Oleh: Athiyyatun Ni'mah
A.Biografi al-Rozi
Al-Razi bernama lengkap Abu Bakr Muhammad bin Zakariyya al-Razi. yang dalam wacana keilmuan barat dikenal dengan sebutan Razes. Dia lahir di Rayy, sebuah kota tua yang dulu bernama Rhogge, Propinsi Khurasan, dekat Teheran, pada tanggal 1 Sya’ban tahun. 251 H / 856 M dan wafat tahun 925 M./ 313 H.
Al- Rozi yang wafat tahun 925 M, adalah seorang filosuf dan orang kenamaan yang berkenaan dengan kedokteran”.
Ada beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggilkan Al-Razi yakni Abu Hatim Al-Razi, Fakhrudin Al-Razi, dan Najmudin Al-Razi, bahkan ada Quthb A-Din Mahmud ibn Dhia Ad-Din Mas’ud Al-Syirozi yang lahir di kota Syirozi Persia pada tahun 634 H / 1236 M.oleh karena itu untuk membedakan Al-Razi, sang filosof ini dari tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar yang merupakan nama Kun-Yah- nya (gelarnya)”.
Pada masa mudanya ia pernah menjadi tukang intan, penukar uang, dan pemain kecapi. Kemudian ia menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu kimia dan meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit akibat eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. Setelah itu ia beralih dan mendalami ilmu kedokteran dan filsafat.
Al-Razi terkenal sebagai seorang dokter yang dermawan, penyayang kepada pasien-pasiennya. Karena itu ia sering memberikan pengobatan Cuma-Cuma kepada orang miskin. Namun ungkapan Abdul. Latif Muhammad Al-‘Abd terlalu berlebihan yang mengatakan bahwa Al-Razi tidak memiliki harta sampai ia meninggal dunia. Kenyataan ia sering pulang pergi antara Baghdad dan Rayy. Hal ini menunjukkan bahwa ia masih mempunyai uang”.
Pendidikan yang diperoleh al-Rozi dari Hunayn bin Ishaq, mengantarkannya menjadi manusia produktif. Bahkan, produktifitasnya melebihi gurunya, terutama di bidang medis.
Kepribadian al-Razi dilukiskan sebagai seorang yang sangat murah hati, dermawan dan ulet.. Oleh karena itu dapat dipahami secara logis apabila, dari dua disiplin utama (kedokteran dan filsafat) yang ditekuninya, rentang kehidupannya lebih banyak terkonsentrasi pada bidang medis yang berkaitan langsung dengan jasa pelayanan sosial, dari¬pada bidang filsafat yang bertumpu pada kepentingan elit-intelektual/ budaya.
Kejeniusan dan repuasinya yang baik di bidang kedokteran, menjadikannya diangkat sebagai direktur rumah sakit di Rayy semasa ia menjelang usia tigapuluh tahun, kemu¬dian di Baghdad. Bahkan dia berprestasi sebagai “dokter Islam yang tidak ada bandingannya”. Di sisi lain, dia dije¬laskan oleh beberapa ahli telah pandai memainkan harpa pada masa mudanya dan pernah menjadi money changer, sebelum beralih ke filsafat dan kedokteran.
Sedangkan karirnya di bidang intelektual terbukti pada karya tulisnya yang tidak kurang dari 200 jilid tentang berbagai pengetahuan fisika dan metafisika (medis, astrono¬mi, kosmologi, kimia, fisika, dan sebagainya, kecuali mate¬matika, karena beberapa alasan yang tidak diketahui, benar-benar dihindarinya. Dalam bidang medis, al-Razi menulis buku –sebagai karya terbesar-tentang penyakit cacar dan campak, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Latin dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Bukunya al-Hawi yang lebih terkenal dengan sebutan al-Jami‘, terdiri atas 20 jilid yang merupakan ensiklopedia ilmu kedokteran, dan telah diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul Continens yang tersebar luas dan menjadi buku pegangan utama dikalangan kedokteran Eropa sampai abad 17 M”, Yang membahas berbagai cabang ilmu kedokteran, sebagai buku pegangan selama lima abad (abad 13-17) di Eropa dan salah satu dari kesembilan karangan seluruh perpustakaan Fakultas Kedokteran Paris di tahun 1395 M.
Khusus di bidang filsafat, hanya sejumlah kecil karya al-Razi, sekitar 100 buku yang telah ditemukan. Berikut ini disajikan karya-karya tersebut:
1.Sekumpulan karya logika berkenaan dengan Kategori-Kategori, Demonstrasi, Isagoge, dan Kalam Islam;
2.Sekumpulan risalah tentang metafisika pada umumnya;
3.Materi Mutlak dan Partikular;
4.Plenum dan Vacum, ruang dan waktu;
5.Fisika;
6.Bahwa dunia mempunyai Pencipta yang Bijaksana;
7.Tentang keabadian dan ketidakabadian tubuh;
8.Sanggahan terhadap Proclus;
9.Opini fisika: “Plutarch” (Placita Philosophorum);
10.Sebuah komentar tentang Timaeus;
11.Sebuah komentar terhadap komentar Plutarch tentang Temaeus;
12.Sebuah risalah yang menunjukkan bahwa benda-benda ber¬gerak dengan sendirinya dan gerakan itu pada hakikatnya adalah milik mereka;
13.Obat pencahar rohani (Spiritual Physic);
14.Jalan filosofis;
15.Tentang Jiwa;
16.Tentang perkataan imam yang tak dapat salah;
17.Sanggahan terhadap kaum Mu’tazilah;
18.Metafisika menurut ajaran Plato; dan
19.Metafisika menurut ajaran Socrates.
Melalui karya-karyanya, al-Razi menampilkan dirinya sebagai filosof-platonis, terutama dalam prinsip “lima kekal” dan “jiwa”nya. Di samping itu, ia juga pendukung pandangan naturalis kuno.
Selain ulet, ia juga seorang tokoh intelektual yang berani, sehingga ia dijuluki sebagai tokoh non-kompromis terbesar di sepanjang sejarah intelektual Islam. Di antara bukti keberaniannya dituangkan dalam pandangannya tentang “jiwa” dan “kenabian dan agama”.
Meskipun al-Razi menulis sejumlah karya monu¬mental dan memiliki keberanian pemikiran, akan tetapi pamor kreasi kemedisannya lebih mencuat dibanding dengan buah filsafatnya. Oleh karena itu dapat dipahami, apabila dalam seleksi unggulan peta kajian filsafat –baik di panggung global maupun di ring filsafat Islam sendiri, ia tidak terekrut di dalamnya. Demikian ini didasarkan pada sejauh beberapa referensi yang telah penulis periksa.
Kajian Fakhry, yang menempatkan al-Razi pada periode awal penulisan filsafat sistematik (abad kesembilan). Kajian Madkour, yang memposisikan al-Razi pada sisi kecil tentang teori kenabian yang berdampingan secara aktif dengan bebera¬pa tokoh dan mazhab filsafat Yunani dan Islam. Kemudian, kajian Ali, yang secara khusus membahas al-Razi –meskipun sangat ringkas- sebagai anggota mazhab filsafat Dunia Islam bagian Timur.
Sebagai orang yang terkenal pada dasarnya, ia mempunyi banyak murid yang belajar kepadanya. Metode penyampaian pemikirannya adalah bersistem pengembangan daya intekektual. Apabila ada seorang murid yang bertanya maka pertanyaan itu tidak langsung dijawabnya melainkan dilemparkan kembali kepada murid- murid lainnya yang terbagi beberapa kelompok .
Apabila kelompok pertama tidak bisa memecahkannya maka pertanyaan itu dilemparkan kepada kelompok kedua dan begitu seterusnya. Sehingga apabila tidak ada yang sanggup, Maka Al-Razi sendiri yang menjawabnya. Diantara muridnya yang cerdas adalah Abu bakar Ibnu Qorin Al-Razi yang kemudian menjadi seorang dokter. Al-Razi jika bersama murid- muridnya atau pasiennya, ia selalu menggunakan waktunya untuk menulis dan belajar. Kemungkinan hal itu sebagai salah satu yang menyebabkan penglihatannya berangsur – angsur melemah dan merupakan indikasi kebutaan matanya”.
Sampai menjelang wafat, ia terkena penyakit buta, tetapi menolak untuk diobati dan mengatakan pengobatan akan sia – sia belaka karena sebentar lagi akan meninggal.
B.Pemikiran Filsafat Ar-Razi
Jiwa
Pada poin ini, ada sesuatu yang mengejutkan pendirian Aristotelianisme dan ajaran Islam, yakni pernyataan keyakin-an al-Razi kepada Pythagorean-Platonik tentang metempsikosis (transformasi jiwa).
Menurutnya, jiwa, meskipun asalnya hidup, tidak sabar dan dalam keadaan bodoh. Oleh karena terpesona oleh materi, maka ia berusaha untuk dipersatukan dengannya dan untuk dianugerahi bentuk yang memungkinkannya dapat menikmati kesenangan-kesenangan jasmani. Jadi, Tuhan menciptakan dunia semata-mata menolong ruh ketika ia tertarik pada materi pertama, sedang materi pertama memberontak. Tuhan kemudian menolong ruh dengan membentuk alam ini dengan susunan yang kuat sehingga ruh dapat mencari kesenangan didalamnya”. Tetapi, karena ada perlawanan materi terhadap kegiatan jiwa yang sedang dalam pembentukan, maka Tuhan “bermurah hati” untuk membantunya dan menciptakan dunia ini, dengan bentuk materialnya, agar jiwa dapat melam¬piaskan nafsu syahwatnya untuk menikmati bagian kesenangan-kesenangan material untuk sementara waktu.
Demikian juga, Tuhan menciptakan manusia dan memberinya akal dari “esensi ketuhanan-Nya”, sehigga akal pada akhirnya dapat menggugah jiwa dari keterbuaian jasmaninya dalam tubuh manusia, dan mangingatkannya pada nasib (hakikat)nya yang sejati sebagai warga dunia yang lebih tinggi (akali) dan akan tugasnya untuk mencari dunia tersebut melalui pengkajian filsafat. Ketika jiwa sampai ke taraf ketagihan terha-dap pengkajian filsafat, ia berhak memperoleh keselamatannya dan bergabung kembali dengan dunia akali dan dengan demikian ia terbebas –sebagaimana dikatakan oleh kaum Pythagorean kuno-dari “jantera kelahiran”. Ketika tujuan akhir ini tercapai dan jiwa manusia yang dibimbing oleh akal telah kembali ke tempat asalnya yang sejati, “dunia yang lebih rendah” ini akan berhenti, dan materi, yang telah demikian lekat terjalin dengan bentuk, akan kembali kepada keadaannya semula yang betul-betul murni dan sama sekali tiada berbentuk.
Pada konsepsi jiwa tersebut, al-Razi tidak saja menga¬jukan sebuah teori yang berani dan orisinal tentang jiwa, akan tetapi juga memberikan penjelasan mengenai penciptaan dunia dalam waktu oleh Sang Pencipta. Konsepsi Pythagorean-Orphik tentang kembalinya jiwa secara melingkar dan pelepasannya yang terakhir dari “jantera kelahiran” dikemukakan dengan tegas dan fungsi terapi mistik filsafat cukup ditonjolkannya.
Moral
Adapun pemikiran Ar-Razi tentang moral sebagaimana tertuang dalam buku At-Thibb al-ruhani dan Al-Sirah al-Falsafiyyah, bahwa tingkah laku itu berdasarkan dari akal. Hawa nafsu harus berada dibawah kendali akal dan agama. Beliau memperingatkan bahaya minuman khomr yang dapat merusakkan akal dan melanggar agama.
Berkaitan dengan jiwa, Ar-Razi menjadikan jiwa sebagai salah satu alasan pengobatan baginya. Menurutnya antara tubuh dan jiwa terhadap suatu hubungan yang sangat erat, misalnya: emosi jiwa tidak akan terjadi kecuali dengan melalui pengamatan indrawi.
Sedangkan kebahagiaan menurut Ar-Razi adalah kembalinya apa yang telah tersingkir karena sesuatu yang berbahaya, misalnya: orang yang meninggalkan tempat yang teduh menuju tempat yang disinari matahari. Ia akan senang ketika kembali ke tempat yang teduh tadi.
Kenabian/ Theologi
Ar-Razi menyangkah bahwa anggapan bentuk kehidupan manusia memerlukan nabi sebagaimana yang dikatakannya dalam bukunya Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwah. Beliau mengatakan bahwa beliau tidak percaya kepada wahyu dan adanya nabi. Menurutnya para nabi tidak berhak mengklaim dirinya sebagai orang yang memiliki keistimewaan khusus. Karena semua orang adalah sama dan keadilan tuhan secara hikmahnya mengharuskan tidak membedakan antara seoranng dengan yang lainnya.
Ar-Razi juga mengritik kitab suci baik injil maupun al-quran. Beliau menolak mukjizat al-quran baik segi isi maupun gaya bahasanya. Menurutnya orang mungkin saja dapat menulis kitab yang lebih baik dengan gaya, bahasa yang lebih indah. Kendatipun demikian, Ar-Razi tidak berati seorang atheis, karena beliau masih menyakini adanya Allah.
Metafisika
Filsafat Ar-Razi dikenal dengan ajaran “Lima kekal” yaitu:
Allah Ta’ala
Ruh Universal
Materi pertama
Ruang absolute
Masa absolute
Berikut ini uraian singkat mengenai “Lima kekal” yaitu:
1.Allah Ta’ala
Allah bersifat sempurna. Tidak ada kebijakan setelah tidak sengaja, karena itu ketidak sengajaan tidak bersifat kepada-Nya.
Kehidupan berasal dari-Nya sebagaimana sinar datang dari matahari Allah mempunyai kepandaian yang sempurna dan murni. Kehidupan ini adalah mengalir dari ruh. Allah menciptakan sesuatu dan tidak ada yang bisa yang menandingi dan tidak ada yang bisa menolak kepada-Nya. Allah Maha Mengetahui, segala sesuatu. Tetapi ruh-ruh hanya mengetahui apa yang berasal dari eksperimen. Tuhan mengetahui bahwa ruh cenderung pada materi dan membutuhkan kesenangan materi.
2.Ruh
Allah tidak menciptakan dunia lewat desakan apapun tetapi Allah memutuskan penciptaan-Nya setelah pada mulanya tidak berkehendak tidak menciptakannya, Allah menciptakan manusia guna menyadarkan ruh dan menunnjukkan kepadanya, bahwa dunia ini bukanlah dunia yang sebenarnya dalam arti haqiqi.
Manusia tidak akan mencapai dunia haqiqi ini, kecuali dengan filsafat, mereka mempelajari filsafat, mengetahui dunia haqiqi, memperoleh pengetahuan akan selamat dari keadaan buruknya. Ruh-ruh tetap berada dalam dunia ini sampai mereka disadarkan oleh filsafat akan rahasia dirinya.
Melalui filsafat manusia dapat memperoleh dunia yang sebenarnya, dunia sejati atau dunia haqiqi.
3.Materi
Menurut Ar-Razi kemutlakan, materi pertama terdiri dari atom-atom, setiap atom mempunyai volum yang dapat dibentuk. Dan apabila dunia ini dihancurkan, maka ia akan terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan suatu yang berasal dari ketiadaan sesuatu.
Untuk memperkuat pendapat ini Ar-Razi memberikan 2 bukti yaitu:
Penciptaan adalah bukti dengan adanya sang pencipta.
Berlandaskan ketidak mungkinan penciptaan dan ketiadaan.
4.Ruang
Menurut Ar-Razi ruang adalah tempat keadaan materi, beliau mengatakan bahwa materi adalah kekal dan karena materi itu mempunyai ruang yang kekal.
Bagi Ar-Razi ruang terbagi menjadi 2 yakni waktu universal (mutlak) dan waktu tertentu (relatif ), ruang universal adalah tidak terbatas dan tidak tergantung kepada dunia dan segala sesuatu yang ada didalamnya. Sedangkan ruang yang relatif adalah sebaliknya.
5.Waktu
Adalah subtasi yang mengalir, ia adalah kekal. Ar-Razi membagi waktu 2 macam yakni waktu mutlak dan waktu relatif (terbatas). Waktu mutlak adalah keberlangsungan, ia kekal dan bergerak. Sedang gerak relatif adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang gemintang.
Prinsip lima kekal itu merupakan sebuah sistem metafi¬sika yang koheren. Sistem ini mencerminkan daya kecerdikan al-Razi, sebagai pembenaran terhadap tesis filosofis bahwa dunia ini diciptakan, dan sekaligus sebagai obat bagi kebin¬gungan para filosof.
Persoalan yang dihadapi oleh mereka bukan sekadar “apakah dunia ini diciptakan atau tidak?”, akan tetapi lebih rumit ketika melewati batas-batas risalah polemik teologi dan filsafat, baik dalam Islam maupun Kristen –apakah Tuhan menciptakan dunia, melalui “keniscayaan alam” (necessity of nature) atau melalui tindakan bebas?. Persoalan ini pernah dinyatakan oleh kaum Skolastik Latin.
Apabila “kemestian alam” yang dituntut, maka konsekuen¬si logisnya adalah, bahwa Tuhan, yang menciptakan dunia dalam waktu, berada dalam waktu itu sendiri. Sebab suatu produk alamiah harus terjadi secara niscaya atas pelaku alamiahnya dalam waktu. Di sisi lain, apabila tindakan “kehendak bebas” yang dijadikan jawaban, maka ada pertanyaan lain yang segera muncul: “mengapa Tuhan lebih senang mencip¬takan dunia dalam waktu partikular daripada dalam cara yang lainnya?”.
Athiyyatun Ni'mah, mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FIB Universitas Brawijaya
Al-Razi bernama lengkap Abu Bakr Muhammad bin Zakariyya al-Razi. yang dalam wacana keilmuan barat dikenal dengan sebutan Razes. Dia lahir di Rayy, sebuah kota tua yang dulu bernama Rhogge, Propinsi Khurasan, dekat Teheran, pada tanggal 1 Sya’ban tahun. 251 H / 856 M dan wafat tahun 925 M./ 313 H.
Al- Rozi yang wafat tahun 925 M, adalah seorang filosuf dan orang kenamaan yang berkenaan dengan kedokteran”.
Ada beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggilkan Al-Razi yakni Abu Hatim Al-Razi, Fakhrudin Al-Razi, dan Najmudin Al-Razi, bahkan ada Quthb A-Din Mahmud ibn Dhia Ad-Din Mas’ud Al-Syirozi yang lahir di kota Syirozi Persia pada tahun 634 H / 1236 M.oleh karena itu untuk membedakan Al-Razi, sang filosof ini dari tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar yang merupakan nama Kun-Yah- nya (gelarnya)”.
Pada masa mudanya ia pernah menjadi tukang intan, penukar uang, dan pemain kecapi. Kemudian ia menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu kimia dan meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit akibat eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. Setelah itu ia beralih dan mendalami ilmu kedokteran dan filsafat.
Al-Razi terkenal sebagai seorang dokter yang dermawan, penyayang kepada pasien-pasiennya. Karena itu ia sering memberikan pengobatan Cuma-Cuma kepada orang miskin. Namun ungkapan Abdul. Latif Muhammad Al-‘Abd terlalu berlebihan yang mengatakan bahwa Al-Razi tidak memiliki harta sampai ia meninggal dunia. Kenyataan ia sering pulang pergi antara Baghdad dan Rayy. Hal ini menunjukkan bahwa ia masih mempunyai uang”.
Pendidikan yang diperoleh al-Rozi dari Hunayn bin Ishaq, mengantarkannya menjadi manusia produktif. Bahkan, produktifitasnya melebihi gurunya, terutama di bidang medis.
Kepribadian al-Razi dilukiskan sebagai seorang yang sangat murah hati, dermawan dan ulet.. Oleh karena itu dapat dipahami secara logis apabila, dari dua disiplin utama (kedokteran dan filsafat) yang ditekuninya, rentang kehidupannya lebih banyak terkonsentrasi pada bidang medis yang berkaitan langsung dengan jasa pelayanan sosial, dari¬pada bidang filsafat yang bertumpu pada kepentingan elit-intelektual/ budaya.
Kejeniusan dan repuasinya yang baik di bidang kedokteran, menjadikannya diangkat sebagai direktur rumah sakit di Rayy semasa ia menjelang usia tigapuluh tahun, kemu¬dian di Baghdad. Bahkan dia berprestasi sebagai “dokter Islam yang tidak ada bandingannya”. Di sisi lain, dia dije¬laskan oleh beberapa ahli telah pandai memainkan harpa pada masa mudanya dan pernah menjadi money changer, sebelum beralih ke filsafat dan kedokteran.
Sedangkan karirnya di bidang intelektual terbukti pada karya tulisnya yang tidak kurang dari 200 jilid tentang berbagai pengetahuan fisika dan metafisika (medis, astrono¬mi, kosmologi, kimia, fisika, dan sebagainya, kecuali mate¬matika, karena beberapa alasan yang tidak diketahui, benar-benar dihindarinya. Dalam bidang medis, al-Razi menulis buku –sebagai karya terbesar-tentang penyakit cacar dan campak, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Latin dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Bukunya al-Hawi yang lebih terkenal dengan sebutan al-Jami‘, terdiri atas 20 jilid yang merupakan ensiklopedia ilmu kedokteran, dan telah diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul Continens yang tersebar luas dan menjadi buku pegangan utama dikalangan kedokteran Eropa sampai abad 17 M”, Yang membahas berbagai cabang ilmu kedokteran, sebagai buku pegangan selama lima abad (abad 13-17) di Eropa dan salah satu dari kesembilan karangan seluruh perpustakaan Fakultas Kedokteran Paris di tahun 1395 M.
Khusus di bidang filsafat, hanya sejumlah kecil karya al-Razi, sekitar 100 buku yang telah ditemukan. Berikut ini disajikan karya-karya tersebut:
1.Sekumpulan karya logika berkenaan dengan Kategori-Kategori, Demonstrasi, Isagoge, dan Kalam Islam;
2.Sekumpulan risalah tentang metafisika pada umumnya;
3.Materi Mutlak dan Partikular;
4.Plenum dan Vacum, ruang dan waktu;
5.Fisika;
6.Bahwa dunia mempunyai Pencipta yang Bijaksana;
7.Tentang keabadian dan ketidakabadian tubuh;
8.Sanggahan terhadap Proclus;
9.Opini fisika: “Plutarch” (Placita Philosophorum);
10.Sebuah komentar tentang Timaeus;
11.Sebuah komentar terhadap komentar Plutarch tentang Temaeus;
12.Sebuah risalah yang menunjukkan bahwa benda-benda ber¬gerak dengan sendirinya dan gerakan itu pada hakikatnya adalah milik mereka;
13.Obat pencahar rohani (Spiritual Physic);
14.Jalan filosofis;
15.Tentang Jiwa;
16.Tentang perkataan imam yang tak dapat salah;
17.Sanggahan terhadap kaum Mu’tazilah;
18.Metafisika menurut ajaran Plato; dan
19.Metafisika menurut ajaran Socrates.
Melalui karya-karyanya, al-Razi menampilkan dirinya sebagai filosof-platonis, terutama dalam prinsip “lima kekal” dan “jiwa”nya. Di samping itu, ia juga pendukung pandangan naturalis kuno.
Selain ulet, ia juga seorang tokoh intelektual yang berani, sehingga ia dijuluki sebagai tokoh non-kompromis terbesar di sepanjang sejarah intelektual Islam. Di antara bukti keberaniannya dituangkan dalam pandangannya tentang “jiwa” dan “kenabian dan agama”.
Meskipun al-Razi menulis sejumlah karya monu¬mental dan memiliki keberanian pemikiran, akan tetapi pamor kreasi kemedisannya lebih mencuat dibanding dengan buah filsafatnya. Oleh karena itu dapat dipahami, apabila dalam seleksi unggulan peta kajian filsafat –baik di panggung global maupun di ring filsafat Islam sendiri, ia tidak terekrut di dalamnya. Demikian ini didasarkan pada sejauh beberapa referensi yang telah penulis periksa.
Kajian Fakhry, yang menempatkan al-Razi pada periode awal penulisan filsafat sistematik (abad kesembilan). Kajian Madkour, yang memposisikan al-Razi pada sisi kecil tentang teori kenabian yang berdampingan secara aktif dengan bebera¬pa tokoh dan mazhab filsafat Yunani dan Islam. Kemudian, kajian Ali, yang secara khusus membahas al-Razi –meskipun sangat ringkas- sebagai anggota mazhab filsafat Dunia Islam bagian Timur.
Sebagai orang yang terkenal pada dasarnya, ia mempunyi banyak murid yang belajar kepadanya. Metode penyampaian pemikirannya adalah bersistem pengembangan daya intekektual. Apabila ada seorang murid yang bertanya maka pertanyaan itu tidak langsung dijawabnya melainkan dilemparkan kembali kepada murid- murid lainnya yang terbagi beberapa kelompok .
Apabila kelompok pertama tidak bisa memecahkannya maka pertanyaan itu dilemparkan kepada kelompok kedua dan begitu seterusnya. Sehingga apabila tidak ada yang sanggup, Maka Al-Razi sendiri yang menjawabnya. Diantara muridnya yang cerdas adalah Abu bakar Ibnu Qorin Al-Razi yang kemudian menjadi seorang dokter. Al-Razi jika bersama murid- muridnya atau pasiennya, ia selalu menggunakan waktunya untuk menulis dan belajar. Kemungkinan hal itu sebagai salah satu yang menyebabkan penglihatannya berangsur – angsur melemah dan merupakan indikasi kebutaan matanya”.
Sampai menjelang wafat, ia terkena penyakit buta, tetapi menolak untuk diobati dan mengatakan pengobatan akan sia – sia belaka karena sebentar lagi akan meninggal.
B.Pemikiran Filsafat Ar-Razi
Jiwa
Pada poin ini, ada sesuatu yang mengejutkan pendirian Aristotelianisme dan ajaran Islam, yakni pernyataan keyakin-an al-Razi kepada Pythagorean-Platonik tentang metempsikosis (transformasi jiwa).
Menurutnya, jiwa, meskipun asalnya hidup, tidak sabar dan dalam keadaan bodoh. Oleh karena terpesona oleh materi, maka ia berusaha untuk dipersatukan dengannya dan untuk dianugerahi bentuk yang memungkinkannya dapat menikmati kesenangan-kesenangan jasmani. Jadi, Tuhan menciptakan dunia semata-mata menolong ruh ketika ia tertarik pada materi pertama, sedang materi pertama memberontak. Tuhan kemudian menolong ruh dengan membentuk alam ini dengan susunan yang kuat sehingga ruh dapat mencari kesenangan didalamnya”. Tetapi, karena ada perlawanan materi terhadap kegiatan jiwa yang sedang dalam pembentukan, maka Tuhan “bermurah hati” untuk membantunya dan menciptakan dunia ini, dengan bentuk materialnya, agar jiwa dapat melam¬piaskan nafsu syahwatnya untuk menikmati bagian kesenangan-kesenangan material untuk sementara waktu.
Demikian juga, Tuhan menciptakan manusia dan memberinya akal dari “esensi ketuhanan-Nya”, sehigga akal pada akhirnya dapat menggugah jiwa dari keterbuaian jasmaninya dalam tubuh manusia, dan mangingatkannya pada nasib (hakikat)nya yang sejati sebagai warga dunia yang lebih tinggi (akali) dan akan tugasnya untuk mencari dunia tersebut melalui pengkajian filsafat. Ketika jiwa sampai ke taraf ketagihan terha-dap pengkajian filsafat, ia berhak memperoleh keselamatannya dan bergabung kembali dengan dunia akali dan dengan demikian ia terbebas –sebagaimana dikatakan oleh kaum Pythagorean kuno-dari “jantera kelahiran”. Ketika tujuan akhir ini tercapai dan jiwa manusia yang dibimbing oleh akal telah kembali ke tempat asalnya yang sejati, “dunia yang lebih rendah” ini akan berhenti, dan materi, yang telah demikian lekat terjalin dengan bentuk, akan kembali kepada keadaannya semula yang betul-betul murni dan sama sekali tiada berbentuk.
Pada konsepsi jiwa tersebut, al-Razi tidak saja menga¬jukan sebuah teori yang berani dan orisinal tentang jiwa, akan tetapi juga memberikan penjelasan mengenai penciptaan dunia dalam waktu oleh Sang Pencipta. Konsepsi Pythagorean-Orphik tentang kembalinya jiwa secara melingkar dan pelepasannya yang terakhir dari “jantera kelahiran” dikemukakan dengan tegas dan fungsi terapi mistik filsafat cukup ditonjolkannya.
Moral
Adapun pemikiran Ar-Razi tentang moral sebagaimana tertuang dalam buku At-Thibb al-ruhani dan Al-Sirah al-Falsafiyyah, bahwa tingkah laku itu berdasarkan dari akal. Hawa nafsu harus berada dibawah kendali akal dan agama. Beliau memperingatkan bahaya minuman khomr yang dapat merusakkan akal dan melanggar agama.
Berkaitan dengan jiwa, Ar-Razi menjadikan jiwa sebagai salah satu alasan pengobatan baginya. Menurutnya antara tubuh dan jiwa terhadap suatu hubungan yang sangat erat, misalnya: emosi jiwa tidak akan terjadi kecuali dengan melalui pengamatan indrawi.
Sedangkan kebahagiaan menurut Ar-Razi adalah kembalinya apa yang telah tersingkir karena sesuatu yang berbahaya, misalnya: orang yang meninggalkan tempat yang teduh menuju tempat yang disinari matahari. Ia akan senang ketika kembali ke tempat yang teduh tadi.
Kenabian/ Theologi
Ar-Razi menyangkah bahwa anggapan bentuk kehidupan manusia memerlukan nabi sebagaimana yang dikatakannya dalam bukunya Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwah. Beliau mengatakan bahwa beliau tidak percaya kepada wahyu dan adanya nabi. Menurutnya para nabi tidak berhak mengklaim dirinya sebagai orang yang memiliki keistimewaan khusus. Karena semua orang adalah sama dan keadilan tuhan secara hikmahnya mengharuskan tidak membedakan antara seoranng dengan yang lainnya.
Ar-Razi juga mengritik kitab suci baik injil maupun al-quran. Beliau menolak mukjizat al-quran baik segi isi maupun gaya bahasanya. Menurutnya orang mungkin saja dapat menulis kitab yang lebih baik dengan gaya, bahasa yang lebih indah. Kendatipun demikian, Ar-Razi tidak berati seorang atheis, karena beliau masih menyakini adanya Allah.
Metafisika
Filsafat Ar-Razi dikenal dengan ajaran “Lima kekal” yaitu:
Allah Ta’ala
Ruh Universal
Materi pertama
Ruang absolute
Masa absolute
Berikut ini uraian singkat mengenai “Lima kekal” yaitu:
1.Allah Ta’ala
Allah bersifat sempurna. Tidak ada kebijakan setelah tidak sengaja, karena itu ketidak sengajaan tidak bersifat kepada-Nya.
Kehidupan berasal dari-Nya sebagaimana sinar datang dari matahari Allah mempunyai kepandaian yang sempurna dan murni. Kehidupan ini adalah mengalir dari ruh. Allah menciptakan sesuatu dan tidak ada yang bisa yang menandingi dan tidak ada yang bisa menolak kepada-Nya. Allah Maha Mengetahui, segala sesuatu. Tetapi ruh-ruh hanya mengetahui apa yang berasal dari eksperimen. Tuhan mengetahui bahwa ruh cenderung pada materi dan membutuhkan kesenangan materi.
2.Ruh
Allah tidak menciptakan dunia lewat desakan apapun tetapi Allah memutuskan penciptaan-Nya setelah pada mulanya tidak berkehendak tidak menciptakannya, Allah menciptakan manusia guna menyadarkan ruh dan menunnjukkan kepadanya, bahwa dunia ini bukanlah dunia yang sebenarnya dalam arti haqiqi.
Manusia tidak akan mencapai dunia haqiqi ini, kecuali dengan filsafat, mereka mempelajari filsafat, mengetahui dunia haqiqi, memperoleh pengetahuan akan selamat dari keadaan buruknya. Ruh-ruh tetap berada dalam dunia ini sampai mereka disadarkan oleh filsafat akan rahasia dirinya.
Melalui filsafat manusia dapat memperoleh dunia yang sebenarnya, dunia sejati atau dunia haqiqi.
3.Materi
Menurut Ar-Razi kemutlakan, materi pertama terdiri dari atom-atom, setiap atom mempunyai volum yang dapat dibentuk. Dan apabila dunia ini dihancurkan, maka ia akan terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan suatu yang berasal dari ketiadaan sesuatu.
Untuk memperkuat pendapat ini Ar-Razi memberikan 2 bukti yaitu:
Penciptaan adalah bukti dengan adanya sang pencipta.
Berlandaskan ketidak mungkinan penciptaan dan ketiadaan.
4.Ruang
Menurut Ar-Razi ruang adalah tempat keadaan materi, beliau mengatakan bahwa materi adalah kekal dan karena materi itu mempunyai ruang yang kekal.
Bagi Ar-Razi ruang terbagi menjadi 2 yakni waktu universal (mutlak) dan waktu tertentu (relatif ), ruang universal adalah tidak terbatas dan tidak tergantung kepada dunia dan segala sesuatu yang ada didalamnya. Sedangkan ruang yang relatif adalah sebaliknya.
5.Waktu
Adalah subtasi yang mengalir, ia adalah kekal. Ar-Razi membagi waktu 2 macam yakni waktu mutlak dan waktu relatif (terbatas). Waktu mutlak adalah keberlangsungan, ia kekal dan bergerak. Sedang gerak relatif adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang gemintang.
Prinsip lima kekal itu merupakan sebuah sistem metafi¬sika yang koheren. Sistem ini mencerminkan daya kecerdikan al-Razi, sebagai pembenaran terhadap tesis filosofis bahwa dunia ini diciptakan, dan sekaligus sebagai obat bagi kebin¬gungan para filosof.
Persoalan yang dihadapi oleh mereka bukan sekadar “apakah dunia ini diciptakan atau tidak?”, akan tetapi lebih rumit ketika melewati batas-batas risalah polemik teologi dan filsafat, baik dalam Islam maupun Kristen –apakah Tuhan menciptakan dunia, melalui “keniscayaan alam” (necessity of nature) atau melalui tindakan bebas?. Persoalan ini pernah dinyatakan oleh kaum Skolastik Latin.
Apabila “kemestian alam” yang dituntut, maka konsekuen¬si logisnya adalah, bahwa Tuhan, yang menciptakan dunia dalam waktu, berada dalam waktu itu sendiri. Sebab suatu produk alamiah harus terjadi secara niscaya atas pelaku alamiahnya dalam waktu. Di sisi lain, apabila tindakan “kehendak bebas” yang dijadikan jawaban, maka ada pertanyaan lain yang segera muncul: “mengapa Tuhan lebih senang mencip¬takan dunia dalam waktu partikular daripada dalam cara yang lainnya?”.
You have read this article with the title Pemikiran Abu Bakar Ibnu Zakariya Ar-Razi. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/07/pemikiran-abu-bakar-ibnu-zakariya-ar.html. Thanks!
No comment for "Pemikiran Abu Bakar Ibnu Zakariya Ar-Razi"
Post a Comment