Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Luka Dalam Akibat Ruh Lepas dari Jasad

 Oleh: K Ng H Agus Sunyoto
            
Di tengah kesibukan anak-anak dan saudara-saudara serta modin desa memandikan jenazah Mbah Kasmijan, tiba-tiba Guru Sufi menyeruak masuk ke dalam. Tanpa berkata sepatah kata pun  ia menepuk bahu Kasmianto, sambil  memberi isyarat agar anak kedua Mbah Kasmijan itu mengikutinya ke luar. Kasmianto yang sedang sibuk ikut memandikan ayahnya dengan benak dipenuhi tanda tanya mendekati Guru Sufi sambil bertanya,”Ada apakah Mbah Kyai memanggil saya?”
       “Kamu tidak usah ikut memandikan jenazah bapakmu,” sahut Guru Sufi mengajak Kamianto menjauh dari tempat memandikan jenazah,”Percayakan semua pada Pak Modin.”
       “Lho memangnya kenapa, Mbah Kyai?” sahut Kasmianto terheran.
       “Kamu telah menyakiti bapakmu saat menggosok tubuhnya,” kata Guru Sufi menjelaskan,”Bapakmu tadi menjerit keras sewaktu kamu gosok badannya.”
       “Bapak saya yang sudah mati menjerit keras waktu saya mandikan?” sergah Kasmianto dengan suara ditekan,”Memangnya orang mati bisa menjerit kesakitan? Saya tidak mendengar apa pun Mbah Kyai.”

       Guru Sufi diam. Ia faham bahwa Kasmianto, satu-satunya anak Mbah Kasmijan yang bergelar Sarjana Teknik dan bekerja di bidang konstruksi, tidak cukup memiliki pengetahuan dan  pemahaman agama yang  baik. Itu sebabnya, dengan suara merendah Guru Sufi member penjelasan,”Sesungguhnya orang mati bisa mendengar, menyaksikan dan merasakan kesakitan atas apa yang dilakukan orang-orang hidup di sekitarnya, hanya kita saja yang tidak mengetahuinya.”
        “Apakah benar orang yang sudah mati itu bisa mendengar, menyaksikan dan merasakan kesakitan atas apa yang dilakukan orang-orang hidup di sekitarnya?” sahut Kasmianto dengan kening berkerut mempertanyakan kebenaran pernyataan Guru Sufi,”Bukankah orang mati itu sudah terputus semua amaliahnya kecuali tiga perkara: shodaqoh jariyyah, ilmu yang manfaat dan anak sholeh yng mendoakan orang tua?”sambung Kamianto mengutip terjemahan hadits.
       Guru Sufi tersenyum. Lalu dengan suara datar ia berkata,”Dalam hadits Rasulullah Saw bersabda: jika mati anak Adam, maka terputuslah amaliahnya kecuai tiga perkara: shodaqoh jariyyah,ilmu yang menfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tua. Itu benar sekali. Tapi yang harus difahami, kata “inkhotho’a amaluhu” yang bermakna “terputus amaliahnya” menunjuk pada kenyataan bahwa orang yang sudah mati tidak lagi bisa melakukan amaliah apa pun di dunia. Ingat kuncinya pada kata “terputus amaliahnya.” Sementara orang sering keliru memahami dengan memaknai kata “inkhoto’ah amaluhu” dengan tafsir “putus hubungan” dengan dunia.  Silahkan ditanya kepada orang-orang yang ahli Bahasa Arab tentang perbedaan mendasar makna “terputus amaliah” dengan “terputus hubungan.”
      “Kalau kata “inkhoto’ah amaluhu” ditafsirkan “putus amaliah” dengan dunia, bagaimana penjelasannya?” kata Kasmianto dengan nada menggurui.
       “Ya orang yang sudah mati itu tidak bisa melakukan tindakan apapun di dunia. Tidak bisa berbuat apa pun, bahkan sekedar menggerakkan tubuh seperti lagu dolanan anak-anak: sluku-sluku bathok, bathok e ela elo, si room menyang Solo, oleh-oleh e paying mutho, pak jentit lolo lobah Wong Mati OraObah yen Obah medeni bocah. Wong urip golek duwit. Jadi orang mati kalau masih bisa bergerak-gerak (obah) sudah membikin takut anak-anak apalagi sampai melakukan amaliah seperti belanja ke pasar, membayar utang, istighotsah, sholawatan, dll yang akan membuat semua orang ketakutan.”
     “Mm kalau kata “inkhoto’ah amaluhu” dimaknai “putus hubungan” bagaimana penjelasannya?”
     “Kalau dimaknai “putus hubungan”, maka sholat jenazah beserta doa kepada mayat tidak akan sampai karena sudah tidak ada hubungan lagi dengan kehidupan dunia. Begitu juga sholat ghaib, tidak sampai. Ucapan salam setiap muslim yang lewat pekuburan juga akan sia-sia karena orang mati di kuburan tidak bisa lagi berhubungan apalagi membalas ucapan salam orang yang hidup di dunia, termasuk tidak sampainya doa Allahummaghfir lil muslimin wal muslimat, wal mu’minin wal mu’minat al-ahya’i minhum wal amwat – Yaa Allah ampunilah orang-orang beriman laki-laki maupun perempuan, orang-orang  muslim laki-laki dan perempuan, baik yang maih hidup maupun yang sudah mati. Nah, kalau kata “inkhotho’ah amaluhu” ditafsirkan “putus hubungan”, maka doa itu pun akan sia-sia karena tidak akan sampai ke alam kubur.”
       “Memangnya ada masalah kalau semua doa untuk orang mati yang bukan keluarga itu tertolak?”
      “Ya jadi masalah serius,” sahut Guru Sufi.
      “Kenapa jadi masalah serius?”
      “Karena orang akan menyoal tindakan Rasulullah Saw yang mengajarkan bagaimana orang sholat jenazah, sholat ghaib, mendoakan orang hidup maupun yang sudah mati, dan mengajarkan agar umat Islam mengucap salam ketika lewat kuburan.Ya semua itu akan jadi masalah, karena semuaorang akan bertanya kenapa Rasulullah Saw mengajarkan amaliah yang sia-sia?” kata Guru Sufi menjelaskan.
       Kasmianto diam dan belum bisa menangkap secara utuh penjelasan Guru Sufi. Sejenak kemudian ia berkata,”Sekarang kembali kepada penjelasan Mbah Kyai tentang orang mati yang bisa merasakan sakit ketika dimandikan. Adakah dalil agamanya dan penjelasan rasionalitasnya?”
       Guru Sufi diam. Sebentar kemudian menjelaskan  sebuah hadist dari Aisyah r.a  yang berkata, "Aku sedang duduk bersila di dalam rumah, tiba-tiba Rasulullah Saw datang dan masuk sambil memberi salam kepadaku. Aku segera bangun karena menghormati dan memuliakannya sebagaimana kebiasaanku di waktu baginda masuk ke dalam rumah.  Nabi Saw pun bersabda, "Duduklah di tempatmu duduk, tidak usahlah berdiri, wahai Ummul Mukminin,"  Rasulullah Saw kemudian duduk sambil menyandarkan kepalanya di pangkuanku, lalu baginda berbaring dan tertidur.”
          “Maka aku hilangkan uban pada janggut Rasulullah Saw, dan aku dapat 19 helai rambut beliau yang sudah putih. Maka terpikirlah dalam hatiku, "Sesungguhnya baginda akan meninggalkan dunia ini sebelum aku sebagaimana satu umat yang ditinggalkan oleh nabinya." Maka aku menangis sehingga mengalir air mataku jatuh menetes pada wajah baginda.”
          “Baginda terbangun dari tidurnya seraya bertanya, "Apakah sebabnya sehingga engkau menangis wahai Ummul Mukminin?" Maka aku ceritakan kisah tadi kepadanya, lalu Rasulullah Saw  bertanya, "Bagaimanakah sebenarnya keadaan yang mengerikan  bagi mayat?"
         Aisyah r.a berkata, "Tunjukkanlah  wahai Rasulullah!"
         Rasulullah Saw  berkata, "Engkau sebutkanlah lebih dulu!,"
         Jawab Aisyah r.a : "Tidak ada keadaan yang lebih mengerikan bagi mayat  selain saat  keluarnya mayat dari rumahnya di mana anak-anaknya sama-sama bersedih hati di belakangnya. Mereka sama-sama berkata, "Aduhai ayah, aduhai ibu! Ayahnya pula mengatakan: "Aduhai anak-anakku!"
        Rasulullah Saw bertanya lagi: "Itu juga termasuk mengerikan. Maka, manakah lagi yang lebih mengerikan daripada itu?"
         Jawab Aisyah r.a : "Tidak ada hal yang lebih mengerikan bagi  mayat selain  saat  ia diletakkan ke dalam liang lahad dan ditimbuni tanah  di  atasnya. Kaum kerabat semuanya kembali. Begitu pula dengan anak-anak dan para kerabat semuanya kembali, mereka menyerahkan kepada Allah berserta dengan segala amal perbuatannya."
           Rasulullah Saw bertanya lagi, "Adakah lagi yang lebih mengerikan dari itu?"
          Jawab Aisyah r.a, "Hanya Allah dan Rasul-Nya saja yang lebih tahu."
          Maka bersabda Rasulullah Saw : "Wahai Aisyah, sesungguhnya yang paling  mengerikan bagi  mayat adalah ketika orang-orang  yang memandikan masuk ke rumahnya untuk memandikannya. Maka keluarlah cincin di masa remaja dari jari-jarinya dan ia melepaskan pakaian pengantin dari badannya. Bagi para pemimpin dan fuqaha, semua  melepaskan surban dari kepalanya untuk dimandikan”.
          “Di kala itu ruhnya memanggil, ketika ia melihat mayatnya  dalam keadaan telanjang dengan suara yang seluruh makhluk mendengar kecuali jin dan manusia yang tidak mendengar. Maka berkata ruh itu, "Wahai orang yang memandikan, aku minta kepadamu karena Allah, lepaskanlah pakaianku dengan perlahan-lahan sebab  saat ini aku berada dalam kesakitan akibat sakaratul maut."
             “Dan apabila air disiramkan ke tubuhnya, maka akan berkata ruh dari mayat itu, "Wahai orang yang memandikan akan ruh Allah, janganlah engkau menyiram air dalam keadaan yang panas dan janganlah pula dalam keadaan yang dingin karena tubuhku terbakar dari sebab lepasnya ruh," Dan jika orang mulai  memandikan dengan menggosok badannya, maka berkata ruh itu,  "Demi Allah, wahai orang yang memandikan mayat, janganlah engkau gosok tubuhku dengan kuat sebab tubuhku luka-luka akibat keluarnya ruh."
            “Apabila telah selesai dari dimandikan dan diletakkan pada kafan serta tempat kedua telapaknya sudah diikat, maka  ruh mayat itu  memanggil, "Wahai orang yang memandikanku, janganlah engkau kuat-kuat dalam mengafani kepalaku sehingga aku dapat melihat wajah anak-anakku dan kaum keluargaku sebab ini adalah penglihatan terakhirku pada mereka. Adapun pada hari ini aku dipisahkan dari mereka dan aku tidak akan dapat berjumpa lagi sampai  hari kiamat."
           “Apabila mayat dikeluarkan dari rumah, maka ruh mayat akan menyeru, "Demi Allah, wahai jamaahku, aku telah meninggalkan isteriku menjadi janda, maka janganlah kamu menyakitinya. Anak-anakku telah menjadi yatim, janganlah menyakiti mereka. Sesungguhnya pada hari ini aku akan dikeluarkan dari rumahku dan meninggalkan segala yang kucintai dan aku tidak lagi akan kembali untuk selama-lamanya."
           “Apabila mayat diletakkan ke dalam keranda, maka berkata lagi ruh  mayat itu, "Demi Allah, wahai jemaahku, janganlah kamu percepatkan aku sehingga aku mendengar suara ahliku, anak-anakku dan kaum keluargaku. Sesungguhnya hari ini adalah hari perpisahanku dengan mereka sampai hari kiamat. Begitulah penjelasanku tentang orang mati yang bisa merasakan kesakitan sewaktu jenazahnya dimandikan,” kata Guru Sufi mmaparkan.

You have read this article Agama with the title Luka Dalam Akibat Ruh Lepas dari Jasad. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/07/luka-dalam-akibat-ruh-lepas-dari-jasad.html. Thanks!

No comment for "Luka Dalam Akibat Ruh Lepas dari Jasad"

Post a Comment