Oleh: K Ng H Agus Sunyoto
Sampai tahun 1970-an, kita masih sering menjumpai orang-orang, membakar kemenyan di berbagai tempat yang dianggap keramat seperti makam para wali, punden, pedanyangan, orang mati, malam Jum’at dan lain-lain. Sering pula dijumpai pada acara-acara tradisi keagamaan tertentu seperti kenduri memperingati hari kematian ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, ke-1000 hari, malam 10 Asyuro, malam Jum’at Kliwon, yang di lakukan dengan menggunakan doa-doa berbahasa Arab selalu diiringi kepulan asap kemenyan. Dilihat dari sejarahnya, kebiasaan membakar kemenyan dilakukan oleh masyarakat Nusantara semenjak era perkembangan Agama Islam. Maksudnya, pada era kekuasaan Hindu-Buddha, orang-orang Nusantara tidak pernah menggunakan kemenyan sebagai pengharum. Yang lazim dibakar di padhepokan, asrama, dukuh, pertapaan, sanggar pamujan, dan tempat-tempat bertuah adalah kayu cendana, kayu gaharu dan setanggi. Kebiasaan membakar kemenyan lazim dilakukan penduduk muslim asal Arab, Persia dan India.
Seiring berkembangnya faham pembaharuan yang diusung golongan Islam modernis, kebiasaan umat Islam membakar kemenyan dituduh sebagai kegiatan perdukunan, pemanggilan roh, jin, dan perbuatan musyrik lainnya. Itu sebabnya, kebiasaan membakar kemenyan harus ditinggalkan karena potensi menyulut kemusyrikan. Jika ingin memperoleh bau harum, orang bisa menggunakan pewangi ruangan baik kamfer wangi, spray pewangi, jelly pewangi, dan berbagai jenis pewangi bikinan pabrik.
Pada dasarnya mengharumkan ruangan dan tempat-tempat bersifat ruhaniah dengan membakar kemenyan, dupa, misik, setanggi, gaharu, cendana yang mampu membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik. Karena hal ini itiba’ dengan Rasulullah Saw yang sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan, maupun pembakaran dupa wangi. Hal ini turun temurun diwariskan oleh beliau kepada sahabat yang berlanjut hingga masa tabi’it tabi’in bahkan sampai sekarang banyak sekali penjual minyak wangi, kayu gaharu, dupa-dupaan, kemenyan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.
Beberapa hadits menerangkan tindakan sahabat yang menunjukkan kegemaran mereka terhadap wangi-wangian hal ini ditunjukkan dengan hadits:
اذا جمرتم الميت فأوتروا
Artinya: Apabila kamu mengukup mayit, maka ganjilkanlah (HR. Ibnu Hibban & Alhakim)
-Ad-Dailami menerangkan:
جمروا كفن الميت
Artinya: Ukuplah olehmu kafan mayit.
-Ahmad juga meriwayatkan:
اذا اجمرتم الميت فاجمرواه ثلاثا
Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ukuplah tiga kali
Bahkan beberapa sahabat berwasiat agar kain kafan mereka diukup
أوصى أبوسعيد وابن عمر وابن عباس رضي اللهعنهم ان تجمر اكفنهم بالعود
Artinya: Abu Said, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukup dengan kayu gaharu
Bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda:
جنبوا مساجدكم صبيانكم وخصومتكم وحدودكم وشراءكم وبيعكم جمروها يوم جمعكم واجعلوا على ابوابها مطاهركم (رواه الطبرانى)
Artinya; Jauhkanlah masjid-masjid kamu dari anak-anak kamu, dari pertengkaran kamu, pendarahan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci. (HR.Al-Thabrani).
Hadits-hadits di atas sebenarnya menunjukkan betapa wangi-wangian adalah sesuatu yang telah mentradisi di zaman Rasulullah Saw dan juga para sahabat. Hanya saja media wangi-wangian itu bergeser bersamaan dengan perkembangan zaman dan teknlogi. Sehingga saat ini kita merasa aneh dengan wangi kemenyan dan dupa. Padahal keduanya merupakan pengharum ruangan alami itu adalah andalan pada masanya.
Di satu sisi persinggungan dengan dunia pasar yang semakin bebas menyebabkan selera ‘wangi’ jadi bergeser. Yang harum dan yang wangi alami seperti dupa, kemenyan, setanggi dianggap berhubungan dengan jin, setan, arwah, klenik, perdukunan, dan berbagai tindak kemusyrikan sehingga harus diganti dengan parfum, kamfer wangi, spray, fresh room dan berbagai wewangian produksi pabrik. Demikianlah, perniagaan tradisional umat Islam memperdagangkan pewangi alami seperti kemenyan dan dupa jadi tenggelam digilas oleh gelombang aliran pewangi-pewangi bikinan pabrik milik pengusaha bukan Muslim yang merajai pasar bebas. Sungguh tuduhan dan fitnah keji seputar perklenikan, perdukunan, persekutuan dengan setan dan jin, serta kemusyrikan orang-orang yang mengharumkan tempat dengan menggunakan bahan alami seperti kemenyan, dupa, setanggi, gaharu adalah fakta yang menghancurkan perdagangan umat Islam di satu pihak dan sebaliknya menguntungkan pengusaha bukan Islam.
Sumber: http://www.sarkub.com
You have read this article Misteri
with the title Nabi Saw Menyukai Wewangian Kemenyan dan Dupa. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/04/nabi-saw-menyukai-wewangian-kemenyan.html. Thanks!
nice
ReplyDelete