Oleh: Tina Siska Hardiansyah*)
Pejuang Tertangkap KNIL |
Nak, engkau adalah anak Jawa, engkau adalah anak Indonesia. Perlu kau tahu Nak, bahwa bangsa ini sejatinya tidak pernah benar-benar dijajah oleh siapapun, termasuk Belanda. Memang benar, buku-buku sejarah yang engkau pelajari di bangku sekolah itu mengatakan bahwa bangsa kita ini telah dijajah Belanda selama ratusan tahun, ada yang bilang dijajah 3,5 abad Nak. Sungguh waktu yang tak sebentar itu. Kau tahu Nak? Pribumi Nusantara ini, leluhur kita, adalah orang cerdik-cendekia, orang yang hidup mengukir sejarah dengan peradaban yang tinggi. Saat Eropa sebagai negeri Barat belum tahu apa itu piring dan mangkuk? Bagaimana itu mandi? Apa itu kamar mandi dan jamban yang disebut Kiwan? Bangsa kita telah mampu bertani, bercocok tanam, berburu, membuat rumah, membikin kamar mandi dan jamban, membikin dapur, membuat perahu dan kapal, membangun candi-candi raksasa, menciptakan sistem kalender, membangun sistem pemerintahan dan hukum positif, mengembangkan pengetahuan lain seperti sistem pengobatan, sistem irigasi yang belum dimiliki oleh negeri Barat di atas angin itu.
Ingat-ingatlah Nak. Belanda tak pernah benar-benar menguasai Nusantara. Mereka berkuasa bukan karena merampas, menduduki, menaklukkan, dan menjajah, melainkan karena mereka menerima kompensasi-kompensasi yang dijanjikan dan dihadiahkan pejabat-pejabat Negeri ini. Bangsa ini dijual Nak, oleh mereka yang gila kekuasaan. Kau harus tahu Nak, bagaimana perlawanan yang dilakukan umat Islam Nusantara kepada para penjajah Eropa sejak awal kedatangan bangsa Portugis sampai Belanda dan Inggris. Betapa leluhur kita tidak kenal kata menyerah kepada penjajah. Betapa leluhur kita tidak pernah sedikit pun menerima kehadiran kaum penjajah kulit putih dari Negara-negara miskin nun jauh di seberang lautan untuk mencari makan di negeri kita yang berlimpah kesuburan dan kemakmuran ini.
Ingat-ingatlah nak. Ketika Portugis datang pertama kali menaklukkan Bandar Malaka pada tahun 1510 Masehi, pada akhir bulan Agustus. Tidak lama berselang, awal tahun 1511 Masehi, Adipati Unus, Sultan Demak, mengirimkan armadanya ke Malaka dengan kapal-kapal yang sudah menggunakan meriam ukuran besar Nak. Ini adalah penyerangan kali pertama pribumi muslim kepada Portugis, bangsa yang terlampau sombong akan kedigdayaannya. Padahal Nak, kau tahu? Mesiu itu bukan berasal dari Eropa. Tapi ia berasal dari China. Dan jauh sebelum itu, di masa kerajaan Majapahit, meriam bukanlah hal asing bagi penduduk pribumi kita. Bahkan meriam digunakan dalam perayaan pesta atau sebagai tanda suatu penghormatan. Barulah di masa kerajaan Demak, meriam diproduksi untuk berperang dan dijual sebagai barang dagangan. Begitulah Nak ceritanya. Ini harus kau ketahui. Nenek moyang kita adalah bangsa yang beradab. Jepang saja Nak, pertama kali menggunakan meriam di tahun 1630 Masehi, yaitu masa Oda Nobunaga, dan meriam-meriam itupun dibelinya dari Malaka. Bangsa Nusantara telah 100 tahun lebih maju dan beradab daripada Jepang. Karenanya Nak, tak boleh kau merasa minder menjadi warga Negara Indonesia asli, dengan kulit coklat sawo matang dan rambut hitam, bukan kulit putih, rambut pirang dan ukuran badan tinggi-besar yang dibanggakan banyak orang.
Sejak masa kepemimpinan Adipati Unus hingga Pangeran Diponegoro, umat Islam pribumi terus dan terus melawan penjajah. Bahkan, saat Pangeran Diponegoro telah ditangkap dan dibuang ke luar Jawa pun, Nak, pengikut-pengikutnya tidak mau menyerah begitu saja. Mereka menyebar ke berbagai tempat untuk menyiapkan serangan balik. Mereka mampu menggerakkan para petani, dan seluruh elemen masyarakat Nusantara. Bayangkan Nak, sejak tahun 1800 Masehi hingga 1903 Masehi, tercatat telah pecah pemberontakan penduduk pribumi muslim sebanyak 112 kali, yang agak besar pemberontakan Kyai Kasan Mukmin di Gedangan Sidoarjo, di selatan Surabaya. Menghadapi pemberontakan yang tak kenal henti itu sampai-sampai Belanda kehilangan akal, bagaimana membuat pribumi muslim Nusantara ini berputus asa dan tidak melawan penjajahnya.
Perang Diponegoro yang menewaskan 15 orang serdadu dan menguras dana Belanda hingga 25 juta golden, membuat Belanda bangkrut berat, menjadikan mereka mengamuk, keranjingan mencari-cari cara untuk melumpuhkan pribumi. Kau tahu apa yang Belanda lakukan Nak? Segala cara ditempuhnya. Mereka melegalkan perdagangan opium/candu sehingga pribumi dibuatnya mabuk dan lemah. Meski demikian, ulama’ pesantren tak pernah tunduk. Candu adalah hal yang haram bagi kalangan pesantren. Mereka menolak mentah-mentah kehadiran opium. Tak cukup mengeruk keuntungan untuk menambal kas kerajaan Belanda, lewat van den Bosch dijalankan kebijakan culturstelsel, yaitu tanam paksa yang sangat menyengsarakan penduduk. Dari sini, pada abad 18, mulailah bermunculan thoriqot-thoriqot secara terbuka, sebagai bentuk perlawanan atas Belanda. Begitulah Nak, para kiai pesantren turut berperan aktif dalam membela bangsa dan Negara ini. Begitulah, hingga proklamasi kemerdekaan diproklamirkan, bangsa Indonesia sejatinya tak pernah terjajah, karena mereka terus melawan dan tidak pernah mengakui Belanda sebagai tuan dan junjungannya.
Sampai di sini dulu cerita ibu untukmu Nak, jika kau masih belum lagi memahami apa yang ibu sampaikan padamu melalui surat ini, maka, perbanyaklah membaca Nak, perbanyaklah belajar, agar kau tahu mana al-haq dan mana al bathil.
Sudah dulu ya Nak. Ibumu telah begitu lelah. Salam sayang dan rinduku untukmu. Do’a ibumu ini selalu bersamamu.
Malang, 07092013-----pukul 02:32 dini hari
*)Tina Siska Hardiansyah, mahasiswi program studi Sastra Arab Fakultas Adab UIN Malik Ibrahim Malang
You have read this article Sejarah
with the title Surat Cinta Untuk Anakku. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/09/surat-cinta-untuk-anakku.html. Thanks!
No comment for "Surat Cinta Untuk Anakku"
Post a Comment