Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Asy-Syahrastani dan Pemikiran Filosofisnya

 Oleh: Alfan Khoiron

A.Sejarah Singkat Asy-Syahrastani
        Al-Syahrastani lahir pada 479 Hijriah. Ia seorang sejarawan, filsuf, ulama, dan teolog terkemuka. Nama lengkapnya adalah Abu al-Fatih Muhammad Abdul Karim ibn Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani. Panggilan al-Syahrastani merujuk pada tempat kelahirannya di wilayah Syahrastan, Khurasan, Persia. Ilmu pengetahuan dan agama menarik perhatian al-Syahrastani muda. Demi memenuhi hasrat keingin-tahuannya ia melakukan perjalanan ke sejumlah wilayah. Ia berguru pada sejumlah ulama ternama, seperti Syekh Ahmad al-Khawaf, Abu Hasan al-Madayini, Abu Nashir bin Qasim al-Qusyairi, maupun Abu al-Qasim al-Ansyari.
Dia adalah Al Afdhal Muhammad bin Abdul Karim bin Ahmad Asy-Syahrastani, Abu Al Fath syaikh ahli kalam dan hikmah, dan ulama yang memiliki banyak karya.
         Dia adalah seorang ulama yang pandai dalam bidang ilmu Fikih, mengajarkan ilmu Ushul, dan menulis kitab Nihayat Al Iqdam dan kitab Al Milal wa An-Nihal. Dia dikenal ulama yang banyak menghafal, memiliki pemahaman yang kuat, dan cakap dalam menyampaikan nasihat.
           Disebutkan dalam kitab At-Tahbir bahwa berasal dari Syahrastanah, seorang imam dan ulama ushul, mempunyai pengetahuan tentang sastra dan ilmu sejarah. Disebutkan bahwa dia dituduh telah mulhid/kufur, dan cenderung kepada pemikiran kelompok syi’ah.
            Ibnu Arsalan dalam kitab Tarikh Khuwarizm berkata,  “As-Syahrastani seorang ulama yang cerdas dan mempunyai banyak pengetahuan. Kalau tidak karena kecondongannya kepada ilhad/kekufuran dan kerancuannya dalam hal keyakinan, dia akan menjadi seorang imam. Sering sekali kita dibuatnya heran dengan limpahan keutamaan yang dimilikinya, bagaimana dia sampai condong kepada sesuatu yang tidak ada dasarnya? Kami berlindung kepada Allah SWT dari segala bentuk kelalaian. Itu semua dia lakukan tidak lain untuk memalingkannya dari ilmu syar’i, dengan menyibukkan dirinya pada kegelapan ilmu filsafat. Kami pernah berdialog dengannya, akan tetapi yang mengherankan adalah bagaimana dia sampai berlebihan dalam membela madazhab para ulama filsafat dan mendalami pemikiran mereka.”
            Aku telah berkali-kali mengikuti ceramahnya. Dalam setiap ceramahnya, dia tidak pernah mengucap kata-kata “Qala Allah” (Allah SWT telah berfirman), dan juga kata-kata “Qala Rasulullah” (Rasulullah SAW bersabda). Pernah suatu ketika ada yang bertanya tentang hal itu seraya berkata, “Seluruh ulama dalam setiap ceramahnya selalu menyinggung masalah-masalah syari’ah, dan mereka menjawab masalah-masalah tersebut dengan merujuk kepada perkataan Abu Hanifah dan Syafi’i, sementara engkau tidak berbuat demikian.” Dia menjawab, “Perumpamaanku dan perumpamaan kalian, seperti Bani Israil yang telah diberikan kepadanya “Al Mann” dan “As-Salwa”, namun mereka meminta bawang putih dan bawang merah. Asy-Syahrastani wafat di kota Syahrastanah pada tahun 549 H.”
            Setelah melewati masa pembelajaran, ia kian intens mendalami dan melahirkan karya dalam bidang kajian agama.Sebuah karya besar lahir dari pemikirannya yang berjudul Al-Milal wa al-Nihal. Buku ini menjelaskan tentang sekte dan kredo agama. Para sejarawan kontemporer menyampaikan pujian dan mengkaji karya tersebut.
             Mereka menyatakan, buku yang disusun al-Syahrastani itu merupakan sumber klasik paling penting yang mengupas perkembangan aliran, golongan, maupun sekte keagamaan dalam Islam. Menurut pandangan al-Syahrastani, munculnya aliran atau golongan dalam Islam sulit dihindari.
              Pemicu utamanya adalah perbedaan pandangan di kalangan umat Islam. Khususnya, terkait praktik, tafsir, hingga konsep keagamaan yang sulit dicarikan titik temunya. Cendekiawan yang pernah menetap di Baghdad, Irak ini juga memaparkan tentang doktrin dan sejarah dari sejumlah aliran.Ia mengupas tentang Mu’tazilah, Jabariyah, Shifathiyyah, Khawarij, Murjiah, dan Syiah, lengkap dengan sub alirannya. Melalui Al-Milal, al-Syahrastani memunculkan studi tentang agama-agama lainnya di dunia. Kitab ini merekam pula peta pertarungan pemikiran yang berlangsung pada masa itu. Al-Syahrastani mengawali bukunya dengan lontaran kekhawatiran. Ia mengungkapkan, pengaruh Yunani dan Nasrani ketika itu mulai merangsek masuk ke ranah pemikiran Islam. 
          Philip K Hitti dalam History of the Arabs memperkuat pandangan al-Syahrastani itu. Menurut dia, gagasan dan pemikiran filsafat Yunani dan Nasrani memberi pengaruh cukup penting. Hitti menyatakan, filsuf bernama St John adalah yang pertama kali mengenalkan tradisi agama Nasrani serta pemikiran Yunani. Sosok asal Damaskus, Suriah ini dalam tulisannya memuat dialog Nasrani-Islam tentang ketuhanan Nabi Isa. Di samping itu, ia melontarkan gagasan mengenai kebebasan kehendak manusia.
          Pada perkembangan berikutnya, karya itu dijadikan panduan bagi kalangan Nasrani dalam berargumen dengan umat Islam. Berbekal pengetahuannya yang mendalam tentang Islam, ia mampu menjawab setiap serangan pemikiran yang ditujukan pada Islam dengan cerdas. Bukan hanya yang berasal dari kaum Nasrani, tetapi juga Yahudi.

B.Ahli Al-Kitab
         Orang yang menganut agama selain dari agama yang lurus dan syariat Islam, yang mengaku mempunyai syariat dan hukum, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang memang mempunyai kitab suci seperti Taurat dan Injil; mereka ini disebut Al Quran dengan nama Ahl al-Kitab. Kelompok kedua adalah yang mempunyai nama serupa dengan kitab suci seperti kaum Majusi dan Manu. Shuhuf yang pernah diturunkan kepada Nabi Ibrahim telah diangkat kembali karena ulah umat Majusi sendiri. Denagn kelompok kedua ini, (umat muslim) diperbolehkan melakukanm perjanjian damai, mereka disetarakan dengan penganut agama Yahudi dan Kristen karena mereka sama dengan Ahl al-Kitab. Tetapi, tidak halal mengawini perempuan dari kalangan mereka dan memakan sembelihan mereka, karena kitab suci yang mereka pakai telah diangkat. Dalam uraian berikut ini kami terlebih dahulu membahas tentang Ahl al-Kitab karena mereka memang mempunyai kitab suci yang diakui dan selanjutnya kami akan membicarakan mereka yang mempunyai kitab yang serupa dengan kitab suci.
         Dari matarantai kenabian yang bergulir semenjak Adam hingga Ibrahim lahirlah dua kelompok dari Ibrahim: kelompok bani Israil dan kelompok bani Isma’il.
           Kiblat kelompok bani Israil adalah Bait al-Maqdis sedangkan kiblat kelompok Bani Isma’il adalah Bait Allah yang terletak di kota Makkah, yang menjadi petunjuk bagi seluruh alam. Syariat kelompok pertama adalah hukum-hukum dan syariat kelompok kedua hanya memelihara tradisi menjaga kesucian Masjid Al-Haram. Musuh kelompok pertama adalah orang-orang kafir seperti Fir’aun dan Hamman, dan musuh kelompok kedua adalah orang-orang musyrik seperti penyembah berhala. Demikianlah perbedaaan kedua kelompok [bani Israil dan Isma’il] yang dibicarakan di atas.
             Kitab suci Injil yang diturunkan kepada ‘Isa (Yesus) tidak memuat hukum halal dan garam, melainkan hanya memuat perumpamaan-perumpamaan, nasihat-nasihat, dan ancaman-ancaman, sedangkan ketentuan-ketentuan menyangkut syariat dicantumkan dalam Taurat. Dalam masalah ini, orang-orang Yahudi tidak menolak ‘Isa ibn Maryam; mereka menegaskan bahwa ‘Isa ibn Maryam diperintahkan untuk mengikuti Musa dna melaksanakan ketentuan-ketentuan Taurat. Sayaangnay, ketentuan-ketentuan Taurat yang diubah [oleh pengikut ‘Isa], menurut orang Yahudi di antaranay adalah peruybahan hari peribadatan Sabat (Sabtu) menjadi hari Ahad (Minggu), penghalalan makan daging babi padahal dalam Taurat diharamkan, membolehkan tidak berkhitan dan tidak mandi junub padahal dalam Taurat diwajibkan.

C.Pandangan Asy-Syahrastani Terhadap Agama
          Jika dipandang dari segi pikiran dan kepercayaan, menurut Al-Syahrastani manusia terbagi menjadi pemeluk agama-agama dan penghayat kepercayaan. Pemeluk agama Majusi, Nashrani, Yahudi dan Islam. Penghayat kepercayaan seperti Filosof, Dahriyah, Sabiah dan Barahman. Setiap kelompok terpecah lagi menjadi sekte, misalnya penganut Majusi terpecah menjadi 70 sekte, Nashrani terpecah menjadi 71 sekte, Yahudi terpecah menjadi 72 sekte, dan Islam terpecah menjadi 73 sekte. Dan menurutnya lagi bahwa yang selamat di antara sekian banyak sekte itu hanya satu, karena kebenaran itu hanya satu.
         Al-Syahrastani berpendapat bahwa faktor yang mendorong lahirnya sekte-sekte tersebut antara lain adalah; Pertama, masalah sifat dan keesaaan Allah. Kedua, Masalah Qada’ Qadar dan keadilan Allah, jabar dan kasab, keinginan berbuat baik dan jahat, masalah yang berada di luar kemampuan manusia dan masalah yang diketahui dengan jelas (badihiyah). Ketiga, masalah wa’ad (janji), wa’id (ancaman), dan Asma Allah. Keempat, Masalah wahyu, akal, kenabian (nubuwwah), kehendak Allah mengenai yang baik dan yang lebih baik, imamah, kebaikan dan keburukan, kasih sayang Allah, kesucian para nabi dan syarat-syarat imamah. Menurutnya ada empat madzhab di kalangan ummat Muslim, yaitu Syi’ah, Qadariyah, Shifatiyah dan Khawarij. Setiap madzhab bercabang menjadi sekian banyak sekte hingga mencapai 73 sekte.
          Dalam Bukunya Al-Milal wa Al-Nihal, Syahrastani juga memaparkan dengan panjang lebar tentang kepercayaan dan secara umum mengklasifikasikan kepercayaan kepada beberapa kelompok sebagai berikut; Pertama, Mereka yang tidak mengakui adanya sesuatu selain yang dapat dijangkau oleh indera dan akal, mereka ini disebut kelompok Stoa. Kedua, Mereka yang hanya mengakui sesuatu yang dapat ditangkap oleh organ inderawi dan tidak mengakui sesuatu yang hanya dapat dijangkau oleh akal, mereka ini disebut kelompok materialis. Ketiga, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai melalui indera dan akal, namun mereka tidak mempunyai hukum dan hukuman, mereka ini disebut kelompok filosof athies. Keempat, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai oleh organ inderawi dan akal, namun mereka tidak mempunyai hukum dan hukuman juga tidak mengakui agama Islam, mereka ini disebut kelompok Ash-Shabiah. Kelima, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai indera dan akal dan mempunyai syariat, namun mereka tidak mengakui syariat Muhammad, mereka ini kelompok Majusi, Yahudi dan Nasrani (Kristen). Dan yang Keenam, Mereka yang mengakui semua yang disebut diatas, dan mengakui kenabian Muhammad, mereka itu disebut kelompok Muslim.
1.Agama Yahudi
        Istilah Yahudi berasal dari kata hada yang dapat berarti kembali dan bertobat. Nama ini diberikan karena Musa pernah mengatakan: Q.S.Al-‘Araf:56.
       Yahudi adalah umat Nabi Musa. Kitab sucinya, Taurat, adalah kitab suci pertama yang diturunkan [oleh Allah]. Sedangkan yang diturunkan kepada Ibrahim dan nabi-nabi yang lalu tidak dinamakan al-Kitab melainkan dinamakan “Shuhuf” sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits.
         Banyak keistimewaan Taurat kalau dibandingkan dengan kitab-kitab lainnya. Kitab Taurat terdiri dari beberapa sepher. Di sana disebutkan tentang kejadian alam semesta dalam sepher pertama, kemudian disebutkan hukum dan hukuman qishas, nasihat, dan peringatan pada sepher-sepher berikutnya.
Orang Yahudi mengagap syraiat hanya satu. Syariat bermula dari syariat Musa dan mencapai kesempurnaannya juga pada Musa; tidak ada syariat sebelumnya kecuali hukum-hukum yang diperoleh dari akal dan hukum-hukum yang lahir berdasarkan kemaslahatan hidup manusia. Menurut mereka, syariat [Musa] tidak mungkin diubah (nasakh). Nasakh berarti perubahan terhadap perintah [Allah] yang terdahulu padahal sebelumnya, menurut mereka, tidak ada syariat; dengan demikian nasakh (pembatalan) pada syariat Allah tidak mungkin terjadi. Dalam ajaran Yahudi ada masalah-masalah yang mereka perselisihkan: sebagian mereka mengatakan boleh saja terjadi; sebagian lagi menyamakan Tuhan dengan makhluk dan sebagian yang lain tidak memperbolehkannya; ada yang mengatakan bahwa semua yang terjadi berasal dari makhluk itu sendiri (qadr) dan ada yang mengatakan semuanya berasal dari Allah (jabr); serta ada yang mengatakan hidup kembali setelah mati (ruj’ah) bisa terjadi dan ada yang mengatakannya mustahil terjadi.
Masalah naskh sudah kami jelaskan. Mengenai tasybih (antropomorfisme), Kitab Taurat penuh dengan ayat-ayat yang menggambarkan bahwa Tuhan mempunyai rupa, dapat berhadapat muka, berbicara dan mempunyai suara, bisa turun ke Tursina, bersemayam di atas Arasy-Nya, dan dapat dilihat dan berada di atas. Pandangan tasybih ini belakangan dikembangkan oleh golongan Wahhabi yang menganggap Allah itu punya wajah, tangan, kaki, betis, bisa jalan, lari, duduk, berbicara dan bersemayam di Arsy.
           Adapun tentang ketentuan menghormati hari Sabtu kalau umat Yahudi menyadarinya, mereka tidak perlu mempertahankannya karena hari Sabtu itu adalah hari milik semua orang, karena hari Sabtu juga merupakan satu bagian dari waktu. Mereka memang sadar bahwa syariat terakhirlah yang benar, kedatangan syariat yang terakhir adalah untuk mengukuhkan hari Sabtu bukan membatalkannya. Karena itu bagi orang-orang yang melanggar kehormatan hari Sabtu bentuknya diubah menjadi kera yang hina. Mereka mengakui Musa membangun sebuah bangunan, manakala pencuri masuk ke dalamnya mereka tidak mampu mencari jejaknya bahkan mereka jatuh ke dalam kebingungan, terpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan. Dalam uraian berikut ini kami hanya mengemukakan kelompok terpenting dan uang lainnya tidak kami kemukakan.
a.Al-‘Inaniyyah
          Kelompok ini disandarkan kepada seorang yang bernama ‘Inan Ibn Daud panglima tentara Saul. Ajaran kelompok ini berbeda dengan kelompok-kelompok Yahudi yang lain tentang kehormatan hari Sabtu. Pada waktu hari-hari raya mereka melawang memakan burung, kijang, ikan, dan belalang, Mereka membenarkan ‘Isa serta menerima nasihat dan petunjuknya. Mereka berpendapat bahwa ‘Isa tidak menyalahi Taurat, ‘Isa bahkan memperkuat dan mengajak orang untuk melaksanakan isi Taurat. ‘Isa adalah salah seorang Bani Israil yang konsekuen untuk melaksanakan ajaran Taurat dan mengikuti ajaran Musa, namun kelompok ini mengatakan ‘Isa bukan nabi dan bukan pula Rasul.
            Sebagian dari kelompok ‘Inaniyah mengatakan bahwa ‘Isa juga tidak mengaku dirinya sebagai Nabi yang diutus, ‘Isa bukan pula keturunan Israil dan bukan pembawa syariat yang membatalkan syariat Musa. ‘Isa adalah seorang wali Allah yang kuat imannya dan sangat dalam ilmunya tentang isi Taurat. Injil bukanlah kitab suci yang diturunkan kepadanya sebagai wahyu, tapi hanya sejarah hidupnya dan budi pekertinya semenjak awal hingga akhir. Yang menulis Injil adalah empat orang muridnya, bagaimana mungkin Injil dapat dikatakan kitab suci yang diwahyukan?
          Menurut mereka, orang Yahudi telah menzaliminya. Pertama, mereka mendustakannya disebabkan mereka belum mengetahui isi dakwahnya, dan kedua, mereka membunuhnya yang sampai sekarang tidak diketahui pembunuhnya dan kuburannya.
          Dalam kitab Taurat banyak disebut Al-Masyiha [Mesias], yaitu Al-Masih, namun tidak disebutkan bahwa dia adalah seorang nabi dan pembawa syariat yang menggenapi syariat Musa. Taurat juga menyebutkan istilah Parclete, yaitu seorang lelaki yang alim sebagaimana disebutkan pula dalam Injil. Karena itu istilah harus diartikan sesuai dengan makna harfiahnya dan barangsiapa yang mengartikan lain hanyalah hasil dari penelitiannya sendiri.
b. Al-‘Isawiyyah
            Nama kelompok ini disandarkan kepada Abu ‘Isa Ishaw Ibn Ya’kub Al-Isfahani. Dikatakan orang bahwa nama aslinya adalah Ufaid Iluhim yang berarti “orang yang menyembah Tuhan”. Dia hidup pada masa pemerintakan Khalifah Al-Manshur dan mulai menyebarkan ajarannya pada masa pemerintahan Khalifah Marwan ibn Hakam Al Hammar. Banyak orang Yahudi yang kemudian mengikutinya. Para pengikutnya mengatakan bahwa dia mempunyai mukjizat. Menurut mereka, di kala terjadi pertempuran ia menggaris tanah dengan tangannya dan berkata kepada para pengikutnya agar tetap tinggal di dalam garis itu sehingga tidak terkena senjata musuh.
1.Agama Nashrani
          Namun dari pembahasan Al-Syahrastani terhadap Nashrani dalam al-Milal wa an-Nihal terdapat beberapa pokok kajian sebagai berikut:
1.Al-Masih ibnu Maryam adalah utusan Allah yang diberi mukjizat sebagaimana Rasul-Rasul yang lain.
2.Al-Masih ibnu Maryam diberikan wahyu sejak masih dalam buaian tidak sebagaimana Rasul-3 yang lain.
3.Ada perselisihan di antara murid-murid al-Masih terkait ketika al-Masih diangkat ke langit dalam dua hal. Pertama, tentang cara turunnya dari langit, hubungan dengan ibunya, dan Tuhan menjelma dalam bentuk manusia. Kedua, cara naiknya ke langit, hubungan dengan malaikat dan kesatuan dengan Tuhan.
4.Nashrani meyakini bahwa Tuhan terdiri dari tiga oknum
5.Nashrani memandang bahwa kesempurnaan manusia itu dalam tiga hal: kenabian (nubuwah), kepemimpinan (imamah) dan kerajaan (malikah).
6.Derajat al-Masih paling tinggi dibandingkan dengan Nabi-Nabi yang lain. Karena berkat al-Masih dosa Adam dan keturunannya diampuni dan ia akan menghisab dosa manusia pada hari kiamat.
7.Kenaikan Nabi Isa dengan jalan dibunuh dan disalib. Namun yang terbunuh adalah oknum kemanusiaan (nasut) tetapi oknum ketuhanan (lahut) tidak mati.
8.Paulus adalah perusak ajaran al-Masih.
9.Ucapan-ucapan al-Masih dikumpulkan oleh empat orang muridnya; Matius, Lukas, Markus dan Yohanes. (Matius 28: 18-19 dan Yohanes 1: 1)
10.Umat Nashrani terpecah menjadi tujuh puluh dua kelompok. Kelompok yang terbesar ada tiga: al-Mulkaniyah, an-Nusturiyah dan Ya’kubiyah.

D.Perdebatan Seputar Ketuhanan Isa al-Masih
        Perpecahan yang terjadi di kalangan umat Nashrani diakibatkan oleh perbedaan mereka terhadap konsep Tuhan. Hal inilah yang memunculkan golongan-golongan termasuk tiga golongan besar di atas.
Fenomena ketuhanan tampaknya merupakan fakta universal. Hal ini tidak saja ditemukan pada masyarakat modern, tetapi juga pada masyarakat yang paling primitive sekalipun. Kajian sejarah tentang asal-usul agama telah membuktikan kenyataan ini. Louis Berkhof di dalam karyanya, Systemayic Theology, menegaskan bahwa “ide tentang Tuhan secara praktis bersifat universal pada ras manusia. Hal ini juga ditemukan di antara bangsa-bangsa dan suku-suku yang tidak memiliki peradaban.
Ia juga menyebutkan, 
          “Di antara semua manusia dan suku-suku di dunia ini terdapat perasaan akan ketuhanan, yang dapat dilihat dari cara-cara penyembahannya. Karena gejala ini sangat universal, hal tersebut pasti merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh manusia, dan jika sifat manusia ini secara alamiah membawa kepada penyembahan religi, maka penjelasannya hanya akan ditemukan pada Wujud Agung yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang selalu beragama.”
            Oleh karena itu, banyak para ahli teologi dan filsafat agama yang menisbahkan argumentasi tentang adanya Tuhan pada fakta sejarah ini. Bahkan, sebagian teolog dan pakar filsafat agama menyatakan bahwa fenomena ketuhanan sebenarnya telah terlembaga pada diri manusia sebagai ide bawaan (innate idea of God). Dengan demikian fenomena ketuhanan pada diri manusia selain bersifat universal juga bersifat natural.
Bahkan lebih dari itu, ide tentang ketuhanan dalam diri manusia oleh beberapa kalangan sudah dikategorikan bersifat naluriah (instinctive). Sementara yang lain menyebutkan bahwa ide ketuhanan merupakan tuntutan akal (the voice of reason).
           Pemaparan di atas menunjukkan bahwa manusia tidak bisa lepas dan sangat berkebutuhan untuk bertuhan, dimana manusia bisa berharap, bergantung, meminta, menyembah dan melindungkan dirinya. Hal inilah yang juga menimpa kalangan Nashrani saat merumuskan konsep ketuhanan mereka.
            Al-Syahrastani merekam dinamika umat Nashrani dalam merumuskan konsep ketuhanannya yang pada akhirnya melahirkan kelompok-kelompok keagamaan, akibat tidak ada kata sepakat tentang Tuhan itu sendiri.
             Seperti telah disebutkan di atas, Al-Syahrastani membagi tiga kelompok besar di kalangan umat Nashrani, yakni: Al-Mulkaniyah, An-Nusturiyah dan Ya’kubiyah.
1. Al-Mulkaniyah berpandangan bahwa Firman bersatu dengan tubuh Al-Masih dan menyatu dengan kemanusiaan (nasut), yang dimaksud dengan Firman adalah oknum pengetahuan. Sementara Roh Kudus adalah oknum kehidupan dan dinamakan pengetahuan sebelum menjelma menjadi anak. Sebagiannya mengatakan Firman menyatu ke dalam tubuh Al-Masih seperti penyatuan air dan susu.
Al-Mulkaniyah menerangkan benda bukan oknum tetapi yang merupakan yang mempunyai sifat dan sifat, melalui cara ini mereka mengakui Trinitas. Al-Qur’an memberitakan tentang pendirian aliran ini dalam firman-Nya:
           “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga…” (QS. Al-Maidah: 73)
             Menurut Al-Mulkaniyah, Al-Masih bukan manusia, bukan pula sebagian manusia. Ia adalah qadim yang azali, dari yang qadim azali.
2. An-Nusturiyah
            Menafsirkan Injil dengan pemikirannya sendiri. Mereka berpandangan bahwa Allah yang maha Esa terdiri dari tiga oknum: wujud, pengetahuan dan kehidupan. Ketiga oknum ini bukan tambahan dari zat dan bukan pula sifat zat yang bersatu dengan jasad Al-Masih, tidak melalui integrasi seperti yang diyakini Al-Mulkaniyah dan tidak pula melalui kelahirannya sebagai wujud Tuhan seperti yang diyakini Al-Ya’kubiyah.
              Mereka selalu menganggap anak selalu dilahirkan oleh ayah namun telah berintegrasi dan bersatu dengan tubuh Al-Masih pada saat lahir. Tuhan adalah dua oknum, dua zat dan dua tabiat (karakter), Tuhan sempurna dan manusia sempurna. Tidak merusak kesatuan didahului yang qadim dan dibelakangnya yang baru, namun keduanya bersatu dan tabiatnya satu. Kadang-kadang namanya dibawa dengan istilah lain, mereka ganti istilah tabiat, oknum dan person.
2.Ya’kubiyah
           Mengakui oknum yang tiga, namun buat mereka kalimat (Firman) berubah menjadi darah dan daging yang akhirnya menjadi Tuhan ialah Al-Masih, Tuhan lahir dalam bentuk manusia, bahkan ia adalah Tuhan. Pendirian kelompok ini diterangkan dalam al-Qur’an :
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: sesungguhnya Allah itu Al-Masih putra Maryam…” (QS. Al-Maidah: 72)
               Sebagian besar kelompok aliran-aliran Ya’kubiyah menganggap Al-Masih adalah zat yang maha Esa, satu oknum yang terdiri dari dua zat atau satu tabiat dari dua tabiat. Ia adalah zat Tuhan yang qadim dan zat manusia yang baru yang keduanya terdiri dari perpaduan jiwa dan raga yang akhirnya menjadi satu zat, satu oknum ialah menjadi manusia seutuhnya dan Tuhan seutuhnya.

E.Asal Ide Ketuhanan Al-Masih
          Ide Anak Tuhan merupakan hal yang lumrah di masyarakat Yahudi. Mereka menganggap bahwa bangsa Israel adalah "Anak-anak Tuhan". Bagi mereka istilah "Anak Tuhan" bukan untuk individu. "Anak-anak Tuhan" dalam pengertian individu merupakan paham penyembah berhala yang menganggap bahwa Tuhan beranak di dunia. (Tillich1968)
            Drapper dalam bukunya Conflict between Religion and Science menceritakan bahwa Plato lahir di Athena tahun 429 SM. Ibunya adalah Paraction yang bertunangan dengan Arus. Namun sebelum mereka menikah, Paraction telah dihamili oleh Tuhan Apollo yang merupakan "Roh Kudus" dalam ketuhanan bangsa Yunani. Tuhan Appolo mengancam Arus untuk menghormati Roh Kudus dan tidak mendekati Paraction yang telah dihamilinya. Oleh sebab itu Plato di sebut "Anak Tuhan". Pythagoras yang lahir tahun 575 SM yang dianggap lahir tanpa ayah, juga disebut "Anak Tuhan".
            Paulus yang menganggap Yesus lahir melalui intervensi Roh Kudus, memperkenalkannya kepada para penyembah berhala di kerajaan Romawi sebagai "Anak Tuhan (Allah)".
"Jawab malaikat itu kepadanya: `Roh Kudus akan turun atasmu dan Kuasa Allah yanq Maha Tinqqi akan menaunqi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan akan disebut kudus, Anak Allah" (Lukas 1:35)
"Ketika itu juga ia memberitakan Yesus di rumah-rumah ibadat, dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah" (Kisah Para Rasul 9:20)
         Pekerjaan Paulus yang mulai merusak ajaran Tauhid yang diajarkan Yesus ini dikutuk oleh Allah dalam surah Maryam 19:88-92:
            "Dan mereka berkata: 'Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak'. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat munqkar. Hampir-hampir lagit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yanq Pemurah mempunyai anak" (Surah Maryam 19:88-92)
Arti dan Asal Trinitas
 1. Athanasian Creed (abad VI) mendefinisikan Trinitas sebagai:
"The Father is God, the Son is God, and the Holy Ghost is God. And yet there Gods but one God". (Bapak adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan. Namun bukan tiga Tuhan melainkan satu Tuhan.)
 2. The Orthodox Christianity kemudian mendefinisikan lagi Trinitas sebagai:
"The Father is God, the Son is God, and the Holy Spirit is God, and toqether, not exclusively, the form one God". (Bapak adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan, dan bersama-sama, bukan sendiri-sendiri, membentuk satu Tuhan.)
Kesimpulan
        Berdasarkan penjelasan panjang lebar tentang agama oleh Abdul Karim Asy-Syahrastani, maka kesimpulan yang diperoleh sebabai berikut:
1.Abdul Karim Asy-syahrastani lahir pada 479 H. Beliau seorang sejarawan, filsuf, ulama, dan teolog terkemuka. Beliau lahir di Syahrastan, Khurasan, Persia. Karena pengetahuan dan pemikirannya yang luar biasa maka banyak para filsuf yangmengakui kegemilangan pemikirannya.
2.Karya beliau yang paling terkenal adalah Al-Milal wa An-Nihal.
3.Menganai ahli kitab beliau mengungkapkan bahwa mereka dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang berpedoman pada Taurat dan Injil, dan mereka yang berpedoman pada shuhuf Nabi Ibrahim mereka adalah kaum Majusi dan Manu.
4.Ide Anak Tuhan merupakan hal yang lumrah di masyarakat Yahudi. Mereka menganggap bahwa bangsa Israel adalah "Anak-anak Tuhan". Bagi mereka istilah "Anak Tuhan" bukan untuk individu. "Anak-anak Tuhan" dalam pengertian individu merupakan paham penyembah berhala yang menganggap bahwa Tuhan beranak di dunia. (Tillich1968).
Alfan Khoiron, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FIB Universitas Brawijaya 
You have read this article with the title Asy-Syahrastani dan Pemikiran Filosofisnya. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/06/asy-syahrastani-dan-pemikiran.html. Thanks!

No comment for "Asy-Syahrastani dan Pemikiran Filosofisnya"

Post a Comment