Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Manusia Agama dan Kehidupan Masyarakat

         Orang yang pandai agama, sering diskusi tentang keagamaan dari kelas ke kelas, dari seminar ke seminar, dari satu majelis ke majelis yang lain namun mereka belum merasakan apa itu yang makna agama sampai pemahaman, pengetahuan dan kepandaiannya mampu mengantarkannya kepada perilaku agama dalam kehidupan nyata. “Dalam realitas masyarakat kita, terdapat jarak yang terlampau jauh antara mereka yang tahu agama, pinter agama dengan mereka yang berperilaku agama,” Ungkap KH Imam Muslimin dalam ngaji rutin Selasa (29/04) di Pesantren Global Tarbiyyatul Arifin Malang.
                 Di satu sisi, ungkap Imam Muslimin, sekelompok orang mengatakan, dewasa ini agama tengah mengalami degradasi yang sangat luar biasa, di mana fakta menunjukkan di berbagai lembaga pendidikan terjadi kekerasan, pelecehan seksual, pemerkosaan bahkan kepada anak-anak di bawah umur, disambung merajalelanya narkoba, gaya hidup bebas, dan berbagai tindakan amoral lain yang semakin menjamur. Oleh karena fenomena memprihatinkan tersebut, lanjut Imam Muslimin, kelompok ini memandang agama adalah nonsense karena tidak bisa membendung berbagai tindak amoral, bahkan  sebaliknya agama justru melahirkan pribadi-pribadi yang fasiq dan munafik. “Para agamawan  sering  melakukan penindasan atas nama agama, di mana atas nama kedisiplinan mereka menthungi murid-murid, mengusir kaum dhu’afa, dan atas nama pembela agama Allah mereka tak segan-segan melakukan tindak kekerasan yang justru dicela agama,” ujar Imam Muslimin menegaskan.

                    Di lain sisi, kata Imam Muslimin, kita saksikan adanya sekelompok yang lain yang memandang agama memiliki peranan yang luar biasa di tengah kondisi dunia global yang kian menggila dengan tatanan dan aturan serta nilai-nilai yang tidak menentu. Kegiatan-kegiatan berbasis agama dilihat semakin marak, di sana sini masjid megah dibangun dan terus bermunculan masjid-masjid yang lebih megah. “Lalu fenomena tersebut dianggap sebagai satu wujud kemajuan dan kebangkitan agama oleh kelompok ini,” ujar Imam Muslimin.
                 Dua kelompok ini, lanjut Pimpinan Pondok Pesantren Al-Adzkiya’ Nuuru Ashofa Karang Besuki Malang ini, selamanya akan terus berseberangan karena menggunakan kacamata (frame of reference) yang berbeda dalam memandang agama, yakni kacamata sosial dan kacamata ritual. Sedangkan Islam sendiri memandang bahwa keduanya – sosial dan ritual -- haruslah selaras, berjalan beriringan untuk menghasilkan harmonisasi dalam kehidupan. Sejauh mana pemahaman manusia terhadap agama, sejauh itu pula rasa yang dimiliki atasnya; seberapa dalam yang dirasakan manusia, sedemikian pula iman itu ada. “Dan seberapa jauh iman dihayati dan diresapi serta dijiwai akan sejauh itu pula perilaku beragama lahir yang tercermin dari pikiran, sikap, tutur kata, dan tindak-tanduk manusia,” ungkap Imam Muslimin.
                  KH Imam Muslimin, mengutip Muhammad Sayyid Yusuf, seorang Doktor Perbandingan Agama yang mengatakan bahwa religiositas seseorang dapat diukur dengan 5 indikator, yakni: (1) Al-aqlu Ad-Diiniy atau intelektualitas; (2) Al-‘Ubuudiyyah atau ritualistic; (3) Asy-Syu’ur Ad-Diiniy atau ad-dzauq; (4) Al-Iman atau Ideological; dan (5) Al-Mu’amalah atau sosialistik. Dari lima indikator tersebut, terlepas dari apapun agamanya, jika seseorang memiliki pengetahuan mendalam tentang apa yang diajarkan agamanya, hal tersebut akan membawanya kepada ibadah-ibadah ritual. Dari proses ibadah ritual yang dijalani secara rutin, muncul rasa dalam beragama yang mana rasa itu akan membawa tuannya kepada iman dan kepercayaan terhadap apa yang dianutnya. Dengan demikian akan terlahirlah perilaku beragama yang sopan, santun, toleran, dan menyejukkan pandangan. “Begitulah umat beragama bisa saling menghormati satu sama lain, saling menghargai, saling tolong menolong dan hidup dalam kerukunan,” ujar Imam Muslimin.
                Dalam ajaran Islam sendiri, papar Imam Muslimin, Rasulullah Saw diutus ke dunia tidak lain dan tidak bukan kecuali untuk membenahi dan menyempurnakan akhlak umat manusia. Sebagaimana sabdanya: “innamaa bu’itstu liutammima makaarimal akhlak - sesungguhnya aku tidak diutus kecualI untuk menyempurnakan akhlak”. Seorang muslim yang telah benar-benar memahami Islam, akan memahami agama  secara kaffah dalam makna Islam-Iman-Ihsan. Dalam konteks berakhlak, bertindak dan berbuat, ia berada pada tataran kesadaran “sesungguhnya ia melihat Allah, dan jika ia belum mampu melihat Allah, maka ia yakin bahwa Allah melihatnya”.  Mereka yang telah sampai pada tataran ini, akan memberi dampak yang baik terhadap kehidupan social masyarakatnya. Mereka tidak akan menjadi orang yang suka mempersulit kondisi yang lain. Karena sesungguhnya agama hadir ke dunia adalah untuk memudahkan kehidupan manusia bukan untuk menyulitkan. Sehingga antar manusia tak perlu untuk menjadi Tuhan yang menghakimi dan menghukumi satu sama lain. Sebagaimana sabda Nabi, “Sesungguhnya agama yang dibawa oleh Muhammad ini adalah agama yang mudah. Barangsiapa mempersulit, akan dikalahkan oleh kemudahannya,” pungkas Imam Muslimin mengakhiri ngaji malam itu yang disambut anggukan faham para mantri.
Posted by Tina Siska Hardiansyah


You have read this article Agama with the title Manusia Agama dan Kehidupan Masyarakat. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2014/05/manusia-agama-dan-kehidupan-masyarakat_1.html. Thanks!

No comment for "Manusia Agama dan Kehidupan Masyarakat"

Post a Comment