memang telah dibunuh, jasadnya telah dibuang, tapi pikiran-pikirannya yang cemerlang tetap hidup hingga kini, bahkan sepanjang zaman.
Afanda Dwi Putri, mahasiswi prodi Sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya
You have read this article with the title Syeikh Syihabuddin Suhrawardi al-Maqtul. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/10/syeikh-syihabuddin-suhrawardi-al-maqtul.html. Thanks!

No comment for "Syeikh Syihabuddin Suhrawardi al-Maqtul"

Post a Comment