Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Showing posts with label Agama. Show all posts
Showing posts with label Agama. Show all posts
Wednesday 12 March 2014

Tanda Kiamat Sughro Sudah Datang?


   
Letusan Gunung Berapi - Ujian atau Adzab?
Sebagian tanda-tanda hari kehancuran yang disebut kiamat  ada yang digolongkan tanda-tanda besar dan ada yang digolongkan tanda-tanda kecil. Tanda-tanda yang tergolong besar adalah: (1).Hijaunya bumi Arafah; (2) Lahirnya anak-anak haram (zadah) hasil perbuatan zinah; (3) Keluarnya sejenis makhluk  dari perut bumi yang disebut Dabbatul Ardh; (4) Bumi Hijaz diliputi  asap tebal; (5)
Munculnya nabi-nabi palsu yang jumlahnya  30 orang; (6) Terjadi perang besar di kawasan Kaukasus; (7)
Ka’bah runtuh akibat diserang oleh orang Habasyah; (8) Terjadi tiga kali gempa bumi hebat; (9).Ibu-ibu membunuh anak kandungnya; (10).Kekuasaan Dajjal merajalela; (11). Imam Mahdi muncul; (12). Nabi Isa A.S. turun ke bumi untuk membunuh Dajjal; (13).Keluar dan merajalelanya suku pembuat kerusakan Ya’juj dan Ma’juj; (14).Al-Quran dan ilmu-ilmu agama diangkat dari pengetahuan manusia; (15).Matahari terbit dari ufuk barat; (16) Suara  tiupan sangkakala pertama terdengar,


Gempa Bumi - Ujian atau Adzab?
          Sebagian di antara tanda-tanda yang tergolong kecil adalah: (1).Banyak terjadi perceraian; (2). Banyak terjadi kematian mendadak (kecelakaan, penyakit menular, bencana alam); (3). Quran diberi hiasan indah dengan tinta emas; (4). Masjid-masjid dibangunkan dengan megah dan mewah dan dijadikan kebanggaan; (5). Janji  diingkari; (6). Transaksi tidak dipatuhi; (7).  Musik-musik dimainkan dengan nyanyian; (8). Aneka  jenis khamr (arak, narkoba, ganja) dikonsumsi manusia; (9). Perzinahan dilakukan dengan terang-terangan; (10). Orang-orang jahil, khianat dan fasik diberi kepercayaan menjadi pemimpin; (11). Orang-orang  yang amanah dianggap sebagai pengkhianat; (12). Pena-pena (buku) tersebar di mana-mana; (13). Pasar-pasar (Ruko, Toko, Mall, Plaza, Super Market, Hypermaart) muncul berdekatan; (14). Pertumpahan darah dianggap perkara sepele; (15). Riba merebak di mana-mana; (16). Penaklukan Baitul Maqdis; (17). Munculnya kekejian gampang memutuskan silaturahmi  dan hubungan dengan tetangga sangat tidak baik; (18). Orang menuntut ilmu untuk tujuan mencari  pangkat dan kedudukan; (19) Maraknya ahli ibadat yang jahil dan ulama yang fasik; (20).Banyak orang soleh meninggal dunia; (21).Orang hina berderajat rendah mendapat kedudukan terhormat; (22). Orang \mengucapkan salam hanya kepada orang yang dikenalnya saja; (23).Banyak wanita berpakaian tertutup tetapi hakikatnya telanjang; (24).Bulan sabit terlihat besar; (25).Kabar bohong dan  dusta serta manipulasi  dalam penyampaian berita marak di mana-mana; (26). Banyak saksi palsu dan kesaksian yang benar disembunyikan; (27).Negara Arab yang gersang menjadi padang rumput dengan sungai-sungai mengalir;
Tsunami - Ujian atau Adzab?
(28).’Binatang buas’ berbicara dengan manusia; (29).Banyak manusia mewarnai rambutnya; (30).Kekayaan dunia dikuasai segelintir orang tanpa hak  dan orang tanpa rasa takut melakukan tindak korup dan mengambil harta secara tersembunyi; (31).Akan terdapat banyak pembual yang suka mengkritik, menyebar-cerita, munafik, dan pengejek sinis dalam masyarakat; (32).Homoseksual merajalela; (33).; Cinta kasih dicabut dari hati ibu; (33).Sifat amanah menghilang; (34).Orang merasa berat menjalankan syariah, di mana zakat dijadikan hutang; (35).Lelaki lebih taat kepada  isterinya dan  durhaka terhadap  ibunya; (36).Laki-laki bersikap kasar kepada bapaknya tetapi bersikap ramah terhadap rekannya; (37).Suara-suara terdengar nyaring  di masjid-masjid; (38).Laki-laki dihormati bukan karena budi pekerti dan kebaikan akhlaqnya tetapi lebih karena takut akan kejahatannya; (39).Hujan tidak sesuai musim dan angin datang merusak.
Magma di perut bumi siap dihamburkan ke permukaan bumi
       Apakah sebagian tanda-tanda kiamat itu – Kiamat Kubro (besar) maupun Kiamat Sughro (kecil) -- sudah menghampiri kita? Yang pasti kasus anak lahir hasil perzinahan yang dibuang, suami takut isteri, homoseksualitas, orang hina mendapat kedudukan terhormat, orang khianat dan fasik menjadi pemimpin, orang sholeh meninggal dunia, banyak pembual yang pintar mengkritik dan mencela, sifat amanah menghilang pada dasarnya sudah marak bermunculan dan terpublikasi sejak era reformasi dengan teknologi informasi. Bahkan belakangan, kasih ibu sudah tercabut dengan maraknya ibu-ibu membunuh anak kandungnya, kemunculan ulama berkelakuan bejat pamer adegan seksual di media sosial, banyak pasar muncul dengan jarak dekat, dan tanda kiamat lain sudah bermunculan sambung-menyambung. Sungguh, cukup pantas jika tanda-tanda kiamat sughro yang menyengsarakan dan membinasakan komunitas bangsa ini bermunculan dalam bentuk tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran massal, angin puting beliung,perkelahian massal, kabut asap yang mencekik,  kecelakaan massal, gunung meletus, penyakit, dan bencana yang lain yang akan terus bersambung dan susul-menyusul….. (agus sunyoto).   





You have read this article Agama with the title Agama. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2014/03/tanda-kiamat-sughro-sudah-datang.html. Thanks!
Saturday 22 February 2014

Al-Mihrab:


 

 T A Q W A

Oleh: Ustadz Nadzirien
             Allah swt berfirman : “dan barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS.Ath-Thalaq : 4)
          Umar bin Khathab ra suatu ketika melakukan perjalanan dari Madinah ke Makkah. Di tengah jalan, beliau menjumpai seorang penggembala kambing yang miskin. Umar  ingin menguji ketaqwaan pemuda yang miskin itu.
      
   Umar berkata kepadanya : “ maukah engkau menjual satu dari kambingmu yang banyak itu?”
Pemuda itu dengan tegas menjawab : ”Aku bukan pemilik kambing-kambing ini. Aku hanyalah budak penggembala”.
        Umar menggoda lagi : ”Katakan saja kepada tuanmu bahwa seekor serigala telah datang memakannya”.
         Lalu sangat tegas pemuda itu menjawab : ”Lalu di manakah Allah?”
         Umar pun menangis, dan keesokan harinya ia menemui tuannya dan pemuda itu dibelinya dari tuannya, kemudian dimerdekakan (dibebaskan dari perbudakan).
         Allah SWT berfirman :” Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyir : 18)
Rasulullah Saw bersabda : “ ..taqwa itu disini, seraya menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali..” (HR.Muslim)


       Rasulullah Saw bersabda : “seorang hamba tidak dapat mencapai derajat taqwa, sehingga meninggalkan apa yang tidak berdosa, semata-mata karena khawatir terjerumus dala, dosa”. (HR.Tarmidzi,Ibnu Majah)
    Suatu ketika, Umar bin Khaththab r.a bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang taqwa.
    Ubay balik bertanya :”Apakah engkau tidak pernah berjalan di tempat yang penuh duri?”
     Umar menjawab : “Ya.”
    Ubay bertanya lagi : “Lalu apa yang engkau perbuat?”
       Umar menjawab :”Aku sangat berhati-hati dan sangat bersungguh-sungguh menyelamatkan diri dari duri itu.”
         Ubay menimpali : “Itulah gambaran taqwa.”
    Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa taqwa adalah takut dan  menghindari  apa yang diharamkan Allah, dan menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah. Taqwa berarti kewaspadaan, menjaga benar-benar perintah dan menjauhi larangan.
        Berkata Umar bin Abdul Aziz : “Ketaqwaan itu bukan sekedar puasa di siang hari dan beribadah di malam hari. Tapi taqwa itu meninggalkan apa yang dilarang Allah mengerjakann apa yang diwajibkan-Nya.”

KEUTAMAAN TAQWA
1.Termasuk golongan orang-orang mulia di sisi Allah SWT
•Allah berfirman: “ sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu”. (QS.Al-Hujaraat : 13)
•Rasulullah saw bersabda : “..kemuliaan dunia adalah kekayaan dan kemuliaan akhirat adalah ketaqwaan..” (HR.Dailami)
2.Dijaga dari kejahatan musuh
•Allah swt berfirman : “jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”. (QS.Ali-Imran : 120)
3.Mendapatkan pertolongan dan kemenangan
•Allah swt berfirman : “sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan “. (QS.An-Nahl : 128)
Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang  besar. (QS.Al-Azhab : 71)
4.Diselamatkan dari kesulitan dan mendapatkan rezeki yang tak terduga
•Allah swt berfirman : “ barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS.Ath-Thalaaq : 2-3)
5.Akan diperbaiki amal-amalnya dan diampuni dosa-dosanya
•Allah swt berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan dengan benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu..” (QS.Al-Ahzab : 70:71)
•Rasulullah saw bersabda : “bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya menghapusnya. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang luhur”. (HR.Tarmidzi)
6.Dicintai Allah SWT
•Allah swt berfirman :”..sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa .” (QS.At Taubah : 4)
7.Diterima amal ibadahnya
•“..sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertaqwa”. (QS.al Maidah : 27)
8.Memperoleh kabar gembira menjelang kematian
•Allah swt berfirman : “(yaitu) orang-orang beriman dan mereka selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat.” (QS.Yunus : 63-64)
9.Kunci segala kebaikan
•Rasulullah bersabda :” bertaqwalah kepada Allah karena taqwa itu mengumpulkan segala kebaikan, dan berjihadlah di jalan Allah karena itu adalah kerahiban kaum muslimin, dan berdzikirlah kepada Allah serta membaca kitab-Nya karena itu adalah cahaya bagimu  di dunia dan ketinggian sebutan bagimu di langit. Kuncilah lidah kecuali untuk segala hal yang baik. Dengan demikian kamu dapat mengalahkan setan”. (HR.Thabrani )
10.Dianugerahi ilmu laduni (ilmu yang diajarkan langsung oleh Allah)

•Allah swt berfirman : “dan bertaqwalah kepada Allah, Allah akan mengajarkan kepadamu (ilmu).” (QS. Al baqarah : 282)
11.Selamat dari neraka
•Allah swt berfirman : “kemudian kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dan menbiarkan orang-orang yang dhalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”. (QS.Maryam : 72)
12.Kekal abadi di dalam surga
•Allah swt berfirman : “ dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”. (QS.Ali Imran : 133)
•Rasulullah saw ditanya tentang sebab-sebab paling banyak yang memasukkan manusia ke dalam surga.  beliau menjawab : “ketaqwaan kepada Allah dan Akhlak yang baik.” Beliau ditanya lagi : “apa penyebab banyaknya manusia masuk neraka?” Rasulullah menjawab : “mulut dan kemaluan.” (HR.Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
13.Dimasukkan golongan keluarga Nabi saw
•Rasulullah saw bersabda : “tiap orang yang bertaqwa termasuk keluarga Muhammad”. (HR.Thabrani dan Baihaqi)
•Seorang penyair sufi megatakan : “ Mengenal  tuhan tapi membelakangi-Nya, bukanlah itu celaka namanya, kaya di dunia bukanlah kemuliaan, kemuliaan yang haqiqi adalah ketaqwaan. Barang siapa bertaqwa kepada Allah, mendapat keuntungan yang berlimpah ruah”

Doa agar diberikan ketaqwaan :
    Allahumma innii as’aluka al-huda wat-tuqaa wal-‘afaaf wal-ghina
    “Ya Allah aku memohon kepada-Mu, petunjuk, ketaqwaan, terpelihara (dari hal-hal yang diharamkan) dan kekayaan”. (HR.Muslim)
_______________________________________________________________________________

BAHTSUL AL-MASAAIL:

Ust.M.Ridlwan Qoyyum Sa’id

1.Pertanyaan: Apakah Pelumas/ oli menghalangi air wudlu sampai ke kulit kita? (Anas-Kediri)
   Jawaban: Jika pelumas tersebut cair, maka bukan termasuk penghalanga (wudlunya sah)
            Jika bentuknya padat (semisal: stenved), maka termasuk penghalang (wudlunya tidak sah).
    Referensi: Busyro al-Karim Juz 1 hal.28.

2.Pertanyaan: Saat haidl bolehkah guru TPA/TPQ memegang buku Iqro’? (Tutik – Kras, Kediri).
   Jawab: Membawa buku seperti IQRO’, QIRAATI, DIROSATI, TARTILI, AN-NAHDHIYI dan sejenisnya bagi wanita yang sedang haidl diperbolehkan (tidak haram) karena penulisannya untuk ta’lim wa ta’allum (belajar/mengajar al-Qur’an) bukan untuk diraasah (deresan).
    Referensi: Haasyiyah al-Baajuri Juz 1 hal: 117.

3.Pertanyaan: Bagaimana hukumnya menggoyang-goyangkan badan karena asyiok mendengarkan sholawatan dan bagaimana pula hukumnya goyangan yang  kurang sopan/ mirip goyang dangdut (Bagus – Nganjuk).
Jawab: Menggoyangkan badan bagi kaum lelaki diperbolehkan dengan syarat:
-    Tidak berlebihan dan sopan
-    - Tidak lemah gemulai
-    - Tidak menyerupai gerakan wanita
-    - Tidak menyerupoai syiar orang-orang fasik (missal: goyang dangdut).
Sedangkan bagi para wanita diharamkan menggoyangkan tubuhnya di hadapan/ di dekat para lelaki secara mutlak (kecuali di hadapan suaminya sendiri).
Referensi: Al-Madzahib al-Arba’ah Juz 2 hal 43
            Al-Fatawi al-Kubra Juz 4 hal 356
You have read this article Agama with the title Agama. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2014/02/al-mihrab.html. Thanks!
Tuesday 22 October 2013

Bertawassul Wajib atau Haram?

 Oleh: K Ng H Agus Sunyoto
Baitullah sebagai perantara atau wujud tuhan
           Berbeda dari hari-hari biasa, pada Kamis pagi 24 Oktober 2013 usai mengikuti Kuliah Subuh, ustadz Dul Wahab beserta 20 orang pengikutnya meminta para santri untuk menyalakan TV channel Trans-7 TV yang menayangkan program Khazanah yang bertema Istighotsah dan Tawassul. Para santri yang keheranan dengan permintaan ustadz yang secara terbuka pernah berfatwa mengharamkan TV itu menghidupkan TV. Keanehan yang mengherankan itu menyebar cepat dan dalam tempo singkat, aula pesantren sufi sudah penuh sesak dijejali para santri. Sementara Sufi Sudrun, Sufi Kenthir, Sufi tua, dan Dullah terlihat tidur mendengkur di teras mushola.
     Setelah tayangan Khazanah usai, salah seorang murid ustadz Dul Wahab mematikan TV dan tanpa ada yang meminta ustadz Dul Wahab berdiri menyampaikan ‘tausiah’ mengomentari tayangan khazanah. Dengan mengutip al-Qur’an surah as-Syu’ara: 11, az-Zumar: 3, al-Ahqaf: 5 – 6, al-Israa’:56 – 57,as-Syu’ara: 70-74, dan an-Naml: 80 sebagaimana tayangan Khazanah, ustadz Dul Wahab tegas menyatakan bahwa semua amaliah yang dilakukan orang-orang yang melakukan doa dengan tawassul tidak saja tertolak melainkan sudah menuju kepada kemusyrikan yang menyesatkan. “Orang-orang yang sudah mati tidak bisa mendengarkan doa-doa orang hidup. Kalau pun Rasul pernah berkata-kata kepada mayat orang kafir Quraisy, maka itu adalah mu’jizat yang hanya dimiliki Rasul,” kata ustadz Dul Wahab.


    “Maaf ustadz,” sahut Roben menyela sambil mengacungkan tangan,”Berarti tawassul kepada Rasulullah Saw juga terlarang ya, karena Rasulullah Saw bukan Tuhan?”
    “Tepat sekali,” sahut ustadz Dul Wahab tegas,”Semua doa hanya ditujukan kepada Allah. Allah. Allah. Tidak kepada yang lain.”
    “Maaf ustadz, apakah orang sholat itu mutlak hanya kepada Allah?” sergah Roben.
    “Ingatlash doa iftitah saat kalian memulai sholat: Inna sholaatii wa nusukii wamahyaaya wamamaati lillahi robbil ‘alamiin laa syariika lahu wabidzaalika umirtu wa ana minal muslimiin. Jelas semua ibadah sholat itu untuk Allah dan dihadapkan kepada Allah Robbul ‘alamiin,” sahut ustadz Dul Wahab memberi penjelasan.
     “Maaf ustadz,” sahut Roben merendahkan suara,”Apakah waktu duduk tasyahud sampeyan membaca sholawat kepada Nabi Muhammad Saw?”
    “Ya pasti itu,” sahut ustadz Dul Wahab kaget.
    “Apakah waktu tasyahud akhir sebelum salam sampeyan membaca sholawat Ibrahimiyyah?”
    “Mmm tentu saja.”
    “Untuk apa sholawat dibaca dalam sholat? Bukankah sholat itu hanya kepada Allah? Allah? Allah?,” sergah Roben dengan suara tinggi,”Bagaimana ada dua nama manusia disebut-sebut dalam sholat yang hanya kepada Allah? Allah? Alllah? Apakah itu tidak musyrik?”
    “O tidak, karena itu yang diajarkan Rasulullah. Jadi apa pun yang diajarkan Rasulullah harus diikuti seratus persen,” kata ustadz Dul Wahab menjelaskan.
    “Maaf ustadz,” sahut Marholy menyela,”Bagaimana sampeyan tahu bahwa sholat itu diajarkan oleh Rasulullah Saw? Bukankah jarak kita sekarang ini dengan Rasulullah Saw sudah 1400 tahun? Bagaimana sampeyan bisa mengklaim semua yang sampeyan amalkan itu dari Rasulullah Saw seolah-olah sampeyan pernah ketemu langsung dengan beliau?”
    “Ya dari riwayat yang diwariskan sejak sahabat sampai ulama shalafus sholih hingga sampai ke kita sekarang ini,” kata ustadz Dul Wahab.
    “Maaf ustadz,” sahut Johnson menyela,”Saya seorang sarjana arkeologi. Saya ingin tahu, apakah kitab-kitab yang anda sebut dari sahabat-sahabat Nabi yang hidup pada abad ke-7 dan ulama shalafus shalih yang hidup pada abad ke-8 dan ke-9 itu anda punya? Soalnya, saya sudah siapkan dana enamratus juta untuk membeli naskah-naskah tua dari abad ke-9 sampai ke-12. Nah apalagi kalau ada yang dari abad ke-7, ke-8, ke-9 tentu akan saya beritahu om saya yang seorang kolektor barang antik yang sudah menyiapkan dana miliaran rupiah.”
    “Wah saya tidak punya naskah aslinya, tapi kitab yang saya jadikan rujukan itu dicetak berdasar naskah kuno yang haqq,” sahut ustadz Dul Wahab.
    “Menurut saya, naskah yang anda punya adalah cetakan baru berdasar salinan naskah lama sebelumnya, yang naskah itu juga salinan dari naskah yang lebih lama yang disalin dari naskah-naskah yang tidak diketahui lagi mana aslinya. Jadi dengan fakta menunjuk kitab-kitab yang anda jadikan dasar hujjah itu kitab-kitab terbitan baru, kami secara jujur mengatakan tidak mempercayai klaim kebenaran yang anda ajukan untuk mendukung argument-argumen anda khususnya soal tawassul,” kata Johnson.
    “Kenapa kamu tidak mempercayai kitab-kitab yang kami jadikan sandaran hujjah?”
    “Pesantren ini pernah membentuk sebuah tim,” sahut Johnson menjelaskan,”Tugas tim itu meneliti kebenaran buku Syaikh Idahram yang berjudul ‘MEREKA MEMALSUKAN KITAB-KITAB KARYA ULAMA KLASIK: EPISODE KEBOHONGAN PUBLIK SEKTE SALAFI WAHABI’ terbitan LKiS Jogja tahun 2011. Ternyata apa yang diungkapkan Syaikh Idahram itu benar, bahkan hadits-hadits shahih pun diobrak-abrik untuk disesuaikan dengan faham Salafi Wahabi. Jadi dengan segala hormat, maafkan kami yang tidak percaya dengan uraian anda karena kitab-kitab yang anda jadikan rujukan tidak terjamin kejujuran dan otentisitasnya.”
    Ustadz Dul Wahab termangu-mangu dengan wajah diliputi kemarahan. Namun sebelum ia berkata-kata mengungkapkan pembelaan, Sufi Sudrun yang mendengkur tiba-tiba bangun dan berkata lantang,”Aku punya kitab cetakan dari salinan kitab yang ditulis Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi yang berjudul Kasyfu as-Syubuhat. Aku yakin kitab itu otentik dan tidak diubah-ubah isinya.”
    “Maaf kang,” sahut Johnson,”Apa isi kitab itu?”
    “Biasa, tentang kesesatan orang yang bertawassul dan meminta syafaat, serta amaliah terkutuk orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah, seolah-olah Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi adalah nabi yang punya wewenang menafsirkan al-Qur’an setelah Rasulullah Saw,” jawab Sufi Sudrun.
    “Menurut sampeyan, bagaimana dengan tawassul?”
    “Wajib bagi mereka yang faham Tauhid tapi haram bagi yang goblok dan buta Tauhid.”
    “Lha bagaimana sampeyan bisa berpendapat seperti itu?” sergah Johnson heran.
    “Orang goblok, apalagi badui sombong, mengimajinasikan khayalannya bahwa manusia bisa langsung berhubungan dengan Allah, dengan dasar ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan secara naïf dan konyol,” kata Sufi Sudrun.
    “Memangnya manusia tidak bisa berhubungan langsung dengan Allah?” tanya Johnson.
    “Kamu yakin al-Qur’an itu Sabda Allah?”
    “Haqqul yaqiin, kang,” sahut Johnson.
    “Apakah Allah satu saat pernah bersabda langsung kepada manusia, terus sabda itu dicatat dan dibukukan sebagai al-Qur’an? Apakah seperti itu sejarah lahirnya Sabda Allah yang disebut al-Qur’an?” kata Sufi Sudrun dengan suara tinggi.    
    “Tentu tidak, kang.”
    “Apakah Sabda Allah yang disebut al-Qur’an itu sudah berbentuk mushaf yang melayang-layang jatuh dari langit dan diterima Nabi Muhammad Saw di bumi?” tanya Sufi Sudrun.
    “Tentu tidak, kang.”
    “Nah ustadz,” kata Sufi Sudrun menghadap ke arah ustadz Dul Wahab,”Menurut sampeyan bagaimana Sabda Allah yang disebut al-Qur’an itu bisa sampai kepada manusia?”
    “Lewat wahyu yang disampaikan kepada Muhammad Rasulullah,” sahut ustadz Dul Wahab.
    “Langsung dari Allah kepada Rasulullah Saw?”
    “Tidak, sebagian melalui perantara malaikat Jibril.”
    “Sabda Allah itu disampaikan Rasulullah kepada manusia dalam bentuk apa? Maksudnya, apakah dalam bentuk tulisan-tulisan di atas lempengan batu, pelepah kurma, kayu yang dibawa Jibril dan diserahkan kepada Rasulullah?” tanya Sufi Sudrun.
    “Tentu tidak seperti itu,” sahut ustadz Dul Wahab.
    “Melalui cara apa?” sergah Sufi Sudrun mendesak.
    “Dari lisan Muhammad Rasulullah.”
    “Sabda Allah, Tuhan seru sekalian alam disampaikan kepada manusia melalui lisan Rasulullah Saw?” tukas Sufi Sudrun dengan suara ditekan tinggi,”Siapakah Muhammad itu? Kenapa dia bisa mewakili Allah bicara kepada manusia? Siapakah sejatinya Muhammad Saw?”
      “Wasilaaaah…” seru para santri serentak.
    Sufi Sudrun mengacungkan ibu jari sambil berkata keras,”Amaliah ibadah apa pun yang dilakukan orang Islam yang mengaku beriman, tidak akan sampai kepada Allah Roobul Izzati yang tidak bisa didekati pikiran dan pancaindera karena Eksistensi-Nya yang ‘laisa kamitslihi syaiun’, kecuali melalui wasilah (Q.S.Al-Maidah: 35) yang jelas dan terang yang menjadi perantara Tuhan bersabda kepada manusia…dia adalah..”
    “Muhammad Rasulullah Saw .” seru para santri serentak.

You have read this article Agama with the title Agama. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/10/bertawassul-wajib-atau-haram.html. Thanks!
Thursday 3 October 2013

Banyak Bid'ah, Jama'ah Haji Indonesia Amaliahnya Tertolak?

Arak-arakan Tradisi Naik Haji
         Jum’at pagi, di tengah kesibukan para santri kerja bhakti membersihkan mushola dan aula pesantren, tiba-tiba Sufi Jadzab yang bersama Sufi Sudrun menonton program Khazanah di  TV Trans7 menangis tersedu-sedu.  Roben, Marholi, Niswatin, Mullberrie, Daitya,  dan Azumi  yang heran dengan membawa sapu, lap, kemucing, dan kain pel buru-buru mendekati Sufi Jadzab.  Lalu dengan suara direndahkan Roben  bertanya,”Ada apa mbah sampeyan menangis keras seperti orang  kematian keluarga?”
    “Itu..itu,” sahut Sufi Jadzab menunjuk ke arah televisi,”Orang di TV itu bilang kalau amaliah ibadah haji Jama’ah Indonesia tertolak karena menambah-nambah amalan yang tidak dicontohkan Rasulullah Saw. Huh u hu, kasihan saudara-saudaraku yang sudah susah-payah ibadah ternyata amaliahnya ditolak. Bukan hanya sat orang, tapi 240.000 orang tertolak semua. Hu hu hu.., Tuhan tidak adil, orasng ibadah susah-payah kok ditolak.”
    “Kurang ajar, apa orang di TV itu Tuhan berani memastikan amaliah ibadah orang ditolak atau tidak?” seru Roben diikuti teriakan marah Marholi, Niswatin, Daitrya dan Azumi.

    “Tenang..tenang dulu,” sahut Sufi Sudrun menenangkan,”Jangan emosi mendengar tangisan Mbah Kasyful Mahjub. Sebaiknya, kalian lihat siaran ulang tayangan Khazanah tadi yang direkam,” lanjut Sufi Sudrun memutar ulang hasil rekaman program khazanah.

Mengantar Sampai Pesawat Take Off
         Dengan menahan perasaan semua menonton tayangan ulang program khazanah yang menggambarkan bagaimana jama’ah haji Indonesia memiliki kebiasaan-kebiasaan khas: sebelum berangkat haji selalu mengadakan pengajian-pengajian, selamatan, diantar oleh puluhan keluarga yang menggunakan aneka kendaraan termasuk bus-bus yang satu kendaraan sewanya sampai tiga juta rupiah. Setelah digambarkan sewaktu thawaf, jama’ah biasa dibimbing seorang pemandu yang membaca doa-doa dan diikuti jama’ah. Doa yang dipanjatkan beraneka macam, padahal yang diajarkan Rasulullah Saw pada waktu thawaf  hanya doa “Robbana atina fii dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qiina adzaban naar” tidak ada doa lain. Doa untuk haji yang dicontohkan Rasulullah Saw : Allahumma ja’ala hajjan mabrurah wa sya’ban masykura’. Dan yang lazim dilakukan jama’ah haji Indonesia, setelah selesai ‘thawaf wadah’ langsung berbelanja. Saking sukanya jama’ah Indonesia berbelanja, di Saudi Arabiah jama’ah Indonesia diberi gelar “Raja Belanja”.
    Semua yang dilakukan jama’ah haji Indonesia memang berbeda dengan jama’ah haji dari Negara lain. Yang pasti dalam satu hadits yang diriwayatkan Bukhari, dikisahkan Rasulullah Saw bersabda,”Bahwa siapa yang mengada-adakan amalan (yang tidak pernah aku jalankan), maka amalannya tertolak.”
    “Menurutku pandangan Mbah Sufi Jadzab tidak salah,” sahut Roben dengan suara ditekan,”Karena aku pun berpikir, tayangan itu dengan cara ‘halus’ ingin mengajukan pandangan bahwa amaliah jama’ah haji Indonesia ketika menunaikan ibadah haji adalah amaliah bid’ah yang tertolak.Wahabi selalu mengulang-ulang dalil yang sama yang dipungut dari Hadits Bukhari dan Muslim: “Setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat; barangsiapa yang di dalam agama kami mengadakan sesuatu yang tidak dari agama ia tertolak.” Ya dalil itu yang terus menerus diputar ulang.”
     “Wahabi pasti tidak mau mengakui penjelasan Imam Syafi’i yang mengutip riwayat Abu Nu’aim yang mentakan,”Bid’ah itu ada dua macam. Bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Bid’ah yang sesuai dengan sunnah, itulah bid’ah yang terpuji. Sedangkan bid’ah yang menyalahi sunnah, dialah bid’;ah yang tercela.” Wahabi juga tidak mau mengakui riwayat al-Baihaqi dalam Manaqib al-Imam as-Syafi’i,”Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama, perkara-perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Hadits, atsar atau ijma’. Itulah bid’ah dhalalah. Kedua, perkara-perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah satu dari yang disebutkan tadi maka bid’ah yang seperti itu tidaklah tercela.”
    “Sudah Ben, gak usah terlalu jauh nanggapi Wahabi dengan hujjah-hujjah, “sahut Marholi ketawa,”Kita putar ulang saja rekaman khazanah. Nanti pada bagian tertentu akan kita ulang-ulang sampai kita faham.”
    Rekaman tayangan program khazanah diulang. Dan saat sampai pada narrator melafazkan doa “Allahumma ja’ala hajjan mabrura wa sya’ban maskurah’ dihentikan dan diulang sampai tiga kali. Seketika Roben, Niswatin, Daitya, Mullberrie, dan Azumi berseru serentak,”Itu bid’;ah super dhalalah.”
Jama;ah Haji Thawaf-doc.1918
“He bagaimana kalian menyebut ucapan narrator itu bid’ah dholalah?”
    “Dia mengubah redaksi doa ‘Sa’yan masykura’ menjadi ‘Sya’ban maskura’. Itu bid’ah super dholalah, karena kata "sa’yan" dengan kata "sya’ban" sangat jelas jauh  bedanya. Lagi pula kata "Sya’ban" tidak ada hubungannya dengan doa haji,” sahut Daitya mewakili teman-temannya.
    “Ada lagi yang super bid’ah,” sahut Marholi.
    “Apa itu?” seru Roben dan Azumi ingin tahu.
    Marholi memutar bagian ibadah "thawaf wadah" dua kali. Roben, Niswatin, Mullberrie, Daitya, dan Azumi pun serentak berseru,”Itu juga bid’ah maha dholalah. Karena dalam Islam tidak ada ibadah "thawaf wadah" yang ada adalah thawaf wada’. Nah kalau thawaf wada’ diganti menjadi thawaf wadah, yang dimaksud wadah-nya apa? Wadah-nya pahala atau wadah-nya dosa?”
    Semua ketawa. Setelah gaduh sebentar oleh gelak tawa, Sufi Sudrun berkata,”Jadi kalian tidak perlu menanggapi serius semua yang disampaikan orang Wahabi. Soalnya, makraj dan tajwid mereka saja sudah payah. Narratornya pasti tidak secuil pun faham nahwu sharaf apalagi balagha. Jadi kalau kualitas orang seperti itu menyampaikan kebenaran agama dengan didasari semangat ‘ana khoiru minhu’ al-Iblisi, kisruhlah yang terjadi kalau ditanggapi.”
    Sufi Jadzab ketawa mendengar penjelasan Sufi Sudrun. Niswatin, Roben, Marholi, Daitya, Mullberrie, dan Azumi pun ikut ketawa seperti melihat tayangan humor.

Posted by Agus Sunyoto



You have read this article Agama with the title Agama. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/10/banyak-bid-jama-haji-indonesia.html. Thanks!
Sunday 18 August 2013

Mimpi Rasulullah Saw Tentang Dua Pendusta Sesat

           Suatu hari Rasulullah Saw sedang membagi-bagi ghonimah ketika muncul seorang lelaki desa (badui) berdahi menonjol  dengan kedua mata membelalak lebar, alis tebal, pelipis menggembung, kepala botak, jenggot lebat serabutan, berjubah tinggi, yang berseru : "Berbuat adillah hai Muhammad!"
Mendengar teguran itu Rasulullah Saw dengan nada marah berkata : "Celakalah engkau, kalau aku sudah tidak berbuat adil, siapa lagi yang akan berbuat adil?”  saat itu berkata Khalid bin Walid ra,
“Biar aku memenggal leher orang ini wahai rasulullah!” tapi Rasul Saw melarangnya sambil berkata, “Akan lahir dari keturunan orang ini suatu  kaum yang membaca al-Qur'an, tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari agama seperti  anak panah tembus keluar dari badan hewan buruan. Mereka  memerangi orang Islam tapi  mereka membiarkan para penyembah berhala. Kalau  aku menemui mereka,  niscaya akan kuperangi mereka sebagaimana diperangi kaum 'Ad (HR.Bukhari, Muslim, Abu Dawud).”

          Diriwayatkan bahwa satu kali Rasulullah Saw di hadapan sahabat-sahabat dan utusan dari Syam dan Yaman berdoa,”Wahai Allah.. berkahilah negeri Syam kami dan berkatilah negeri Yaman kami", maka tanpa diminta berkata seorang laki-laki badui melanjutkan doa,”Dan negeri Najd kami juga.” Rasulullah Saw mengulangi doanya tanpa menyebut negeri Najd, tetapi laki-laki badui itu melanjutkan lagi doanya untuk “Najd kami”,   dan Rasulullah Saw berdoa lagi dengan tanpa menyebut negeri Najd. Ketika  orang badui itu mendesak lagi agar negeri Najd disebut dalam doa Rasulullah Saw,  maka Rasulullah Saw bersabda,”Di sanalah akan muncul kekacauan dan fitnah. Di sanalah akan terbit tanduk setan,” sambil Rasulullah Saw menunjuk ke arah timur Madinah. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud “tanduk setan” oleh Rasulullah Saw adalah dua orang penyesat umat yang berasal dari arah timur Madinah, yaitu negeri Najd.
         Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.,yang berkata: pada suatu hari Musailimah Al-Kadzab datang ke Madinah pada zaman Nabi saw. dan berkata: Jika Muhammad menyerahkan kepemimpinan kepadaku sepeninggalnya niscaya aku mau menjadi pengikutnya. Lalu Musailimah datang lagi (ke Madinah) bersama beberapa orang dari kaumnya kemudian Nabi saw. dengan Tsabit bin Qais bin Syammas berangkat menemuinya sambil membawa sepotong pelepah kurma sampai beliau berdiri di hadapan Musailimah beserta teman-temannya lalu bersabda: Sekalipun kamu meminta kepadaku sepotong kayu ini, tidak akan aku berikan kepadamu dan aku tidak akan melanggar perintah Allah dalam berurusan denganmu. Jika kamu berpaling, niscaya Allah akan membinasakanmu. Sesungguhnya aku telah memimpikan kamu dan kamu telah diperlihatkan kepadaku dalam mimpi itu. Dan ini Tsabit bin Qais yang akan memberikan jawaban kepadamu. Kemudian beliau beranjak pergi meninggalkan Musailimah. Ibnu Abbas berkata: Aku bertanya tentang sabda Nabi saw.: Sesungguhnya aku telah memimpikan kamu dan kamu telah diperlihatkan kepadaku dalam mimpi itu. Lalu Abu Hurairah mengabarkan kepadaku bahwa Nabi saw. bersabda: Ketika sedang tidur aku bermimpi melihat sepasang gelang emas berada di tanganku. Sepasang gelang tersebut sangat menarik perhatianku. Dalam tidur aku mendapat wahyu supaya meniup sepasang gelang tersebut. Setelah aku tiup ternyata sepasang gelang tersebut terbang. Aku tafsirkan mimpi itu dengan akan munculnya dua pembohong sepeninggalku. (Shahih Muslim No.4218).
Posted by Izzulfikri M. Anshorullah




You have read this article Agama with the title Agama. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/08/mimpi-rasulullah-saw-tentang-dua.html. Thanks!
Friday 2 August 2013

Qalbu - dalam ranah sufisme

        Hadits  Bukhari & Muslim dari Nu’man bin Basyir, yang berbunyi:
         ‘’Ketahuilah, di dalam jasad ada mudzghah (segumpal daging)  yang jika dia baik maka baiklah seluruh jasadnya, dan jika dia  jelek maka jeleklah seluruh jasadnya. Ketahuilah dia   itu adalah Qalb.’’
    Hadits ini dimaknai oleh orang-orang yang berpikir tekstual berkaitan dengan organ bersifat fisik yang disebut jantung. Kaum sufi, tidak menggunakan makna Al-Qalbu (hati) dengan menunjuk organ fisik yang terdapat di dalam dada manusia yang disebut jantung. Kaum sufi memberi makna Al-Qalbu sebagai substansi yang bukan materi yang berfungsi untuk mengenal segala sesuatu serta memiliki kemampuan untuk merefleksikan sesuatu sebagaimana cermin yang memantulkan gambar-gambar. Pemaknaan Al-Qalbu sebagai sesuatu yang bukan materi didasarkan pada Hadits: “Ketahuilah, di dalam jazad ada al-mudzghah, di dalam al-mudzghah ada Al-Qalbu, di dalam Al-Qalbu ada Fuad, di dalam Fuad ada Ruh, di dalam Ruh ada Sirr, di dalam Sirr ada Akfa, di dalam Akfa ada Aku (Inna fii al-jazad al-mudzghah, wa fii mudzghah al-qalb, wa fii al-qalb fuad, wa fii fuad ar-ruuh, wa fii ruuh sirr, wa fii sirr akfa, wa fii akfa ana). 

    Hati (Al-Qalbu) adalah sumber cahaya atau sumber dari ma’rifat, yang di dalamnya terdapat tujuh kota cahaya. Tujuh kota itu dikelilingi oleh Nuur Al-Awwal, di mana cahaya pertama itu dimuliakan di dalam pusat hati. Setiap kota dari tujuh kota yang terdapat di dalam hati, masing-masing memperoleh sinar dari Nuur al-Awwal tersebut. Setiap kota dari dari tujuh kota itu sama-sama memiliki pintu cahaya untuk membuka apa yang terdapat di dalam masing-masing kota. Tiap-tiap pintu dari tiap-tiap kota memiliki pagar yang menghadang cahaya. Setiap pintu kota memiliki kunci untuk membuka pintu kota. Tujuh kota di dalam hati itu adalah kota raja (Madinat Al-Mulk), yaitu Al-Qalbu.Al-Hakim At-Tirmidzi memaknai Al-Qalbu sebagai isim jami’ (sesuatu yang meliputi), yang di dalamnya terdapat maqamat al-bathin secara keseluruhan.
    Hati (Al-Qalbu ibarat lampu, di mana lampu itu akan baik jika cahayanya baik. Untuk memperbaiki lampu haruslah dengan memperbaiki cahayanya. Dalam konteks hati, cahaya yang dimaksud adalah cahaya taqwa dan cahaya yaqin. Jika hati manusia kosong dari nilai-nilai taqwa dan yakin, maka hati tersebut ibarat lampu yang padam. Itu sebabnya, setiap amal perbuatan dari jiwa yang jauh dari hati (Al-Qalbu), maka amal perbuatan itu tidak mendapat penilaian akhirat. Sebab yang mendapat sanksi dari amal perbuatan bukan pelakunya melainkan hati, begitu pula yang mendapatkan pahala dari amal perbuatan bukanlah pelakunya melainkan hatinya sebagaimana firman Allah :
    “Allah akan memberikan balasan terhadap apa yang telah diperbuat oleh hati kalian (Q.S.Al-Baqarah: 225)”
    Tidak ada yang melebihi kebaikan manusia yang hatinya bertaubat disinari cahaya tauhid, ma’rifat dan iman. Tidak ada sesuatu yang lebih terang, bersih, jernih, dan lapang yang dicipta-Nya selain hati yang disucikan Tuhan dari segala bentuk kekotoran. Lalu hati memiliki rasa malu di dalamnya terdapat Nuur al-Haqq. Itulah hati mu’min yang senantiasa dijaga Allah dan disinari dengan cahaya yang tanpa batas akhir. Itulah hati yang mampu menembus khazanah gaib-Nya karena kunci pintunya telah berada di sana. Demikianlah, Al-Qalbu itu sumber cahaya iman dan merupakan pangkal segala pemahaman. Firman Allah:  “Dulu kalian tidak mengenal apakah kitab itu, dan juga (tidak mengenal) apakah iman itu. Akan tetapi, Kami jadikan hati itu cahaya (Q.S.Asy-Syura:52).
    Al-Qalbu adalah khazanah ilmu, baik ilmu hikmah maupun ilmu isyarat, setelah yang memperoleh anugerah memperoleh petunjuk dari Allah. Seseorang yang hatinya telah dibuka oleh Allah sehingga dapat menyaksikan sesuatu yang terdapat di balik hijab-Nya, maka ia seperti melihat sesuatu yang gaib dengan penglihatan matanya. Ibarat tempayan berisi air diletakkan di tengah tanah lapang yang memantulkan cahaya matahari, demikianlah hati yang dibersihkan Allah dari kotoran seibarat air jernih di dalam tempayan. Sementara kotoran benda-benda seperti daun kering, kertas, potongan kayu, perca, dan segala benda yang menutupi permukaan air akan menutupi pantulan cahaya matahari. Itulah hati yang tertutup dan buta sebagaimana firman-Nya: “Maka sesungguhnya mereka itu tidak buta (matanya), akan tetapi  hati merekalah yang buta, yang terdapat di dalam as-shadru (Q.S.Al-Hajj:46).
    Lepas dari keinginan dan harapan kuat agar memiliki hati yang senantiasa bersih, di zaman yang serba materialistik ini, mampukah kita menjaga kebersihan hati kita dari pengaruh materi dalam bentuk komoditas-komoditas yang membanjir, hasrat kesenangan syahwat yang mengepung, dorongan ambisi berkuasa yang mengrahdik, dan desakan-desakan nafsu rendah duniawiah lain yang membuat  hijab kita tersingkap  dari-Nya? Meski sangat berat, kita harus berjuang keras dan berharap agar di tengah kepungan atmosfir yang  materialistik ini jangan sampai kita diper budak  materi duniawi apalagi menjadi pemuja dan penyembahnya! Naudzubillah!
Posted by Agus Sunyoto


You have read this article Agama with the title Agama. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/08/qalbu-dalam-ranah-sufisme.html. Thanks!
Sunday 21 July 2013

Luka Dalam Akibat Ruh Lepas dari Jasad

 Oleh: K Ng H Agus Sunyoto
            
Di tengah kesibukan anak-anak dan saudara-saudara serta modin desa memandikan jenazah Mbah Kasmijan, tiba-tiba Guru Sufi menyeruak masuk ke dalam. Tanpa berkata sepatah kata pun  ia menepuk bahu Kasmianto, sambil  memberi isyarat agar anak kedua Mbah Kasmijan itu mengikutinya ke luar. Kasmianto yang sedang sibuk ikut memandikan ayahnya dengan benak dipenuhi tanda tanya mendekati Guru Sufi sambil bertanya,”Ada apakah Mbah Kyai memanggil saya?”
       “Kamu tidak usah ikut memandikan jenazah bapakmu,” sahut Guru Sufi mengajak Kamianto menjauh dari tempat memandikan jenazah,”Percayakan semua pada Pak Modin.”
       “Lho memangnya kenapa, Mbah Kyai?” sahut Kasmianto terheran.
       “Kamu telah menyakiti bapakmu saat menggosok tubuhnya,” kata Guru Sufi menjelaskan,”Bapakmu tadi menjerit keras sewaktu kamu gosok badannya.”
       “Bapak saya yang sudah mati menjerit keras waktu saya mandikan?” sergah Kasmianto dengan suara ditekan,”Memangnya orang mati bisa menjerit kesakitan? Saya tidak mendengar apa pun Mbah Kyai.”

       Guru Sufi diam. Ia faham bahwa Kasmianto, satu-satunya anak Mbah Kasmijan yang bergelar Sarjana Teknik dan bekerja di bidang konstruksi, tidak cukup memiliki pengetahuan dan  pemahaman agama yang  baik. Itu sebabnya, dengan suara merendah Guru Sufi member penjelasan,”Sesungguhnya orang mati bisa mendengar, menyaksikan dan merasakan kesakitan atas apa yang dilakukan orang-orang hidup di sekitarnya, hanya kita saja yang tidak mengetahuinya.”
        “Apakah benar orang yang sudah mati itu bisa mendengar, menyaksikan dan merasakan kesakitan atas apa yang dilakukan orang-orang hidup di sekitarnya?” sahut Kasmianto dengan kening berkerut mempertanyakan kebenaran pernyataan Guru Sufi,”Bukankah orang mati itu sudah terputus semua amaliahnya kecuali tiga perkara: shodaqoh jariyyah, ilmu yang manfaat dan anak sholeh yng mendoakan orang tua?”sambung Kamianto mengutip terjemahan hadits.
       Guru Sufi tersenyum. Lalu dengan suara datar ia berkata,”Dalam hadits Rasulullah Saw bersabda: jika mati anak Adam, maka terputuslah amaliahnya kecuai tiga perkara: shodaqoh jariyyah,ilmu yang menfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tua. Itu benar sekali. Tapi yang harus difahami, kata “inkhotho’a amaluhu” yang bermakna “terputus amaliahnya” menunjuk pada kenyataan bahwa orang yang sudah mati tidak lagi bisa melakukan amaliah apa pun di dunia. Ingat kuncinya pada kata “terputus amaliahnya.” Sementara orang sering keliru memahami dengan memaknai kata “inkhoto’ah amaluhu” dengan tafsir “putus hubungan” dengan dunia.  Silahkan ditanya kepada orang-orang yang ahli Bahasa Arab tentang perbedaan mendasar makna “terputus amaliah” dengan “terputus hubungan.”
      “Kalau kata “inkhoto’ah amaluhu” ditafsirkan “putus amaliah” dengan dunia, bagaimana penjelasannya?” kata Kasmianto dengan nada menggurui.
       “Ya orang yang sudah mati itu tidak bisa melakukan tindakan apapun di dunia. Tidak bisa berbuat apa pun, bahkan sekedar menggerakkan tubuh seperti lagu dolanan anak-anak: sluku-sluku bathok, bathok e ela elo, si room menyang Solo, oleh-oleh e paying mutho, pak jentit lolo lobah Wong Mati OraObah yen Obah medeni bocah. Wong urip golek duwit. Jadi orang mati kalau masih bisa bergerak-gerak (obah) sudah membikin takut anak-anak apalagi sampai melakukan amaliah seperti belanja ke pasar, membayar utang, istighotsah, sholawatan, dll yang akan membuat semua orang ketakutan.”
     “Mm kalau kata “inkhoto’ah amaluhu” dimaknai “putus hubungan” bagaimana penjelasannya?”
     “Kalau dimaknai “putus hubungan”, maka sholat jenazah beserta doa kepada mayat tidak akan sampai karena sudah tidak ada hubungan lagi dengan kehidupan dunia. Begitu juga sholat ghaib, tidak sampai. Ucapan salam setiap muslim yang lewat pekuburan juga akan sia-sia karena orang mati di kuburan tidak bisa lagi berhubungan apalagi membalas ucapan salam orang yang hidup di dunia, termasuk tidak sampainya doa Allahummaghfir lil muslimin wal muslimat, wal mu’minin wal mu’minat al-ahya’i minhum wal amwat – Yaa Allah ampunilah orang-orang beriman laki-laki maupun perempuan, orang-orang  muslim laki-laki dan perempuan, baik yang maih hidup maupun yang sudah mati. Nah, kalau kata “inkhotho’ah amaluhu” ditafsirkan “putus hubungan”, maka doa itu pun akan sia-sia karena tidak akan sampai ke alam kubur.”
       “Memangnya ada masalah kalau semua doa untuk orang mati yang bukan keluarga itu tertolak?”
      “Ya jadi masalah serius,” sahut Guru Sufi.
      “Kenapa jadi masalah serius?”
      “Karena orang akan menyoal tindakan Rasulullah Saw yang mengajarkan bagaimana orang sholat jenazah, sholat ghaib, mendoakan orang hidup maupun yang sudah mati, dan mengajarkan agar umat Islam mengucap salam ketika lewat kuburan.Ya semua itu akan jadi masalah, karena semuaorang akan bertanya kenapa Rasulullah Saw mengajarkan amaliah yang sia-sia?” kata Guru Sufi menjelaskan.
       Kasmianto diam dan belum bisa menangkap secara utuh penjelasan Guru Sufi. Sejenak kemudian ia berkata,”Sekarang kembali kepada penjelasan Mbah Kyai tentang orang mati yang bisa merasakan sakit ketika dimandikan. Adakah dalil agamanya dan penjelasan rasionalitasnya?”
       Guru Sufi diam. Sebentar kemudian menjelaskan  sebuah hadist dari Aisyah r.a  yang berkata, "Aku sedang duduk bersila di dalam rumah, tiba-tiba Rasulullah Saw datang dan masuk sambil memberi salam kepadaku. Aku segera bangun karena menghormati dan memuliakannya sebagaimana kebiasaanku di waktu baginda masuk ke dalam rumah.  Nabi Saw pun bersabda, "Duduklah di tempatmu duduk, tidak usahlah berdiri, wahai Ummul Mukminin,"  Rasulullah Saw kemudian duduk sambil menyandarkan kepalanya di pangkuanku, lalu baginda berbaring dan tertidur.”
          “Maka aku hilangkan uban pada janggut Rasulullah Saw, dan aku dapat 19 helai rambut beliau yang sudah putih. Maka terpikirlah dalam hatiku, "Sesungguhnya baginda akan meninggalkan dunia ini sebelum aku sebagaimana satu umat yang ditinggalkan oleh nabinya." Maka aku menangis sehingga mengalir air mataku jatuh menetes pada wajah baginda.”
          “Baginda terbangun dari tidurnya seraya bertanya, "Apakah sebabnya sehingga engkau menangis wahai Ummul Mukminin?" Maka aku ceritakan kisah tadi kepadanya, lalu Rasulullah Saw  bertanya, "Bagaimanakah sebenarnya keadaan yang mengerikan  bagi mayat?"
         Aisyah r.a berkata, "Tunjukkanlah  wahai Rasulullah!"
         Rasulullah Saw  berkata, "Engkau sebutkanlah lebih dulu!,"
         Jawab Aisyah r.a : "Tidak ada keadaan yang lebih mengerikan bagi mayat  selain saat  keluarnya mayat dari rumahnya di mana anak-anaknya sama-sama bersedih hati di belakangnya. Mereka sama-sama berkata, "Aduhai ayah, aduhai ibu! Ayahnya pula mengatakan: "Aduhai anak-anakku!"
        Rasulullah Saw bertanya lagi: "Itu juga termasuk mengerikan. Maka, manakah lagi yang lebih mengerikan daripada itu?"
         Jawab Aisyah r.a : "Tidak ada hal yang lebih mengerikan bagi  mayat selain  saat  ia diletakkan ke dalam liang lahad dan ditimbuni tanah  di  atasnya. Kaum kerabat semuanya kembali. Begitu pula dengan anak-anak dan para kerabat semuanya kembali, mereka menyerahkan kepada Allah berserta dengan segala amal perbuatannya."
           Rasulullah Saw bertanya lagi, "Adakah lagi yang lebih mengerikan dari itu?"
          Jawab Aisyah r.a, "Hanya Allah dan Rasul-Nya saja yang lebih tahu."
          Maka bersabda Rasulullah Saw : "Wahai Aisyah, sesungguhnya yang paling  mengerikan bagi  mayat adalah ketika orang-orang  yang memandikan masuk ke rumahnya untuk memandikannya. Maka keluarlah cincin di masa remaja dari jari-jarinya dan ia melepaskan pakaian pengantin dari badannya. Bagi para pemimpin dan fuqaha, semua  melepaskan surban dari kepalanya untuk dimandikan”.
          “Di kala itu ruhnya memanggil, ketika ia melihat mayatnya  dalam keadaan telanjang dengan suara yang seluruh makhluk mendengar kecuali jin dan manusia yang tidak mendengar. Maka berkata ruh itu, "Wahai orang yang memandikan, aku minta kepadamu karena Allah, lepaskanlah pakaianku dengan perlahan-lahan sebab  saat ini aku berada dalam kesakitan akibat sakaratul maut."
             “Dan apabila air disiramkan ke tubuhnya, maka akan berkata ruh dari mayat itu, "Wahai orang yang memandikan akan ruh Allah, janganlah engkau menyiram air dalam keadaan yang panas dan janganlah pula dalam keadaan yang dingin karena tubuhku terbakar dari sebab lepasnya ruh," Dan jika orang mulai  memandikan dengan menggosok badannya, maka berkata ruh itu,  "Demi Allah, wahai orang yang memandikan mayat, janganlah engkau gosok tubuhku dengan kuat sebab tubuhku luka-luka akibat keluarnya ruh."
            “Apabila telah selesai dari dimandikan dan diletakkan pada kafan serta tempat kedua telapaknya sudah diikat, maka  ruh mayat itu  memanggil, "Wahai orang yang memandikanku, janganlah engkau kuat-kuat dalam mengafani kepalaku sehingga aku dapat melihat wajah anak-anakku dan kaum keluargaku sebab ini adalah penglihatan terakhirku pada mereka. Adapun pada hari ini aku dipisahkan dari mereka dan aku tidak akan dapat berjumpa lagi sampai  hari kiamat."
           “Apabila mayat dikeluarkan dari rumah, maka ruh mayat akan menyeru, "Demi Allah, wahai jamaahku, aku telah meninggalkan isteriku menjadi janda, maka janganlah kamu menyakitinya. Anak-anakku telah menjadi yatim, janganlah menyakiti mereka. Sesungguhnya pada hari ini aku akan dikeluarkan dari rumahku dan meninggalkan segala yang kucintai dan aku tidak lagi akan kembali untuk selama-lamanya."
           “Apabila mayat diletakkan ke dalam keranda, maka berkata lagi ruh  mayat itu, "Demi Allah, wahai jemaahku, janganlah kamu percepatkan aku sehingga aku mendengar suara ahliku, anak-anakku dan kaum keluargaku. Sesungguhnya hari ini adalah hari perpisahanku dengan mereka sampai hari kiamat. Begitulah penjelasanku tentang orang mati yang bisa merasakan kesakitan sewaktu jenazahnya dimandikan,” kata Guru Sufi mmaparkan.

You have read this article Agama with the title Agama. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/07/luka-dalam-akibat-ruh-lepas-dari-jasad.html. Thanks!
Sunday 14 July 2013

Taqwa Sebagai Tujuan Puasa dan Hikmah di Dalamnya


       At-Taqwa menjadi satu-satunya tujuan sekaligus hikmah terdalam dari ibadah puasa di bulan Ramadhan. Begitu papar ustadz Ahmad Cholil, M.Fil.I, dalam menafsirkan firman Allah yang  mewajibkan berpuasa sebagaimana Qur’an surah Al-Baqoroh: 183:
           “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”
             Menurut Ahmad Cholil, adalah wajar orang  bertanya-tanya tentang hubungan korelasional antara taqwa dengan puasa. Adakah keterkaitan menahan lapar dan dahaga dengan taqwa? Taqwa seperti apa yang sebenarnya dimaksudkan? Permasalahan taqwa dan puasa inilah yang dikupas tuntas ustadz Ahmad Cholil, M. Fil. I bersama para Mantri (Mahasiswa Santri) dalam ngaji rutinan Jum’at malam (12/7) di Pesantren Global Tarbiyyatul Arifin di Mangliawan, Pakis, Malang.
             Puasa, ungkap Ahmad Cholil, memiliki kaitan yang erat dengan taqwa karena bertaqwa merupakan satu sikap di mana seseorang secara konsekuen mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, baik saat  sedang sendiri, bersama orang lain, di tempat ramai maupun sedang sendiri di tempat sepi. Dengan demikian, seseorang yang bertaqwa selalu merasa diawasi oleh Allah SWT, di mana hal itu  memberikan implikasi kepada setiap gerak-gerik, tutur kata, lintasan pikiran,  dan tindak-tanduk yang penuh kewaspadaan dan hati-hati.


           Seorang yang taqwa, ungkap Ahmad Cholil,  tidak pernah bertindak munafik. Orang yang taqwa tidak akan pernah menjadi manusia yang mengenakan topeng, di mana saat berada di hadapan banyak orang tersenyum manis, bersikap lembut dan penuh kasih sayang, akan tetapi saat semua mata yang memandangnya telah pergi, perilaku yang ditunjukkannya justru sebaliknya; kasar, suka mencaci, sinis, dan suka mengumpat, selalu menggerutu. Seorang yang taqwa, lanjut magister filsafat Islam itu, tidak  pula  menunjukkan sikap riya’, di mana di hadapan semua orang memperlihatkan perilaku yang rajin, baik dalam beribadah maupun bersosial agar dianggap sebagai orang baik, sholeh dan dermawan, padahal semua itu tidak lebih untuk pamer guna memperoleh pujian. Oleh karenanya, sambung Choliq, puasa menjadi satu ‘medan tempur’ untuk melatih seseorang agar mampu membebaskan diri dari semua keburukan (penyakit hati) tersebut.
               Puasa maknanya adalah menahan diri dari sesuatu baik yang bersifat fisik seperti makan dan minum maupun yang non-fisik seperti menahan syahwat, keinginan menggunjing, marah, iri hati, hasut, dengki, sombong, dan anasir nafsu yang lain.  “Karena itu, Puasa  mengajari dan membiasakan kita untuk hidup tidak enak.” jelas Cholil yang sehari-hari mengajar Ilmu  Tasawuf di UIN Maliki itu,”Sebab keenakan atau kesenangan sejatinya hanya hasrat untuk menurutkan nafsu belaka. Padahal, nafsu itu jika  tidak dikekang dan tidak dikendalikan akan menguasai dan mengendalikan tuannya (manusia), sehingga mereka yang hidup mengikuti nafsunya akan terjerembab ke dalam kehancuran.
             Makan dan minum memang merupakan kebutuhan pokok manusia, ungkap Ahmad Cholil, di mana tanpa keduanya mustahil manusia akan mampu bertahan hidup. Namun dengan berpuasa  manusia diajari untuk melatih menahan diri untuk tidak makan dan minum dari pagi hingga senja. Puasa melatih untuk bersabar menahan  rasa haus dan lapar sampai kita merasakan bagaimana sengsaranya orang miskin, gelandangan yang bahkan sering tidak bisa menikmati sesuap nasi selama berhari-hari. Dari sini, lanjut Cholil, diharapkan puasa akan menjadikan orang yang kaya untuk merasa empati, tenggang rasa,  dan kemudian berderma kepada yang tak punya, sehingga tak lagi ada istilah orang mati kelaparan di tengah tetangga-tetangga yang kaya.
                Salah satu akibat puasa, seseorang yang tak makan dan tidak minum, kekuatan fisiknya akan  menurun sehingga kurang semangat seperti biasanya. Pandangan itu dikemukakan oleh Arief, seorang mantri Pesantren Global yang bertanya, “Bukankah puasa telah membuat orang lemas, karena badan terasa lemah,di mana  banyak pekerjaan yang  berkaitan dengan kehidupan sosial jadi terbengkalai. Padahal ada hadits berbunyi shuumuu tashihhu, bagaimana interpretasi dari hadits itu?”
              Tak dapat dipungkiri, papar Cholil, bahwa saat  berpuasa tubuh kekurangan suplay energi.  Saat itulah diri kita tengah diuji. Meski sedang berpuasa, kita tak boleh menampakkan bahwa kita sedang berpuasa. Meski tubuh lemas, namun manusia masih memiliki kekuatan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan. Islam telah mengatur hal tersebut sedemikian rupa, bahwa orang-orang yang bekerja berat ada rukhshoh baginya. Hal ini membuktikan betapa Islam “yassir wa laa tu’assir”, papar dosen  asal Banyuwangi itu kepada para mantri.
           “Terkait kesehatan jasmani sebagai salah satu hikmah dari puasa, akan lebih tepat jika dokter yang berbicara. Tapi setidaknya telah teruji bagaimana puasa itu menyehatkan. Buktinya orang kalau mau dioperasi diwajibkan berpuasa terlebih dahulu.” ucap ustadz Kholil disambut anggukan para mantri.
                 Terkait interpretasi hadits shuumuu tashihhu, Haris ‘Sule’ Suhud, salah satu mantri turut urun pendapat, di mana menurutnya, sehat sebagai hikmah dari puasa yang dimaksud adalah sehat bersifat ruhaniah. Seseorang yang berpuasa, sambung Haris, ruhaninya akan sehat, karena ia menahan diri dari nafsu-nafsu dan membersihkan  berbagai penyakit hati.
          Interpretasi Haris ‘Sule’ Suhud diamini oleh ustadz Ahmad Cholil dengan penjelasan bahwa dalam ilmu tasawuf, seseorang yang berpuasa akan  mudah mengasah hati untuk kian bersih dan tajam.  Dalam puasa, lanjut Cholil, terjadi proses takholli, tahalli dan tajalli yang kesemuanya lebih mudah digapai justru pada saat diri sedang lemah. Hal itu senada dengan yang disampaikan pengasuh Pesantren Global tarbiyyatul Arifin,  Agus Sunyoto dalam ngaji selasa (9/7) lalu, di mana pada  saat puasa akal dan pancaindera kita melemah, tetapi justru  saat itulah  dzauq atau rasa dalam diri kita menjadi lebih tajam, karena anasir-anasir bersifat intuitif dalam diri kita tereskplorasi potensinya sampai muncul kesadaran bashirah yang menjadikan manusia mencapai tahap ruhani Adam Ma’rifst, yakni tahap paling fitrah manusia.
        
Posted by Tina Siska Hardiyansyah
You have read this article Agama with the title Agama. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/07/taqwa-sebagai-tujuan-puasa-dan-hikmah.html. Thanks!