Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Deliar Noer, Pemikir Politik Yang Tersingkir oleh Politik


Oleh:Awalia Fitrianingtyas
Biografi Deliar Noer
     Deliar Noer adalah seorang dosen, pemikir, peneliti dan politikus asal Indonesia. Deliar merupakan sedikit dari intelektual dan ilmuwan politik yang memiliki integritas tinggi dan aktif menulis. Beliau secara konstan menjalani bidang yang digelutinya hampir sepanjang masa hidupnya. Ia juga merupakan salah seorang perintis dasar dasar pengembangan ilmu politik di Indonesia.
Deliar Noer lahir dari orang tua yang berasal dari Pakan Kamih, Tilatang Kamang, Agam, Sumatera Barat. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ayahnya, Noer bin Joesof merupakan kepala pegadaian di Medan, Sumatera Utara. Pada mulanya ia diberi nama Muhammad Zubair. Namun karena sering sakit sakitan, namanya diganti menjadi Deliar.
     Deliar Noer bersekolah di berbagai tempat, karena selama hidupnya dia sering hidup berpindah pindah. Beliau mendapatkan pendidikan di HIS Taman Siswa Tebing Tinggi, MULO Bukittinggi, INS Kayutanam, Tyugakko di Medan, dan SMT di Jakarta. Setelah lulus dari SMT, ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Nasional. Setelah memperoleh gelar sarjana, ia melanjutkan studinya ke Cornell University, Amerika untuk mengambil gelar master (1960) dan doktor (1963). Melalui disertasinya yang berjudul : gerakan Islam Modernis di Indonesia 1900-1942, ia menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar Ph.D dalam ilmu politik.
      Pada bulan April 1961, ketika Deliar menjalani program pendidikan doktornya di Amerika Serikat, Deliar melangsungkan pernikahannya dengan seorang gadis Mandailing, Zahara Daulay. Dari perkawinannya dengan Zahara, beliau dikaruniai dua putra, yaitu Muhammad Dian dan Muhammad bin Deliar Noer.
        Deliar Noer mengawali kariernya sebagai penyiar RRI pada tahun 1947. Pekerjaan ini dilakoninya untuk membiayai pendidikannya. Setelah itu ia diutus pergi ke Singapura menjadi staf perwakilan Departemen Perdagangan RI. Ia juga pernah menjadi wartawan koran "Berita Indonesia" dan majalah bulanan "Nusantara".
        Tahun 1950 ia ditunjuk menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Jakarta. Tiga tahun kemudian beliau terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar HMI. Dari organisasi inilah kemudian ia berkenalan dengan tokoh-tokoh nasional seperti Hamka, Natsir, dan Mohammad Roem.
         Tahun 1951 beliau bekerja sebagai staf Departemen Luar Negeri. Sepulang dari Amerika Serikat pada tahun 1963 ia menjadi dosen di Universitas Sumatera Utara. Di universitas ini ia hanya mengajar selama dua tahun sebelum akhirnya diberhentikan oleh Syarif Thayeb, yang menjabat sebagai Menteri Ilmu Pengetahuan Alam dan Pendidikan. Ia dituduh subversi dan dianggap sebagai kaki tangan Amerika Serikat.
         Pada tahun 1967 ia menjabat sebagai rektor IKIP Jakarta (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta). Di bulan Juni 1974, ia kembali diberhentikan karena kritis terhadap tindakan represif pemerintah dalam penanganan Peristiwa Malari. Setelah dilarang mengajar di seluruh Indonesia, ia menerima tawaran untuk menjadi peneliti dari Universitas Nasional Australia (ANU), Canberra. Tahun kedua di Australia, ia menjadi dosen tamu di Universitas Griffith. Setelah mengajar selama lima tahun, ia dan Mohammad Natsir membentuk Lembaga Islam untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LIPPM) yang bekerja sama dengan Griffith University.
         Pada awal era Orde Baru, ia menjadi staf penasihat Presiden Soeharto. Lalu ia mengundurkan diri karena perbedaan ideologi dengan Soeharto. Bersama dengan Mohammad Hatta, ia mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia. Namun partai itu tidak disetujui oleh pemerintah. Di era reformasi, ia mendirikan Partai Ummat Islam. Tetapi dalam Pemilu 1999, tidak mendapatkan cukup suara untuk melampaui ambang batas parlemen .
           Deliar Noer tutup usia pada 18 juni 2008 dalam usia 82 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Oleh kader-kader HMI beliau disebut sebut sebagai bapak politik Indonesia yang berdedikasi untuk negara selama masa hidupnya.

Karier Deliar Noer
    Awal karier Deliar Noer di bidang politik mungkin dimulai ketika beliau menerima tongkat estafet pimpinan HMI tahun 1953, yang saat itu hanya beranggotakan 15 orang. Melihat perkembangan yang kurang signifikan di organisasinya, Deliar mulai merekrut mahasiswa lain dari Universitas Indonesia. Di antara mereka yang direkrut ialah Ismail Hasan Metareum, yang kemudian memimpin HMI tahun 1957, dan kini mempin organisasi politik terbesar kedua di Indonesia, PPP.
        Sepanjang hidupnya, Deliar Noer adalah seorang penulis yang aktif. Banyak dari buku bukunya yang mejadi pedoman. Diantara karya Deliar Noer, adalah sebagai berikut :
•Beberapa masalah politik (1972)
•IKIP D Sewindu : pidato/laporan Rektor pada Dies Natalis ke VIII IKIP D, diutjapkan pada tanggal 20 Mei 1972 (1972)
•Kitab tuntunan untuk membuat karangan ilmiah, termasuk skripsi, (1964).
•The rise and development of the modernist Muslim movement in Indonesia during the Dutch colonial period 1900-1942 (1963).
•Partisipasi dalam pembangunan (1977)
•Pengantar ke pemikiran politik (1965)
•Sekali lagi, masalah ulama-intelektuil atau intelektuil-ulama: suatu tesis buat generasi muda Islam (1974)
•Administration of Islam in Indonesia (1978).
•Bunga rampai dari Negeri Kanguru (1981)
•Administrasi Islam di Indonesia (1983)
•Islam, Pancasila dan asas tunggal (1983).
•Mengenang Arief Rahman Hakim (1983).
•Partai Islam di pentas nasional 1945-1965 (1987).
•Culture, philosophy, and the future : essays in honor of Sutan Takdir Alisjahbana on his 80th birthday (1988).
•Perubahan, pembaruan, dan kesadaran menghadapi abad ke-21 (1988).
•Mohammad Hatta : biografi politik (1990)
•Aku bagian ummat, aku bagian bangsa : otobiografi Deliar Noer (1996)
•Mencari Presiden (1999)
•Membincangkan tokoh-tokoh bangsa (2001)
•Mohammad Hatta, hati nurani bangsa 1902-1980 (2002)
•Islam & masyarakat (2003)
•Islam & politik (2003)
•Guru sebagai benteng terakhir nilai-nilai ideal; tuntutan : bekerja tertib (1973)
     Gerakan Modern Islam di Indonesia, dan Mohammad Hatta: Biografi Politik, barangkali dapat disebut sebagai dua karya Deliar yang paling monumental. Gerakan Modern Islam, diangkat dari disertasi Deliar di Universitas Cornell, dan telah menjadi kutipan klasik bagi studi-studi politik Indonesia. Sementara biografi politik Hatta adalah studi paling komprehensif tentang Hatta .
Selain aktif menulis, beliau juga dikenal aktif dalam menegakkan syariat islam. Ia adalah salah satu pendiri dan ketua umum Partai Ummat Islam pasca reformasi di tahun 1998. Salah satu statement beliau yang paling penting mengenai penegakkan syariat islam, adalah :
        “Syariat Islam perlu ditegakkan di negeri ini secara resmi, melalui peraturan perundang-undangan. Penegakan syari’at tersebut tidak bisa mengabaikan simbolisme. Substansi memang penting, namun simbol juga perlu. Simbol bisa menggembirakan, menumbuhkan kebangaan dan memudahkan pemahaman pada masyarakat awam “ (Republika, 4 September 2000)”
        Bersama-sama dengan Prof Miriam Budiardjo, ia juga orang pertama yang meletakkan dasar-dasar pengembangan ilmu politik di Indonesia. Tempat Deliar dalam ilmu politik di Indonesia bisa disejajarkan dengan Sartono Kartodirdjo untuk ilmu sejarah dan Koentjaraningrat untuk antropologi. Sayangnya, berbeda dengan Sartono dan Koentjaraningrat yang terus berkesempatan bergaul di dunia universitas dan mendidik para mahasiswa secara intens, Deliar diasingkan dari dunia itu sebagai akibat kritisme dan konsistensi politiknya.
     Tidak bisa diingkari bahwa Deliar Noer merupakan sosok pantang menyerah yang melewati hidup penuh ironinya dengan tabah. Alih alih menyerah, beliau terus berkarya dan tidak pernah berhenti mengajar baik melalui kuliah kuliah ataupun melalui buku buku bibliografinya yang banyak menjadi pedoman dasar dasar politik di Indonesia.
       Sebagai orang pertama yang menyandang gelar doktor dalam bidang ilmu politik di Indonesia, Deliar Noer telah banyak menyumbangkan sumbangsihnya dalam dunia perpolitikan. Beliau berperan aktif dan terjun langsung dalam bidang yang digelutinya di sepanjang masa hidupnya.
      Tidak takut akan gertakan dan hukuman, Delian Noer adalah sosok yang kuat hati mempertahankan pendapatnya. Syariat islam tumbuh dan mengakar dalam dirinya, serta pribadi yang berwibawa membuat beliau banyak disebut sebut sebagai bapak politik di Indonesia.
Awalia Fitrianingtyas, mahasiswi program studi bahasa dan sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya
You have read this article with the title Deliar Noer, Pemikir Politik Yang Tersingkir oleh Politik. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/11/deliar-noer-pemikir-politik-yang.html. Thanks!

No comment for "Deliar Noer, Pemikir Politik Yang Tersingkir oleh Politik"

Post a Comment