Oleh: K Ng H Agus Sunyoto
 |
Prajurit Brigade 49 Mahratta Bertahan di got |
Setelah mendaratkan pasukan Brigade ke-49 Mahratta di Modderlust di daerah Ujung, pagi hari tanggal 26 Oktober 1945 pihak Sekutu diwakili Brigadir Jenderal A.W.S.Mallaby beserta staf mengadakan perundingan antara pihak RI yang diwakili oleh Wakil Gubernur Soedirman, Ketua KNI Doel Arnowo, Walikota Radjamin Nasution, dan wakil Drg Moestopo, Jenderal Mayor Muhammad. Hasil perundingan, pasukan sekutu dalam menjalankan tugas mengevakuasi tawanan Jepang dan interniran Belanda diperbolehkan menggunakan beberapa bangunan di dalam kota. Markas Brigade ke-49 Mahratta ditetapkan di Jalan Kayoon. Namun persetujuan menggunakan beberapa bangunan di dalam kota itu dimanfaatkan secara curang, di mana Sekutu justru membangun pos-pos pertahanan yang menebar di berbagai tempat dari kawasan pantai hingga ke bagian tengah dan selatan kota. Di antara pos-pos pertahanan Sekutu yang diperkuat senapan mesin adalah pos pertahanan di Benteng Miring, gedung sekolah al-Irsyad di Ampel, gedung Internatio, pabrik Palmboom, gedung Lindeteves, gedung Onderlingblang, jalan Gemblongan, sekolah HBS (SMA Kompleks Wijayakusuma-pen), Rumah Sakit Darmo, Gubeng, Kedungcowek, Dinoyo, pabrik Colibri, gudang BAT, Wonokromo, Don Bosco, dll.
 |
Pos Pertahanan Sekutu di Kedung Cowek |
Mendapati tindakan Sekutu membangun pos-pos pertahanan, Kolonel Jono Sewojo mendatangi Brigadir Jenderal A.W.S.Mallaby dan memprotes tindakan tidak jujur itu. Tapi dengan alasan untuk pertahanan diri dan melancarkan tugas-tugas yang dijalankan pasukan sekutu, pos-pos pertahanan memang penting dibuat. Kolonel Jono Sewojo yang perwira didikan PETA yang mengetahui bahwa pembangunan pos-pos pertahanan yang tersebar itu adalah bagian dari strategi pertahanan kota dengan tegas mengingatkan Mallaby tentang kemungkinan pecahnya pertempuran di Surabaya dengan keberadaan pos-pos pertahanan Sekutu itu. Ketika Mallaby bersikukuh dengan keputusannya untuk mempertahankan keberadaan pos-pos pertahanan itu, Kolonel Jono Sewojo dengan marah berdiri menunjuk muka Mallaby sambil berkata,”
I remind you. If you shoot me, I shoot you back!” Ternyata bukan hanya Kolonel Jono Sewojo selaku kepala staf TKR Jawa Timur yang marah terhadap tindakan Sekutu yang di luar kesepakatan dengan pihak RI telah membangun pos-pos pertahanan , arek-arek Surabaya terutama para pemuda Islam yang terbakar seruan
jihad fi sabilillah sangat marah. Kasak-kusuk menyebar bahwa pos-pos pertahanan yang dibangun Sekutu itu sebagai usaha untuk penjajah Inggris untuk memperkuat kembali kekuasaan kolonial Belanda dengan menggunakan bantuan pasukan Sekutu. Tanpa ada yang mengomando, sejak sore hari ratusan santri keluar pondok bersama pemuda-pemuda kampung di kawasan utara Surabaya keluar ke jalanan menuju pos pertahanan Sekutu di Benteng Miring. Sekitar jam 16.00 tanggal 26 Oktober 1945, tanpa ada yang mengomando, dengan didahului teriakan Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! beratus-ratus santri tua dan muda beserta pemuda-pemuda dari kampung-kampung di Surabaya utara seperti Ampel, Sukadana, Boto Putih, Pekulen, Pegirikan, Sawah Pulo dipimpin Ahyat Cholil, kader Anshoru Nahdlatul Ulama (ANO) yang aktif di Hisbullah, beramai-ramai menyerang pos pertahanan Sekutu di Benteng Miring di sebelah utara gedung sekolah Al-Irsyad.
 |
Pasukan Sekutu bertahan di Pos Pertahanannya |
Ketika iring-iringan santri dan pemuda dari berbagai kampung itu sudah berada di lapangan sekolah al-Irsyad yang membentang di depan gedung sekolah al-Irsyad, pasukan Sekutu melepas tembakan. Puluhan orang tumbang dengan tubuh bersimbah darah. Namun diselingi teriakan Allahu Akbar! yang sambung-menyambung, beratus-ratus santri dan pemuda kampong itu terus menyerbu sambil mengacungkan bambu runcing, clurit, keris, tombak, samurai dan senapan rampasan. Lalu seiring berhembusnya kabar gugurnya sejumlah santri dan pemuda akibat ditembaki Sekutu, penduduk kampong beramai-ramai keluar dengan membawa aneka macam senjata. Dalam tempo singkat, gedung sekolah Al-Irsyad yang dijadikan markas tentara Brigade 49 Mahratta yang disebut penduduk sebagai “Gurkha” dikepung ribuan penduduk. Tembak-menembak berlangsung sampai malam hari. Santri dan pemuda yang tidak membawa senjata membalas tembakan tentara “Gurkha” dengan lemparan batu.
Di tengah hiruk tembak-menembak di Sekolah Al-Irsyad yang terkepung, diam-diam satu peleton pasukan Sekutu yang dipimpin Kapten Shaw dari pangkalan Inggris di Ujung menerobos masuk ke Reineer Boulevard. Pasukan ini adalah pasukan elit Inggris yang berusaha membebaskan Kapten Huijer, Kapten Groom dan Mayor Finley yang ditawan TKR sejak mereka tertangkap di Kertosono. Terjadi tembak-menembak antara pasukan Sekutu ini dengan para pengawal tawanan. Penduduk kampung Surabaya yang sudah siaga perang, begitu mendengar letusan senjata langsung berbondong-bondong ke Reineer Boulevard dan menyerang pasukan Sekutu. Dalam waktu singkat truk dan jep yang dinaiki pasukan Sekutu dibakar. Kapten Shaw dan prajuritnya lari tunggang-langgang dan dengan sisa kendaraannya pergi menuju pelabuhan. Beberapa orang di antara prajurit Sekutu tertembak tetapi berhasil diangkut ke kapal yang bersandar di pelabuhan.
 |
Prajurit Gurkha luka diangkut ke Jakarta |
Arek-arek Surabaya yang rata-rata memiliki keahlian di bidang teknik dan perbengkelan mengetahui bahwa pertempuran melawan Sekutu tidak akan terhindarkan dengan pihak penduduk kalah persenjataan. Itu sebabnya, sejak sore hari arek-arek Surabaya sudah bergerak sendiri dengan inisiatif sendiri-sendiri untuk memadamkan listrik kota, memutus jaringan telepon, menutup saluran air ledeng, dan menghentikan pasokan gas dalam kota dengan tujuan pasukan Sekutu kehabisan pasokan makanan dan minuman serta terputus hubungan dari pasukan induknya. Demikianlah, tanggal 26 Oktober 1945 yang ditandai pecahnya pertempuran awal di Surabaya utara itu, diikuti pemadaman seluruh kota hingga Surabaya berada dalam kegelapan malam tanpa lampu, tanpa air minum, tanpa telepon, tanpa gas, bahkan tanpa makanan karena seluruh jalanan kota sudah tertutup barikade.
Pertempuran pertama yang mengawali Perang Surabaya pada 26 Oktober 1945 jam 16.00 ini, selain didasarkan catatan para saksi sejarah Perang Surabaya juga tercatat sebagai laporan lapangan yang didokumentasi Mayor Jenderal Soengkono, Komandan Operasional Pertempuran Surabaya. Meski pertempuran pertama itu tidak dijelaskan faktor-faktor yang melatar-belakanginya – kecuali tindakan spontan santri dan pemuda kampung yang beramai-ramai menyerang pos pertahanan Sekutu – tidak bisa ditafsirkan lain kecuali akibat dorongan semangat Resolusi Jihad yang dikumandangkan PBNU pada 22 Oktober 1945, empat hari sebelum pertempuran. Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 itulah yang kiranya telah menyulut api pertempuran antara penduduk Surabaya dengan pasukan Sekutu pada sore hari 26 Oktober 1945, 68 tahun silam.
You have read this article Sejarah
with the title Momentum Resolusi Jihad: Pertempuran Awal Perang Surabaya 26 Oktober 1945. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/10/momentum-resolusi-jihad-pertempuran.html. Thanks!
No comment for "Momentum Resolusi Jihad: Pertempuran Awal Perang Surabaya 26 Oktober 1945"
Post a Comment