Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Rama Parasu, Sang Pembunuh Ksatria

Oleh: K NG H Agus Sunyoto
         Rama Parasu atau Rama Bhargawa, yang di India disebut Rama Parasu  (,Parashurāma Bhārgava) , adalah nama seorang tokoh Ciranjiwin dalam ajaran agama Hindu. Secara harfiah, nama Parashurama bermakna "Dewa yang bersenjata kapak". Nama lainnya adalah Rama Bhargawa,   "Rama keturunan Maharesi Bhrigu". Pada zaman Rama Parasu hidup,  dikisahkan  kaum ksatria sangat suka  berperang satu sama lain sehingga menyebabkan kekacauan di dunia. Maka muncullah Rama Parasu, putera Rishi Jamadagni, keturunan Bhrigu, yang berkeliling dunia menumpas para ksatria. 
       Dalam kisah pewayangan, Rama Parasu adalah  putra bungsu Jamadagni, seorang resi keturunan Bregu. Itulah sebabnya, sebagai keturunan Maharesi Bhrigu  ia dikenal dengan julukan Bhargawa (bentuk jamak dari Bhrigu).  Pada saat  lahir Resi Jamadagni memberi nama putra bungsunya itu Rama. Setelah dewasa, Rama dikenal dengan julukan Rama Parasu,  karena ke mana pun ia pergi selalu membawa kapak (parasu)  sebagai senjatanya. Selain kapak Rama Parasu juga memiliki senjata hebat  berupa busur panah yang  sangat besar ukurannya.

       Penyebab utama  mengapa Rama Parasu  menumpas para ksatria, diawali oleh kesewenang-wenangan para ksatria sendiri yang arogan dan selalu ingin menang, hidup dalam kemewahan dengan sanjungan dan puja-puji tanpa menimbang orang lain yang menjadi korban tindakan mereka. Dalam pewayangan, dikisahkan bahwa sewaktu  maharaja dari Kerajaan Mahispati, raja para Hehaya yang bernama Kartawirya Arjuna  yang masyhur disebut dengan gelar Arjuna Sahasrabahu, mengadakan wisata bersama raja-raja bawahannya di tepi sungai tidak jauh dari pertapaan Rishi Jamadagni. Arjuna Sahasrabahu dianggap bertanggung jawab atas  perampasan sapi milik Jamadagni. Tidak cukup merampas sapi, isteri Rishi Jamadagni yang bernama Renuka, yang tidak lain adalah ibu Rama Parasu, diajak berselingkuh oleh  Raja Citrarata, penguasa Kerajaan Martikawata, bawahan Arjuna Sahasrabahu.
       Rishi Jamadagni yang marah dikhianati isterinya, memanggil dan memerintahkan empat orang puteranya – kakak-kakak Rama Parasu – untuk menghukum ibu mereka sesuai hukum Veda. Namun keempat puteranya itu hanya berdiam diri, tidak mampu menjalankan titah ayahanda mereka. Akhirnya, keempat orang putera yang dianggap tidak berbakti itu dikutuk menjadi batu.
          Ketika Rama Parasu datang dari hutan dan ditanya oleh Rishi Jamadagni tentang hukuman apa yang harus diberikan kepada isteri yang berselingkuh menurut hukum Veda, seketika Rama Parasu mengatakan hukuman mati. Sewaktu ia ditanya lagi, apakah ia bersedia melaksanakan hukuman mati kepada seorang isteri yang berselingkuh, Rama Parasu meng-iya-kan. Lalu Rishi Jamadagni memberitahu bahwa isteri yang sudah berselingkuh itu adalah ibu Rama Parasu sendiri. Rishi Jamadagni kemudian memintanya untuk menjalankan hukum Veda, membunuh ibunya sebagai isteri yang telah berselingkuh.
            Terkejut. Malu. Sedih. Marah bercampur menjadi satu, mengaduk-aduk jiwa dan pikiran Rama Parasu. Ia kemudian mendatangi ibunya, Renuka, dan menanyai kebenaran cerita ayahandanya tentang perselingkuhan memalukan itu. Dengan tenang Renuka mengakui semua perbuatan yang telah dilakukannya dengan Raja Citrarata. Lalu – sesuai permintaan ayahandanya – Rama Parasua mengayunkan kapak yang dipegangnya ke leher ibunda yang telah melahirkannya. Tanpa mengeluh kesakitan, Renuka tumbang ke bumi tanpa nyawa. Namun sesuatu yang aneh merasuki jiwa Rama Parasu; rasa berdosa, sedih, marah, malu, menjadi anak yang durhaka, kehilangan ibu, teraduk-aduk menjadi satu; yang membawanya ke perkemahan Maharaja Kerajaan Mahespati Arjuna Sahasrabahu, yang ternyata baru saja mengalahkan Maharaja Alengkadiraja, Rahuvana.
            Setelah menemukan Raja Citrarata, tanpa ampun Rama Parasu memenggal kepala raja bermoral bejat itu dan mengacung-acungkan serta memutar-mutar kepalanya ke atas. Beratus-ratus prajurit dan perwira yang membela rajanya, tewas terbunuh bergelimpangan ditebas kapak Rama Parasu. Raja-raja bawahan Mahespati beserta balatentara yang ikut menyerang Rama Parasu, menambah  jumlah mayat yang makin lama makin menumpuk seperti bukit. Bahkan sewaktu Arjuna Sahasrabahu – yang dikisahkan jika triwikrama bisa mengubah tubuhnya sebesar bukit – tewas ditebas kapak Rama Parasu.
            Kemarahan Rama Parasu yang sedikit terobati itu, ternyata menjadi luka yang tak tersembuhkan sewaktu anak-anak Arjuna Sahasrabahu menyerbu pertapaan dan membunuh Rishi Jamadagni. Kematian Rishi Jamadagni inilah yang mengobarkan api  kebencian Rama Parasu kepada seluruh golongan ksatria. Sebab, karena ulah para ksatria-lah yang membuatnya jadi orang sebatangkara. Ia bersumpah akan membunuh setiap ksatria yang ditemuinya. Demikianlah, setelah mencari dan membantai seluruh anak Arjuna Sahasrabahu, Rama Parasu mengembara keliling dunia, mencari ksatria-ksatria untuk dibunuh. Tidak terhitung jumlah ksatria yang telah dibunuh oleh Rama Parasu, baik ksatria itu berkedudukan sebagai raja atau pangeran.
      Sekalipun ksatria yang dibunuh  Rama Parasu tidak terhitung jumlahnya, namun  ada juga di antara ksatria yang tersisa seperti ksatria dari Wangsa Ikhsvaku (Dinasti Matahari)  yang berkuasa di  Kerajaan Kosala yang beribukota di Ayodhya (Kota Perawan). Salah seorang keturunan Ikhsvaku,  adalah Sri Rama putra Raja Dasarata. Suatu ketika Rama berhasil memenangkan sayembara di Kerajaan Mithila untuk memperebutkan Sita putri negeri tersebut. Sayembara yang digelar itu adalah  membentangkan busur pusaka anugerah Syiwa. Di antara pengikut sayembara,  ternyata Sri Rama yang mampu mengangkat dan membentangkan  bahkan mematahkan busur tersebut.
       Kabar kemenangan Sri Rama  mematahkan busur Syiwa  terdengar  sampai ke pertapaan Rama  Parasu. Ia pun mendatangi istana Mithila dan  menantang Sri Rama yang dianggapnya telah berbuat lancang mematahkan busur pemberian Syiwa. Namun Sri Rama dengan lembut hati berhasil meredakan kemarahan Rama Parasu. Dikisahkan Rama Parasu dari Mithila  kembali pulang ke pertapaannya.
Menurut sebagian kisah, Rama Parasu digambarkan mengelilingi dunia sampai tiga kali untuk melampiaskan kebenciannya dengan membunuhi para ksatria. Baru setelah merasa cukup membantai ksatria, Rama Parasu dikisahkan melakukan upacara pengorbanan di tempat suci yang disebut Samanta Pancaka.  Menurut cerita, konon, Samanta Pancaka itulah yang kelak menjadi padang Kurukshetra, tanah suci tempat Kurawa dan Pandawa bertempur habis-habisan dalam perang yang dikenal dengan nama Bharatayuddha.
        Kisah  tentang Rama Parasu dalam pewayangan, sumber utamanya dari naskah Serat Arjunasasrabahu. Dalam naskah tersebut disebutkan bahwa tokoh Rama Parasu adalah  keturunan Batara Surya. Ayahnya yang  bernama Rishi  Jamadagni adalah saudara sepupu dari Prabhu Kartawirya,  raja Kerajaan Mahespati.  Prabhu Kartawirya sendiri  adalah ayah dari Raja  Arjuna Sasrabahu atau  Kartawirya Arjuna. Jadi, menurut versi wayang, Raja Arjuna Sahasrabahu yang dibunuh Rama Parasu itu adalah kerabatnya sendiri. Selain bersepupu dengan Prabhu Kartawirya, Rishi  Jamadagni juga memiliki sepupu jauh bernama Resi Gotama, ayah dari tokoh Subali dan Sugriwa.
You have read this article Budaya with the title Rama Parasu, Sang Pembunuh Ksatria. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/10/rama-parasu-sang-pembunuh-ksatria.html. Thanks!

No comment for "Rama Parasu, Sang Pembunuh Ksatria"

Post a Comment