Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Mr Moch.Roem - Sang Negosiator Ulung

 Oleh: Dewanty Ajeng Hastu Kartikaning
           Mr. Muhammad Roem adalah Menteri Luar Negeri Republik Indonesia pada kabinet Natsir. Muhammad Roem terkenal pada saat ia menjadi delegasi Indonesia dalam perundingan Roem-Royen pada tahun 1949 yang membahas tentang luas wilayah Republik Indonesia. Muhammad roem adalah pahlawan nasional yang sangat pandai bernegosiasi dalam perundingan-perundingan yang melibatkan Indonesia dan Belanda. Ia sangat teliti dalam mengatur pasal-pasal hukum yang menyangkut Tata Negara agar tidak menguntungkan Belanda. Ia juga telah banyak berjuang dalam mendapatkan pengakuan Belanda. Perjuangan Muhammad Roem tidak sia-sia ketika akhirnya Belanda mengakui Kemerdekaan Indonesia melalui perundingan Roem-Roijen (14 April 1949) yang merupakan titik pijak lahirnya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Ia juga menjadi ketua Komite dalam pembentukan pemerintahan RIS dan yang paling bergengsi, sesuai hasil KMB, Roemlah yang diangkat sebagai Komisaris Agung pertama di Den Haag Belanda.
           Roem dan teman-temanya (termasuk Sjahrir, Natsir, Sjafrudin dan lain-lain) tahun 1962 dipenjarakan oleh Soekarno di Madiun, meskipun begitu ia tidak pernah merasa dendam terhadap sang proklamator. Ia menganggap bahwa di dunia politik selalu ada yang kalah dan yang menang, dan pada saat itu ia merasa kalah.


Awal menuju kehidupan Politik
          Moch Roem lahir pada tanggal 16 Mei 1908 di Desa Klewongan, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama Djulkarnaen Jayasasmito dan ibunya bernama Siti Tarbiyah. Ia memulai pendidikannya di Volkschool (Sekolah Rakyat, sekolah dasar di masa Belanda). Lalu ia melanjutkan ke HIS (Holland Inlandsche School) Temanggung dan kemudian di HIS Pekalongan dan lulus pada than 1924. Di sekolah ini, Muhammad Roem pernah mengalami peristiwa yang tidak pernah ia lupakan. Gurunya yang berkebangsaan Belanda pernah berkata “Zeg, Inlander!” yang artinya "dasar pribumi!" Mendengar perkataan tersebut, ia menjadi tersinggung. Lalu ia sering melihat tulisan yang melarang orang pribumi untuk masuk ke dalam gedung-gedung bioskop atau tempat makan di perkotaan. Ia juga pernah memukul teman sekolahnya yang berasal dari Belanda karena pernah mengolok-oloknya. Karena semua kejadian itu, ia menanamkan pada dirinya sendiri tekad bahwa ia akan merubah bangsa Indonesia menjadi yang terpandang, ia juga bertekad untuk membuat Indonesia diakui keberadaannya dan tidak akan pernah dipandang rendah lagi.
             Langkah pertama yang ia lakukan untuk mewujudkan tekadnya adalah bergabung dengan salah satu organisasi pemuda yang bernama Jong Java sambil bersekolah. Setelah masuk Jong Java, ia merasa kecewa karena nilai-nilai Islam tidak terlalu diperhatikan. Kemudian ia keluar dan mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB) atau Himpunan Pemuda Islam pada tahun 1925. Di dalam JIB, Muhammad Roem menjadi pimpinan pusat dan kemudian menjadi ketua Panitia Kongres JIB di Jakarta pada tahun 1930. Pada tahun yang sama, Muhammad Roem tamat dari Algemene Middlebare School (AMS) atau sekolah menengah atas. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya dengan bersekolah ke Rechts Hoge School (RHS) atau Sekolah Tinggi Hukum. Dari sekolah ini, ia berhasil mendapatkan gelar Master in de Rechten (Mr) atau setara dengan Sarjana Hukum dengan Skripsi yang mengulas tentang Hukum Adat Minangkabau.
            Di samping kuliah dan mengurus JIB, Muhammad Roem juga aktif dalam Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan pada tahun 1932, ia menjadi ketua Panitia Kongres PSII di Jakarta. Pada saat terjadi kemelut di PSII, Muhammad Roem memutuskan untuk keluar bersama-sama dengan Haji Agus Salim. Dalam pandangnya, Muhammad Roem menilai bahwa PSII hanya menekankan pada politik sedangkan Prinsip dasar Syarikat Islam adalah untuk membentuk sistem ekonomi bumiputra agar lebih maju. Ia lalu mendirikan PSII-Penyadar dan menjadi Ketua Komite Centraal Executif (Lajnah Tanfidziyah).
          Muhammad Roem juga membuka sebuah kantor pengacara (advokat) miliknya sendiri di Jakarta. Organisasi yang percaya pada jasa kepengacaraan Muhammad Roem adalah Rumah Piatu Muslim di Jakarta dan Perhimpunan Dagang Indonesia (Perdi) di Purwokerto.
          Pada tahun 1947, Mukhtamar Masyumi memutuskan bahwa umat Islam harus melakukan jihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mereka menganggap bahwa Negara Islam Indonesia tidak akan bisa berdiri tegak jika Indonesia belum merdeka. Ditambah lagi dengan pernyataan dari Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari (Nahdhatul Ulama) yang juga seorang pendiri Masyumi tentang fatwa wajib jihad kepada seluruh umat muslim pada 22 Oktober 2945. Begitu juga dengan Muhammad Roem yang berupaya mempertahankan kemerdekaan melalui jalur diplomasinya. Ia merupakan seorang diplomat yang mau menghargai pendapat orang lain di dalam setiap perundingan meskipun berbeda dengan pendapatnya.
           Pada masa pemerintahan Ir. Soekarno, Muhammad Roem mendapatkan tugas yaitu sebagai anggota tim juru runding untuk Republik Indonesia dalam Perundingan Renville. 17 Januari 1948, dan setelah itu ia dipercaya menjadi ketua juru runding dalam perundingan Roem-Roijen yang memakai namanya pada 14 April 1949.

Isi Perudingan Roem-Roijen :
Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan Pemerintah RI untuk:
      1.Mengeluarkan perintah kepada pengikut Republik yang bersenjata untuk
         menghentikan perang gerilya.
2.Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan 
   keamanan.
3.Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk
    mempercepat penyerahan kedaulatan yang sunguh dan lengkap kepada negara
    Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
Pernyataan Belanda pada pokoknya berisi:
1.Menyetujui kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
2.Membebaskan semua tahanan politik dan menjamin penghentian gerakan militer.
3.Tidak akan mendirikan negara-negara yang ada di daerah Republik dan dikuasainya
   dan tidak akan meluaskan daerah dengan merugikan Republik.
4.Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari negara Indonesia
   Serikat.
5.Berusaha dengan sungguh-sungguh supaya KMB segera diadakan setelah
   pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.
              Perundingan Roem Roiyen menjadi batu pijakan oleh pemerintahan Republik Indonesia untuk terselenggaranya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag yang menjadi pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda tahun 1949. Pada masa Demokrasi Terpimpin, terjadi perbedaan pendapat antara partai Masyumi dengan Presiden Soekarno yang membuat terjadinya pembubaran secara paksa terhadap partai Masyumi (17 Agustus 1960). Selain itu para mantan kader-kader partai Masyumi ikut serta dalam pemberontakan PRRI. Sejak saat itu Muhammad Roem tidak pernah memegang jabatan dalam pemerintahan. Ia beserta kawan-kawannya memusatkan perhatian pada kajian penulisan buku dan penelitian sejarah perpolitikan di Indonesia serta bidang ilmiah lainnya. Pada tahun 16 Januari 1962, Muhammad Roem beserta kawan-kawannya para mantan kader Masyumi ditahan tanda diadili oleh Presiden soekarno dengan tuduhan bahwa mereka ikut serta dalam percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di Makasar yang disebut Peristiwa Cendrawasih. Akhirnya mereka dapat terbebas dari tahanan pada saat pemerintahan Soekarno goyah setelah pemberontakan PKI.
              Pada tahun 1969, Muhammad Roem hampir kembali ke kehidupan politik setelah ia terpilih menjadi ketua Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Tetapi Presiden Soeharto yang sudah menjadi presiden tidak menyetujui terpilihnya Muhammad Roem sebagai ketua Parmusi dikarenakan pendiri Parmusi adalah para mantan pendiri Masyumi dan ditakutkan bahwa Parmusi dapat menjadi partai besar seperti Masyumi yang akan menyaingi Golkar pada masa itu. Kemudian Parmusi diketuai oleh Djarnawi Hadikusumo. Sejak saat itulah Muhammad Roem benar-benar mundur dari dunia politik dan bersama kawan-kawan sesama kader Masyumi, ia mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di tahun 1970-an.

Kehidupan Pasca mundur dari Politik

             Setelah mundur dari dunia politik, Muhammad Roem aktif mengikuti kegiatan di dalam berbagai forum Islam Internasional. Ia menjadi anggota Dewan Eksekutif Muktamar Alam Islami (1975), menjadi anggota Member of Board Asian Conference of Religion for Peace di Singapura (1977) serta menjadi anggota Konferensi Menteri-Menteri Luar Negeri Islam di Tripoli (1977). Meskipun ia aktif dalam kegiatan Internasional, ia masih memperhatikan perkembangan Islam di NKRI. Di dalam sebuah majalah berjudul Panji Masyarakat (no. 379/1982) Amien Rais berkata bahwa tidak ada Negara Islam dalam Al-qur’an dan as-Sunnah, ia menyatakan “Oleh karena itu tidak ada perintah dalam Islam untuk menegakkan negara Islam,”. Atas pernyataan Amien Rais, Muhammad Roem menanggapinya dengan mengirimkan tanggapannya kepada majalah yang sama yang berisi pembenaran adanya Negara Islam yang telah didirikan tetapi tidak diberi nama. Ia berkata, “…Pada akhir hayat Nabi, pada saat Surat Al-Maidah ayat 3 diwahyukan, maka sudah tumbuh sebuah masyarakat yang dibangun oleh dan di bawah kepemimpinan Nabi sendiri, yang tidak diberi nama khusus oleh Nabi, akan tetapi sudah mempunyai ciri-ciri sebagai negara, sedang hukumnya oleh Tuhan sudah dinamakan sempurna… Saya rasa selama tidak lebih dari tiga bulan itu di dunia pernah ada ‘Negara Islam’ atau Islamic State, tidak dalam nama, melainkan dalam substance, dalam hakikatnya.” Muhammad Roem wafat tanggal 24 September 1983 dalam usia 75 tahun.

Perjalanan Karir
Riwayat Karir :
•    Menteri Dalam Negeri Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
•    Pemimpin delegasi Indonesia dalam perundingan Roem-Royen (1949)
•    Menteri Luar Negeri Kabinet Natsir (6 September 1950 - 20 Maret 1951)
•    Menteri Dalam Negeri Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 30 Juli 1953)
•    Wakil Perdana Menteri I Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956)

Jabatan dalam Kabinet :
-Menteri Dalam Negeri dalam kabinet Sjahrir III masa kerja 2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947
1.    Menteri Dalam Negeri dalam kabinet Amir Sjarifuddin II masa kerja 11 November
2.    1947 - 29 Januari 1948
-Menteri Negara dalam kabinet R I S masa kerja 20 Desember 1949 - 19 Januari 1950
-Menteri Luar Negeri dalam kabinet Natsir masa kerja 6 September 1950 s.d 27 April 1951
-Menteri Dalam Negeri dalam kabinet Wilopo masa kerja 3 April 1952 - 30 Juli 1953

Tafsir Mr. Muhammad Roem terhadap sila-sila Pancasila

            Dalam pidatonya yang berjudul “Lahirnya Pancasila” pada kuliah umum pada Dies Natalies Universitas Islam Sumatera Utara, Januari 1969, Muhammad Roem menyatakan bahwa ajaran nabi tentang Tuhan Yang Maha Esa bukan dimaksudkan agar pemimpin yang berkuasa. Negara yang dipimpin oleh orang-orang yang berkuasa seperti Legislatif maupun eksekutif tidak sepatutnya ikut campur dalam masyarakat karena mereka tidak akan pernah tahu apa yang dirasakan masyarakat di dalam lubuk hati yang paling dalam karena mereka bukan Tuhan. Sebaliknya jika para penguasa tidak memiliki kontrol social dan partisipasi social dapat menyeleweng. Dan tidak ada seorangpun yang dapat membantah agama karena aturan-aturan yang ada dalam agama, kitab yang sudah tersusun, segala sesuatau yang berasal dari Tuhan, tidak ada seorangpun yang bias mengubah ataupun membuatnya sama persis. Orang yang mencoba membantah ajaran agama atau menentang Tuhan merupakan “orang kafir”. Menurut Muhammad Roem konsep pembuatan UUD ’45 mengikuti konsep agama ini, yaitu tidak ada yang boleh membantah isi dari UUD’45.

Tauhid   
           Muhammad Roem mengatakan Ilmu Tauhid adalah ilmu yang terbentuk berdasarkan ajaran-ajaran dari Nabi Muhammad S.A.W tentang “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam pertumbuhan dari masa ke masa dan ditambah dengan hasil pikiran para ulama. Manusia diberi akal pikiran tidak hanya digunakan untuk mengetahui pengetahuan saja akan tetapi digunakan untuk memimpin Negara  dan tetap bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Banyak politikus yang mengesampingkan kebenaran dan keadilan demi tercapainya tujuan politik. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak bertaqwa kepada Tuhan dan akan melakukan segala sesuatu meskipun itu buruk demi tujuan masing-masing. Padahal dalam kenyataannya, politik yang seperti itu akan membawa bencana dan keburukan pada Negara.

Demokrasi
             Berdasarkan sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, Mohammad Roem menyatakan bahwa Demokrasi Pancasila bukanlah Demokrasi Terpimpin. Dalam pemilihan wakil rakyat hendaknya dipilih dengan cara yang rahasia, bebas dan sesuai dengan syarat tanpa ada paksaan. Dalam pembukaan UUD ’45 juga sudah dijelaskan bahwa untuk mencapai mufakat harus ada perwakilan dari yang memimpin dan yang dipimpin untuk melakukan musyawarah yang bijaksana. Dasar Demokrasi sudah ada dalam Al-Qur’an Surat Syura ayat 38. “Musyawarah  dalam  urusan  negara,  yaitu  dalam  urusan  yang mengenai  kehidupan  rakyat  pada  umumnya,  tidak  akan  mencapai tujuannya,  kalau  tidak  disertai  jaminan-jaminan  bebas  dari  paksaan, bebas  berfikir,  bebas  mengeluarkan  pendapat,  kebebasan  pers,  dan lain-lain kebebasan  yang  biasanya dinamakan hak-hak kemanusiaan. Hak-hak itu dipandang dimiliki tiap manusia sejak ia dilahirkan, tidak perlu ada keterangan atau ada pembicaraan lagi”, kata Muhammad Roem dalam pidatonya.

Hak Asasi
          Pernyataan adanya hak asasi manusia sudah tercantum di dalam UUD negara kita. Hak asasi sudah tercantum sejak UUD RI Serikat yang mulai berlaku pada 27 Desember 1945, pada Bab I bagian V yang berjudul hak-hak dan kebebasan dasar manusia, yang terdiri dari 27 pasal. Kemudian pada UUD Sementara Negara Kesatuan tahun 1950 Bab  I  bagian  V  juga  terdiri  dari  27  pasal  yang memuat hak-hak asasi tersebut.

Piagam Jakarta
              Piagam Jakarta itu adalah rencana Preambule untuk UUD 45 yang disusun oleh panitia terdiri dari 9 pemimpin bangsa Indonesia, yaitu Ir.Soekarno, Drs. Moch  Hatta, Mr.A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Subardjo, KH A. Wahid Hasyim, dan Mr. Moh Yamin dalam sidangnya tanggal 22 Juni 1945. Pada akhirnya Piagam Jakarta tidak dimasukkan dalam UUD ’45 karena mengandung ajaran Islam yang dapat menimbulkan pertentangan dengan agama lain. Muhammad Roem mengatakan bahwa Piagam Jakarta dibuat untuk umat Muslim agar menjalankan syariat Islam. Piagam Jakarta mengingatkan bahwa syariat itu merupakan jalan menuju kesempurnaan baik di dunia maupun akhirat.

Kesimpulan tafsir Mr. Muhammad Roem

             “Sila  pertama,  Ketuhanan  Yang Maha  Esa,  pada  umumnya  dan Piagam  Jakarta  khususnya  bagi  ummat  Islam,  menunjukkan  dan mengingatkan  kepada  kita  dari  tempat  yang  istimewa,  yaitu  UUD, bahwa manusia dalam penghidupan bernegara memerlukan  tuntunan Ilahy.” (Mr. Muhammad Roem).
Penulis adalah mahasiswi Program Studi Sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya

You have read this article Sejarah with the title Mr Moch.Roem - Sang Negosiator Ulung. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/01/mr-mochroem-sang-negosiator-ulung.html. Thanks!

No comment for "Mr Moch.Roem - Sang Negosiator Ulung"

Post a Comment