Ular lambang Nafsu Lwammah |
Kisah Sunan Kalijaga sendiri, diketahui tersebar di sejumlah naskah yang menggambarkan kisah perjalanan ruhani Sunan Kalijaga dengan berbeda satu sama lain meski terdapat kemiripan dan kesamaan esensi. “Sedikitnya ada tiga naskah yang menuturkan perjalanan ruhani Sunan Kalijaga dalam bentuk cerita naratif,” papar K. Ng. H. Agus Sunyoto melengkapi penjelasan Riyanto.
Kisah pertama diriwayatkan dalam serat Nawaruci/Dewaruci, yang dimainkan lewat seni pertunjukan wayang purwa, di mana pengalaman ruhani Sunan Kalijaga digambarkan secara simbolik sebagai perjalanan tokoh Bima atau Werkudara mencari susuhing angin . Dalam bahasa Sansekerta Bhima memiliki arti kuat, sedangkan Werkudoro dari bahasa Sansekerta Wrekodara bermakna serigala. Panggilan serigala dilekatkan padanya oleh karena ia adalah insan yang kuat dan tangguh, mampu mengalahkan dua orang anak Dristarasta, yaitu Duryudana dan Dursasana. Bahkan usai membunuh Dursasana, Bhima meminum darahnya dengan lahap. Sangkuni pun dibunuh Bhima dengan cara dirobek mulutnya sampai rahang terbelah ke leher.
Raksasa Kembar Lambang Nafsu Ammarah |
“Masuk saja tanpa memikirkan masuk akal dan tidaknya.”
Akhirnya masuklah Bima ke dalam diri Dewaruci melalui telinga kiri. Di sana ia takjub dengan pemandangan yang disaksikannya, bahwa ia tengah berada di lautan bebas tanpa batas. Di sana ia menyaksikan cahaya empat warna; hitam, kuning, merah dan putih. Dalam tafsir, warna hitam melambangkan nafsu Lwammah, di mana itu merupakan nafsu dalam diri manusia yang dipenuhi dengan keserakahan dan kerakusan,nafsu kepemilikan, sehingga bila perlu dunia digenggam sendiri menjadi miliknya. Warna kuning merupakan simbol nafsu Sufliyah; nafsu yang bersemayam dalam diri manusia, yang merupakan sumber sifat erotis dan syahwat manusia. Warna merah melambangkan nafsu Ammarah, nafsu yang membawa manusia pada api dendam, benci, iri, dengki dan sejenisnya. Warna putih melambangkan nafsu Muthma’innah, yaitu nafsu yang menghendaki ketentraman, kenikmatan dan kenyamanan. Tidak berhenti pada pemandangan atas empat warna, naik setingkat lebih tinggi, Bhima memasuki alam ruh yang membuatnya tak ingin kembali ke dunia. Namun oleh karena perintah Dewaruci, Bima kembali ke Amarta dan turut membantu saudara-saudaranya dalam perang Bharatayudha.
Membelah dua gunung lambang Nafsu Sufliyah |
Kisah ketiga perjalanan Sunan Kalijaga dihadirkan dalam naskah Suluk Linglung, di mana dalam suluk ini, Sunan Kalijaga digambarkan berguru kepada Sunan Bonang dan sebagaimana dikisahkan dalam Suluk Syekh Malaya, Sunan Kalijaga diperintah oleh Sunan Bonang melaksanakan ibadah haji untuk mencari hidayah Allah Swt. Di tengah perjalanan, ketika sampai di lautan yang luas, ia bertemu dengan seorang manusia yang berjalan di atas air. Manusia ini dikenal dengan nama Nabi Khidir. Lalu Khidir bertanya, “Hendak kemana engkau?” “Menunaikan Haji ke Mekah,” jawab Sunan Kalijaga singkat. “Apakah kamu sudah benar-benar memahami hakikat haji? Jika belum, engkau hanya akan bertemu dengan batu, tanpa tahu siapa pemiliknya,” lanjut Khidir sembari memerintahkan Sunan Kalijaga untuk masuk ke dalam dirinya. Maka masuklah ia melalui telinga kiri Khidir, di sana ia mendapati lautan luas tanpa batas, tetapi ia melihat cahaya empat warna yang merupakan simbol nafsu yang ada dalam diri manusia.
Dewaruci Lambang Ruh Idhofi |
“Maka apabila Telah Kusempurnakan kejadiannya Kutiupkan kepadanya ruh-Ku; Maka hendaklah kamu sekalian bersujud kepadanya".
Maka hanya melalui ruh inilah manusia akan benar-benar sampai pada Tuhannya. Namun, untuk mencapai ruh idhofi bukan perkara yang mudah. Ungkap Agus Sunyoto memperingatkan, karena manusia masih harus melewati berlapis-lapis nafsu yang menyelubung diri. Akan banyak aral melintang menghalangi. Kita ambil contoh sahabat Nabi Saw, Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang sangat bijaksana dan waskita, setelah 13 tahun lamanya bersama Rasul Saw. Pada saat diajak hijrah, dikejar-kejar kaum Quraisy. Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur bersama Nabi Saw. Saat itu seorang pemuda Quraisy masuk dengan sebilah pedang di tangan. Menyaksikan itu Abu Bakar gemetar dan menangis sambil berucap, “Yang aku khawatirkan adalah keselamatanmu wahai Nabi Allah.” Melihat Abu Bakar ketakutan Nabi Saw yang beroleh wahyu berkata, innallaha ma’anaa, “Saat itulah, Abu Bakar menyaksikan Allah dalam makna araftu robbi birobbi, menyaksikan Allah dengan kuasa Allah dalam makna ma’rifat sehingga lenyaplah semua ciptaan yang tergelar di sekitar, yang Ada hanya Allah semata sebagai Yang Wujud. Saat itulah, Abu Bakar baru benar-benar mengenal Allah dalam makna yang sebenarnya. “Oleh karena itu jangan seperti orang yang sok sudah kenal Allah, baru belajar Islam 2-3 minggu sudah merasa dirinyalah yang paling benar lalu mengkafir-kafirkan yang lainnya. Sungguh, jalan menuju Allah membutuhkan jihad (perjuangan) yang luar biasa. Jika manusia bisa melampaui ujian-ujian dengan jihadnya, niscaya terbukalah jalan-jalan sebagaimana firman Allah Swt dalam al-Qur’an;
“Dan orang-orang yang berjihad menuju Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.”
“Semoga sepintas ngaji dengan menggali khazanah warisan Wali Songo ini dapat memberikan manfaat dan barokah kepada kita semua. Al Fatihah,” ujar Agus Sunyoto mengakhiri ngaji Suluk ngAllah.
Posted by Tina Siska Hardiansyah
You have read this article Budaya
with the title Suluk Linglung dan Perjalanan Ruhani Sunan Kalijaga. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2014/04/suluk-linglung-dan-perjalanan-ruhani_26.html. Thanks!
Suluk linglung bersumber dari naskah pegon/jawa nggih? Mohon informasinya karena sy hendak meneliti scra filologi tradisional.
ReplyDeleteSuluk linglung bersumber dari naskah pegon/jawa nggih? Mohon informasinya karena sy hendak meneliti scra filologi tradisional.
ReplyDelete