Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Fakhruddin Iraqi

 Oleh: Lindiyah Kumayanti
    Fakhruddin Iraqi adalah Wali Allah yang juga penyair yang agung, salah satu tokoh Qalandar yang paling terkenal di dunia Tasawuf. Beliau juga merupakan penyair terbesar Persia (Iran) abad 13, yang banyak menulis sajak-sajak cinta mistis yang menguraikan ajaran wahdat al-wujud dalam tradisi sufisme. yang mengajarkan metafisika eksistensi dan hakikat cinta-ilahi bukan hanya terkenal di kawasan Persia tetapi juga di India dan menjadi bagian integral dari puisi cinta sufi yang didendangkan dengan iringan musik. Karyanya Lama’at atau “Kilauan Ilahi,” adalah sebuah karya metafisis sekaligus karya sastranya yang terbesar. Beliau juga termasuk salah satu tokoh utama generasi ketiga dalam tradisi ajaran mazhab Muhyiddin Ibn ‘Arabi.
    Fakruddin Ibrahim al-Iraqi lahir di desa Kamajan dekat kota Hamadzan pada 1213 (610 H), sebagai putra dari keluarga pecinta ilmu pengetahuan dan sastra. Menurut kisah, sebelum beliau lahir, ayahnya bermimpi bertemu Sayyidina Ali ibn Abi Thalib bersama beberapa Wali Allah lain. Seorang Wali maju menyerahkan seorang anak kepada Sayyidina Ali. Sambil memangku anak itu, Sayyidina Ali memanggil ayah Iraqi sambil berkata, “Terimalah Iraqi kita dan rawatlah dengan baik karena ia akan menjadi ‘penguasa’ dunia.” Sejak kecil Syekh Iraqi mendapat pendidikan agama yang baik; pada usia sembilan tahun beliau sudah hafal al-Qur’an.
    Suaranya sangat merdu jika membaca kitab suci itu – siapapun yang mendengarnya akan terhanyut dan bahkan menangis. Karenanya setiap pagi-pagi banyak orang akan berkumpul di rumahnya hanya untuk mendengarkannya membaca al-Qur’an. Bahkan karamahnya telah tampak sejak beliau masih kecil ini. Alkisah, ketika sedang membaca sebuah ayat, sekelompok orang nonmuslim yang sedang melintas dan mendengarnya langsung terpesona, dan langsung menemui Syekh Iraqi dan mengucapkan kalimat syahadat. Sebelum usia 20 tahun Syekh Iraqi telah menguasai semua cabang ilmu agama dengan baik, dan menjadi ahli tafsir, hadits, fiqh dan ahli kalam yang mumpuni.
    Pertemuannya dengan sekelompok sufi Qalandar mengubah seluruh kehidupannya. Beliau merasakan kerinduan yang begitu besar kepada sufi-sufi Qalandar yang sempat singgah di kotanya. Sejak itu beliau mulai berkelana mencari para Qalandar dan kemudian bergabung dengan mereka. Beliau ikut mengembara bersama mereka ke seluruh kawasan Persia hingga India. Iraqi sempat berguru kepada Syekh Bahauddin Zakariyya Multani, seorang mursyid Tarekat Suhrawardiyah, yang telah menempati kedudukan Qutb al-Awliya. Dibawah pengawasannya, Syekh Iraqi menjalani khalwat 40 hari. Selama khalwat ini Syekh Iraqi mengalami jadzab dan tenggelam dalam cinta ilahi, dan mulai sering menyenandungkan sajak-sajak cinta mistis. Tetapi karena aturan Tarekat Suhrawardiyah cukup ketat, Syekh Iraqi dicurigai para murid lainnya dan mulai dianggap gila. Mereka mengadukannya kepada Syekh Bahauddin Zakariyya. Namun Syekh Bahauddin Zakariyya mengatakan, “Kelakuan semacam itu mungkin terlarang bagi kalian, namun tidak bagi dia!”
    Ketika kemudian salah satu sajaknya menjadi amat terkenal di kota, Syekh Bahauddin Multani memanggil Syekh Iraqi dan memberinya khirqah (jubah) kesufian, sebagai tanda kesempurnaan spiritual. Beliau juga dijodohkan dengan putri Syekh Selama 25 tahun berikutnya Syekh Iraqi melayani Syekh Bahauddin Zakariyya dan selama itu pula beliau terus mencipta sajak-sajak yang indah. Sebelum meninggal, Syekh Bahauddin mewariskan kepemimpinan tarekat kepada Syekh Fakhruddin Iraqi. Namun karena murid-murid lainnya tak suka kepadanya, mereka menyebar fitnah dan bersekongkol dengan penguasa (yang sejak lama merasa takut dengan potensi kekuatan tarekat). Para penguasa itu menggunakan kesempatan ini untuk menghancurkan tarekat tersebut. Syekh Fakhruddin Iraqi kemudian memutuskan untuk mengembara lagi dan menjadi lebih terkenal.
    Saat haji di Mekah, beliau bermalam tiga hari di dekat pusara Rasulullah saw dan menerima banyak penyingkapan ruhani. Kemudian beliau berangkat ke Damaskus dan Turki dan akhirnya tinggal di Konya, dan bersahabat dengan dua Wali Agung terkemuka pada zamannya, Syekh Shadruddin Qunawi (murid dan putra angkat Syekh Akbar Ibn ‘Arabi) dan Maulana Jalaluddin Rumi. Melalui Syekh Qunawi inilah Syekh Iraqi mendapat tempaan spiritual kedua. Syekh Qunawi bukan hanya menempanya secara spiritual, tetapi juga secara intelektual. Setiap selesai mengikuti pelajaran Qunawi mengenai kitab Fusush al-Hikam karya Ibn ‘Arabi, Syekh Iraqi menggubah renungan ringkas tentang pelajaran itu dalam bentuk sajak. Koleksi sajak mistis ini kemudian diberinya judul Lama’at (Kilauan Cahaya). Model sajaknya, menurut beliau sendiri, dipengaruhi oleh gaya sajak dalam Sawanih karya Ahmad Al-Ghazali. Koleksi sajak itu kemudian dibacakan di depan Syekh Sadruddin Qunawi, yang kemudian mengatakan, “Wahai Iraqi, engkau telah menulis suatu rahasia.     Sesungguhnya Lama’at adalah inti dari Fusush!”
    Syekh Iraqi, sebagai Qalandar, masih senang melakukan pengembaraan. Meski banyak pihak yang memintanya menetap di satu tempat – dan bahkan seorang penguasa membangun sebuah rumah untuknya – namun Syekh Iraqi tetap memilih bebas. kepopulerannya menarik banyak murid, termasuk dari para pejabat. Salah seorang pejabat, bernama Mu’inuddin Parwanah, sebelum tewas dihukum mati oleh kaisar Mongol, menyerahkan seluruh kekayaannya – sekantong penuh permata – kepada Syekh Iraqi, sambil berpesan agar membebaskan anaknya yang ditahan di Kairo. Namun Syekh Iraqi hanya menyimpannya di kamar tanpa pernah membuka, apalagi menyentuh isi kantung itu. Tetapi ada beberapa kalangan yang tak menyukainya dan menyebarkan fitnah. Penguasa Pangeran Kangritay terhasut oleh fitnah itu dan memerintahkan agar Syekh Fakhurddin Iraqi ditangkap untuk dihukum mati.
    Sahabat-sahabat Iraqi memperingatkannya dan membantunya mengungsi. Syekh Iraqi kemudian pergi ke Mesir. Syekh Iraqi menemui sultan Mesir untuk memintanya membebaskan anak Parwanah. Dihadapan Sultan, Syekh Iraqi menyerahkan sekantung permata itu sambil menceritakan semuanya dari awal hingga akhir, dan kemudian menyampaikan amanat Parwanah itu. Sultan heran ketika mengetahui sekantung permata yang amat mahal itu tidak diambil satupun oleh Syekh Iraqi. Sultan Mesir kemudian membebaskan anak Parwanah dan mengangkat Syekh Iraqi menjadi pemimpin Syekh di Mesir, dan memerintahkan agar esok hari seluruh ulama dan sufi menghadiri acara pengangkatannya. Keesokan harinya ribuan sufi dan ulama menyaksikan bagaimana sultan sendiri yang menaikkan Syekh Fakhruddin Iraqi ke atas kuda milik sultan dan memberinya jubah kehormatan. Tetapi Syekh Iraqi, yang menyadari bahaya bangkitnya ego dan kebanggaan diri, lalu merobek jubah itu. Semua yang hadir heran dan mencemoohnya. Namun sultan justru makin percaya kepada kewalian Syekh Fakhruddin Iraqi.
    Syekh Iraqi kemudian memutuskan pergi ke Damaskus meskipun sultan mencoba membujuknya agar tetap tinggal di Mesir. Konon keinginannya ke Damaskus ini karena undangan Syekh Akbar Ibn ‘Arabi lewat mimpinya. Dengan bantuan sultan, Syekh Fakhruddin Iraqi sampai ke Damaskus tanpa aral-melintang dan bahkan disambut hangat penuh suka-cita oleh penduduk setempat. Syekh Fakhruddin Iraqi meninggal di sana pada 12 November 1289 (8 Dzulqaidah 688) dalam usia 78 tahun. Makamnya hingga kini ramai dikunjungi peziarah. Kelak beliau oleh sebagian orang disebut sebagai “samuderanya orang Persia.”
    Kitab Lama’at penuh dengan metafisika cinta dan wahdat al-wujud dalam tradisi Syekh Akbar Ibn ‘Arabi. Dalam kitab ini Syekh Iraqi mengidentifikasi apa itu Cinta dalam pengertian hubb dan isyq. Syekh Iraqi menjelaskan, secara puitis, beberapa tahapan menuju ke hakikat kemanusiaan, Insan Kamil. Cinta menurut Syekh Iraqi adalah alasan di balik terciptanya segala wujud yang ada, yang bersumber dari Wujud yang Esa. Zat Allah yang tiada batas memanifestasikan diri-Nya melalui tajalli-Nya yang tak berkesudahan. Tetapi manifestasi yang maujud itu bukan dalam bentuk wujud tersendiri yang independen dari Wujud-Nya. Ini adalah salah satu prinsip dasar dalam ajaran Syekh Ibn ‘Arabi – wahdat al-wujud. Dalam analisis terakhir, awal dan akhir dari Cinta adalah Penyatuan – Wujud dan Insan Kamil pada hakikatnya adalah satu, sebab Wujud hanya ada satu. Si pecinta adalah Yang Dicintai, karena wujudnya lenyap dalam Wujud Kekasih, sedangkan Yang Dicintai tetap dalam keadaan keabadian sebagaimana adanya tanpa penambahan – “Dia sekarang adalah sebagaimana Dia yang dulu.”
    Lama’at adalah karya sastra sufi yang memuat ajaran ma’rifat yang diekspresikan dengan bahasa cinta. Menurut Iraqi, keindahan apa pun dapat menunjukkan pada kesadaran pada keindahan Tuhan, tetapi hanya manusia sajalah yang memanifestasikan keindahan Tuhan secara langsung. Landasan dari pandangan ini adalah ajaran wahdat al-wujud yang dianutnya. Selain itu Iraqi memperluas ajaran Ibn ‘Arabi tentang Cinta dan Kesatuan Wujud —“Tiada tuhan selain Cinta,” kata Iraqi. Karena itu dalam karya-karyanya Iraqi pada dasarnya mendiskusikan ajaran wahdat al-wujud dari sudut pandang cinta. Karyanya yang lain adalah Divan, ‘Ushshaqnameh, sebuah karya tasawuf yang ditulis dalam bentuk masnawi dan gazal.
    (Fakhrudin `Iraqi adalah penyair Persia akhir abad ke-13 M yang tinggal di India. Ia lahir pada tahun 1211 dan wafat 1289 M. Pemikiran tasawufnya termasuk ke dalam madzab Wujudiyah Ibn `Arabi. Pengaruh Iraqi tidak terbatas hanya dalam kesusastraan sufi di India, tetapi juga di Nusantara. Sajak-sajaknya banyak dijadikan sumber rujukan oleh Hamzah Fansuri).

HATI YANG RINDU
Hatiku yang rindu telah hampir kepada-Mu
Tulang belulangku jauh di dalam penjara:
Mengapa Kau sembunyikan wajah-Mu dariku?
Namun cinta tak kenal rintangan
Kau lintah, aku sakitnya
Kau sedih, aku senang:
Kilau kencana-Mu, bagaikan anak panah
Nukik nusuk kalbuku
Walau anggur tak pernah nyentuh bibirku
Oleh rindu aku pun mabuk;
Di laut pedih-pedihmu
Kapal hidup dan harapku karam
O Kau yang senantiasa
Menyinarkan matahari baru di langit
Dalam gurun cinta-Mu
Aku tinggal dan mengembara

TAK DAPAT KULIHAT
Terlindung oleh cintamu jiwa dalam diriku karam, tak dapat kulihat!
Maksud cintaku yang kaurahasiakan tak dapat kulihat, tak dapat!
Ketenangan dan kesabaran tak kujumpai dalam pikiran, tak kujumpai!
Pun keluhuran dan persahabatan yang leluasa, tak dapat kulihat!
Tunjukkan dalam wajahmu tanda kemurahan, karena duka telah kumatikan.
Selain di wajahmu tak kulihat ampunan, tak kulihat!
Jika kau tak melihatku, langkahkan kakimu, karena aku telah tercerai dari kehadiranmu lembut
Kehidupan kekal di bumi tak kulihat, tak kulihat!
Ya Ikhwan, ulurkan tanganmu, tolongkah aku, karena aku telah tercebur dalam ombak
Yang mana puncak, jika puncak ada, namun tak kulihat!
Penuh ampunan dan lembut udara pergilah ke sana dan tempatku pun dibenahi pula
Sebuah tempat yang layak sejak terpisah darimu, tak kulihat, tak kulihat!
Jalan sufi mengajarkan pada Iraqi, di mana pun pintu-Mu terbuka
Namun karena jalan tertutup tak kulihat, tak kulihat!

TANGAN TUHAN
Bukan ini atau itu yang membuatku takut
Dalam semua tangan kusaksikan Tuhan
Hatiku remuk sudah, otakku buta terbalut
Tak kupunya lagi tenaga iman dan pikiran
Kungkungan kuat yang kudengar dari-Mu
Lebih manis bagiku dibanding hidup
Ialah yang kupilih hanya
Pernahkah kutolak cinta-Mu padaku?
Ampuni aku, kumohon
Jika ingin-Mu membunuhku
Jangan biarkan tangan-Mu yang menyilau perak
Yang pernah menggenggamku erat-erat, mengoyakku
Tiada berhala lain yang kupuja
Selain cinta, hiburan dan kebiasaan lamaku
Karena aku mati oleh derita-Mu
Jangan sesali aku yang tak berdaya ini

SEGALANYA ADALAH DIA
Dialah satu-satunya yang sempurna dan agung
Kekal selamanya, tak terbayangkan Kesatuannya
Karyanya yang mentakjubkan tak terurai oleh akal
Dia bukan jiwa dari segala jiwa
Sebab Dia bebas dari ruang dan tak terjangkau
Oleh akal yang cerdik atau pun indera
Di hadapan hakekat-Nya yang murni
Nafi dan isbat sia-sia belaka
Benda apa pun yang dilahirkan rasa untuk pikiran
Atau terjelma dalam angan, semua
Memiliki hidup dalam Dia, ya, segala
Berpusat kepada Dia, segala adalah Dia
Betapa pun apa yang tampak ini berbeda
Tak lain dari Dia, hanya saja mata
Tak melihatnya. Kata-kata-Nya adalah pertama
Dan penghabisan: Sebab Dia mencipta
Dia ada di dalam dan di luar Diri-Nya
Rumah tubuh terang sebab pintu roh terbuka
Oleh cahaya Ilahi. Dia adalah cahaya
Langit dan bumi, sinar-Nya yang kekal
Adalah Roh Suci. Siapa yang memiliki jiwa terang
Halaman rumahnya akan terang bendera pula:
Di dalam kaca pelita relung malam
Cahaya pagi hari Dia nyalakan, dan waktu jiwa
Duduk dalam cahaya, hati yang tenteram
Segera melompat ke dalam api yang berkobar-kobar
Demikian Sahabat, kami membuat perumpamaan
Antara nyala dan apinya, dan sejak itu
Beban kami lenyaplah
Ketika Kekasih menunjukkan wajah-Nya
Penglihatanku naik jadi penglihatan batin
Mata manusia tak dapat mengungguli kilauan
Yang memancar dari cahaya Tuhan:
Jika kau hanya memandang penglihatan kasarmu
Matamu tak melihat, terlindung dari cahaya TUhan
Jika kau ingin menghamba kepada-Nya
Dan mendapatkan kurnia-Nya
Dialah matamu, telingamu, lidahmu, otakmu
Dan karena melalui Dia kaubicara, dan melalui Dia
Kau mendengar, di hadapan wujud-Nya kau pun tiada.

DUNIA CINTA
Mana ada hati yang tak menyemburkan luka bila tertusuk cinta
Mereka yang tak pernah merasakan sakit cinta
Adalah lumpur yang tak berjiwa
Palingkan dirimu dari dunia, belokkan kaki kelanamu dari sana
Songsong kerajaan cinta dan rasakan lezatnya

CAWAN ANGGUR
Cawankah itu yang cerlang karena berisi anggur
Atau matahari terang yang menembus awan?
Teramat jernih anggurnya, teramat bening cawannya
Keduanya satu jua kelihatannya
Semua adalah cawan, anggur tidak ada
Atau cawan tak ada, seluruhnya anggur semata:
Sebab udara telah terjerat oleh sinar matahari.
Cahaya yang bercampur kegelapan malam menjemukan
Maka malam menjadikan siang sebagai senjatanya
Lantas dipesanlah olehnya aneka perhiasan dunia
Jika kau tak tahu mana siang mana malam
Atau mana cawan mana anggur
Dengan anggur dan cawan
Tuhan mencipta Telaga Hidup dan tanda rahasia-Nya:
Seperti malam dan siang mungkin kaukira
Antara pengetahuan yang satu dengan yang lainnya
Dan rasa jemu adalah kesangsian yang membingungkan
Jika perbandingan ini belum jelas padamu
Begitulah semua perkara yang tinggi dan rendah
Carilah cawan sebagai cerminan dunia
Supaya kausaksikan dengan mata akalmu
Bahkan segala tak lain kecuali Dia
Jiwa, kekasih, hati dan kesaksiannya
Bertumpu pada Dia semata.
“Walau Bentuk,” katanya, “mengumumkan aku ini anak Adam
Namun kedudukanku sebenarnya jauh lebih luhur lagi
Jika dalam cermin Keindahan kupandang
Alam semesta adalah bayang-bayangku yang terselubung
Pada Matahari Langit, lihat betapa aku ini nyata
Tiap renik alit dapat menyaksikan aku
Hakekatku yang terdalam dibuktikan oleh roh suci
Dan dalam rupaku semua bentuk insan datang mengalir
Laut hanya setitik dari isi Lautku
Cahaya tak lain seberkas Kemilauku yang tersebar luas
Dari Arasy ke Babut, semua yang terlihat itu
Tiada kecuali Sebutir Debu yang mengendarai sinar matahari
Bila Tirai sifat-sifat wujud telah tersingkap
Keajaibanku memancar atas Dunia yang bersinar-sinar

HATI NANAR
Lagi hati nanarku mengambil anggur cinta
Dan bersandar di dada cinta:
Lagi jiwaku menyerahkan diri padanya
Tenteram dalam buaian cinta
Ke dalam otak yang gundah anggur dituang
Buih mendidih berkat puji-pujian:
Beri aku anggur, sebab sekali lagi
Akan kutunjukkan kepala murungnya
Dalam pesona wajah-Mu molek
Sampailah jiwaku, masuklah kalbuku
Dalam hatiku, cinta yang lain tak punya
Tempat lagi, riang sudah datang
Burung cinta melayang ke dalam hatiku
Menyampaikan pesan Pencintaku
Dengan senang aku pun mati untuk-Nya
Dan hidup kekal bersama-Nya
Lindiyah Kumayanti, mahasiswi program studi sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya
You have read this article with the title Fakhruddin Iraqi. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/11/fakhruddin-iraqi.html. Thanks!

No comment for "Fakhruddin Iraqi"

Post a Comment