Oleh: Izzulfikri M.Ansorullah
Filsafat yang bermakna cinta kepada kebijaksanaan, menjadikan pengetahuan sebagai wahana untuk berusaha dan mencapai tujuan menjadi bijaksana atau dengan kata lain, filsuf (orang yang berfilsafat) mengabdikan dirinya kepada pengetahuan untuk mencapai kebijaksanaan. Orang yang cinta pengetahuan tentang kebijaksanaan itulah yang disebut “ filsuf “ atau “ filosof”.
Syekh Mustafa Abdurraziq, setelah meneliti pemakaian kata “ filsafat” di kalangan muslim, yaitu bermakna “hikmah dan hakim”. Mereka menyatakan hukama-ul-Islam atau falasifatul Islam . Artinya, ilmu ini hadir di dunia islam, tanpa membedakan etnis dan bahasa.
Al-kindi adalah salah seorang filosof muslim yang pengetahuannya sangat smart dan sophisticated. Memadukan filsafat dan agama sama – sama mencari kebenaran dengan menggunakan akal. Al-haq al-awwal baginya adalah Tuhan. Filsafat yang paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan. Setelah Tuhan menciptakan manusia. Dia tiupkan ruh-Nya sehingga manusia hidup, Ruh itu sendiri urusan Tuhan. Sementara dengan ruh- lah manusia memperoleh pengetahuan yang sebenarnya.
Al-Kindi (يعقوب بن اسحاق الكندي) (lahir: 801 - wafat: 873), adalah filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Semasa hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, al-Kindi mahir berbahasa Yunani. Banyak karya para filsuf Yunani diterjemahkan oleh Al-Kindi ke dalam bahasa Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinus. Sayangnya ada sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya dan secara keliru disebutkan sebagai karangan Aristoteles, yaitu karya yang berjudul Teologie, sehingga di kemudian hari ada sedikit kebingungan.
Al-Kindi lahir dari kalangan bangsawan Irak. Ia berasal dari suku Kindah, hidup di Basrah dan meninggal di Baghdad pada tahun 873. Ia merupakan seorang tokoh besar dari bangsa Arab yang menjadi pengikut Aristoteles, yang telah memengaruhi konsep al-Kindi dalam berbagai doktrin pemikiran dalam bidang sains dan psikologi.
Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang seperti geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik, fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik. Ia membedakan antara intelek aktif dengan intelek pasif yang diaktualkan dari bentuk intelek itu sendiri. Argumen diskursif dan tindakan demonstratif ia anggap sebagai pengaruh dari intelek ketiga dan yang keempat. Dalam ontologi dia mencoba mengambil parameter dari kategori-kategori yang ada, yang ia kenalkan dalam lima bagian: zat, bentuk, gerak, tempat, waktu, yang ia sebut sebagai substansi primer.
Al Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap bid'ah, dan dalam keadaan yang sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam) al Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan ortodoks itu.
” Tuhan memberikan hikmat kepada orang yang dikehendaki nya dan siapa yang diberi hikmat, maka ia telah diberi kebaikan yang banyak sekali dan hanya orang – orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran” ( QS. Al-Baqarah: 269).
BIOGRAFI AL- KINDI
Al-Kindi yang dikenal sebagai filosof muslim pertama keturunan Arab, memiliki nama lengkap Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Ismail ibn Muhammad ibn Al-Asy`ats ibn Qais al-Kindi. Ia berasal dari kabilah Kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab yang asalnya dari daerah Yaman dan Hijaz, di mana al-Asy`ats ibn Qais adalah salah seorang sahabat Nabi Saw, yang meriwayatkan hadist bersama Sa’ad bin Abi Waqqas. Al-Asy’ats binb Qais ikut perang Siffin di bawah pimpinan Ali ibn Abi Tholib di mana ia memegang panji Kabilah Kindah.
Al-Kindi lahir di kota Kuffah sekitar tahun 185 H (801 M ) atau awal abad ke -9 M. Ayahnya, Ishaq ibn al-Shabbah bekerja sebagai gubernur Daulah Abbasiah, pada masa pemerintahan Khalifah al-Mahdi ( 775 – 785 M ) dan masa Harun Ar-Rasyid (786 -809 M ). Walaupun orang tuanya meninggal pada usia mudanya namun kehidupannya tergolong lumayan. Meski anak pejabat, ia tidak sombong dan sama sekali tidak manja. Ia lebih senang mempelajari ilmu agama seperti al-Quran, dan ,al-Hadis. Tapi ia juga mempelajari ilmu berhitung dan beberapa bidang ilmu lainnya baik sewaktu tinggal di kota Basrah maupun di kota Baghdad.
Kuffah dan Basrah, pada abad ke 2 dan ke 3 H ( abad 8 dan 9 M ) merupakan dua pusat kebudayaan Islam yang maju. Kuffah lebih cenderung kepada studi – studi aqliah; dan dalam lingkungan intelektual inilah al-Kindi melewatkan masa kecilnya. Dia menghafal al-Quran, mendalami bahasa Arab, kesusastraan, ilmu hitung, fiqh, dan kalam, tetapi ia lebih tertarik kepada ilmu pengetahuan dan filsafat, yang pada keduanya ia mengabdikan seluruh sisa hidupnya. Al-Kindi adalah seorang yang sangat cerdas. Ia telah banyak menerjemahkan buku filsafat, menjelaskan berbagai masalah, menyimpulkan berbagai problem yang sulit dan mengungkapkan problem yang sukar dipahami. Hal itu karena ia banyak menguasai bidang-bidang ilmu yang berkembang pada waktu di Kuffah dan Baghdad seperti ilmu kedokteran, filsafat, semantik, geometri, al-jabar, ilmu falak, bahkan ia berkemampuan menggubah lagu. Al Kindi menulis banyak karya dari ilmu pengetahuan yang dikuasainya dalam berbagai bidang keilmuan seperti geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik, fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik.
Dalam bidang filsafat Al-Kindi membedakan antara intelek aktif dengan intelek pasif yang diaktualkan dari bentuk intelek itu sendiri. Argumen diskursif dan tindakan demonstratif ia anggap sebagai pengaruh dari intelek ketiga dan yang keempat. Dalam Ontologi dia mencoba mengambil parameter dari kategori-kategori yang ada, yang ia kenalkan dalam lima bagian: zat (materi), bentuk, gerak, tempat, waktu, yang ia sebut sebagai substansi primer.
Al Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap bid’ah, dan dalam keadaan yang sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam) al Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan ortodoks itu.
Dengan prestasinya itu, tidak heran kalau al-Kindi digolongkan sebagai seorang ahli dari berbagai ilmu pengetahuan. Karena ia hidup pada puncak kejayaan islam pada Daulah Abbbasiah ( al-amin, 809 – 813 M ; al-Ma`mum, 813 – 833 M ). Kemashuran al-Kindi sangat luar biasa sehingga Khalifah al-Mu`tashim mengangkatnya sebagai guru pribadi putranya, Pangeran Ahmad, yang kepadanya ia persembahkan karya – karya pentingnya, di mana karya-karya itu telah menghiasi kerajaan al-Mu`tashim.
Kelahiran dan kematian al-Kindi sebenarnya tidak ada kesahihan, termasuk siapa saja tokoh yang pernah menjadi gurunya. Louis Massignon mengatakan bahwa al-Kindi wafat sekitar 246 H (860 M ). C. Nallino menduga Al-Kindi wafat tahun 260 H (873 M ), T.J.de Baer menyebut al-Kindi wafat tahun 257 H ( 870 M ), Mustafa Abd al-Raziq mengatakan al-Kindi wafat tahun 252 H ( 866 H ), dan Takut al-Himawi menyebutkan al-Kindi wafat setelah berusia 80 tahun atau lebih sedikit.
KARYA – KARYA AL-KINDI
Sebagai seorang filsuf yang sangat produktif, diperkirakan karya yang pernah di tulis oleh al-Kindi dalam berbagai bidang tidak kurang dari 270 buah. Dalam bidang filasafat di antaranya adalah :
a) Kitab al-falsafah al-Dakhilat wa al-Masa`il al-Mantiqiyah wa al-Muqtashah wa ma fawqa al-Thabiiyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah – masalah logika dan musykil, serta metafisika ).
b) Kitab al-Kindi ila al-Mu`tashim Billah fi al-falsafah al-Ula ( tentang filsafat pertama ).
c) Kitab Fi Annahu al-Falsafah illa bi` jlm al-Riyadiyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan
ilmu pengetahuan dan matematika ).
d) Kitab fi qashd Aristhathalisfi al-Maqulat (tentang maksud – maksud Aristoteles dalam kategori –
kategorinya).
e) Kitab fi Ma`iyyah al-Ilm wa Aqsamihi (tantang sifat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya).
f) risalah fi Hudud al-Asyya`wa Rusumilah ( tentang definisi benda – benda dan uraiannya ).
g) Risalah fi Annahu jawahir la Ajsam (tentang substansi – substansi tanpa badan).
h) Kitab fi ibarah al-jawami` al-Fikriyah (tentang ungkapan – ungakapan mengenai ide – ide komprehensif).
i) Risalah al Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (berisi kupasan filosofis tentang rahasia – rahasia ruhani).
j) Risalah fi al-Ibanah an al-Illat al-Fa`ilat al-Qaribah li al-kawn wa al Fasad (tentang penjelasan mengenai
sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusakannya).
FILSAFAT AGAMA AL-KINDI
Falsafat atau filsafat adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani, philo dan sophia sebagai gabungan dari kata philein yang berarti” cinta “ dan kata shoppos yang berarti “ hikmah kebijaksanaan “. Kemudian kata philosophia masuk ke dalam bahasa Arab menjadi Falsafah yang berarti cara berfikir menurut logika dengan bebas, sedalam –dalamnya sampai kepada dasar persoalan.
Dari segi praktisnya berfilsafat berarti “ berfikir “, filsafat berarti “alam fikiran “ atau “alam berfikir”. Namun demikian tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Sidi Gazalba mengartikan “ berfilsafat “ berarti mencari kebenaran untuk kebenaran tentang segala sesuatu yang dimasalahkan, Berfikir secara radikal, sistematis, dan universal. Dapatlah dikatakan bahwa intisari filsafat ialah berfikir secara logika dengan bebas ( tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama ) dan dengan sedalam – dalamnya sehingga sampai ke dasar – dasar persoalan.
Agama yang berarti menguasai diri seorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Ttuhan dengan menjalankan ajaran agama. Intisari yang terkandung di dalamnya adalah “ ikatan “. Agama mengandung arti ikatan – ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Karena mempunyai pengaruh dalam aktivitas manusia. Dan ikatan itu, mempunyai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra. Oleh karena itu agama diberi definisi – definisi sebagai berikut:
1. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia dan dipatuhi;
2. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan – perbuatan manusia;
3. Pengakuan terhadap adanya kewajiban – kewajiban yang diyakini bersumber dari suatu kekuatan gaib dan pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan takut terhadap kekuatan
misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia;
4. Ajaran – ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa unsur yang ada pada agama ituadalah adanya kekuatan gaib, adanya keyakinan kebaikan di dunia ini dan hidup di akhirat bergantung dengan kekuatan gaib itu. Dari pengertian di atas dapat dipahami falsafat agama mengandung arti : “ berfikir tentang dasar – dasar agama menurut logika dan kebebasan berpikir”. Pemikiran yang dimaksud bisa mengambil dua bentuk.
a) Membahas dasar – dasar agama secara analisis dan kritis, tanpa terikat pada ajaran – ajaran agama dan tanpa ada tujuan untuk menyatakan kebenaran suatu agama.
b) Membahas dasar – dasar agama secara analitis dan kritis, dengan maksud untuk menyatakan kebenaran ajaran – ajaran agama, atau sekurang – kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang diajarkan agama tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika.
Dasar – dasar agama yang dimaksudkan meliput i wahyu, pengiriman Rasul dan Nabi, Ketuhanan, ruh manusia, keabadian, soal hidup sesudah mati dan sebagainya. Akhir dari filsafat dan agama itu ialah “kebenaran”. Filsafat mencari kebenaran dan agama membawa kebenaran. Namun demikian kebenaran agama tidak akan dirasakan kecuali oleh orang yang berakal. Oleh sebab itu kebenaran agama harus digali agar lebih jelas dengan menggunakan nalar filsafat.
Filsafat bagi al-Kindi adalah pengetahuan tentang yang benar. Di sinilah terdapat persamaan filsafat dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik.demikian juga halnya dengan filsafat. Agama, di samping wahyu, juga menggunakan akal,dan filsafat juga menggunakan akal. Yang benar pertama bagi al-Kindi ialah Tuhan dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan. Bahkan al-Kindi berani mengatakan bagi orang yang menolak filsafat, sebagai telah mengingkari kebenaran dan menggolongkannya kepada orang “kafir”, karena orang – orang tersebut telah jauh dari kebenaran, walaupun menganggap dirinya paling benar. Karena keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan: (1) ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, (2) wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian dan,(3) menurut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
Mengenai kosmologi, al-kindi berpendapat bahwa alam ini dijadikan tuhan dari tiada, allah tidak hanya menjadikan alam,tetapi juga mengendalikan dan mengaturnya,serta menjadikan sebagiannya menjadi sebab yang lain. Artinya, yang asal dan maha sempurna itu,adalah al-khalik sebagai pencipta makhluk, kemudian makhluk melahirkan makhluk dan seterusnya sambung – menyambung kebawah ketingkat terendah.baginya tuhan berada diatas hukum alam, tuhan menjelmakan alam itu mempunyai suatu sunnah (ketentuan) yang tetap. Sehingga yang satu menjadi sebab timbulnya yang lain.teori ini dikenal sebagai istilah emanasi merupakan pembahasan tentang asal usul sesuatu.\
FILSAFAT AL-NAFS (JIWA) AL-KINDI
Pada suatu kesempatan Tuhan berwacana: “Aku menciptakan manusia dari lempung dan kemudian berkata kepada malaikat : “Aku ingin menciptakan manusia dari tanah”, dan kemudian ia berkata lagi : “Apabila Aku telah selesai membentuknya, barulah aku meniupkan ruh-Ku kepadanya”. (QS.al-hijr:29). Apa yang dimaksudkan meniupkan tersebut ?. Apabila yang dimaksudkan adalah tiupan ( ruh ) yang meninggalkan Tuhan dan kemudian bersatu dangan manusia, maka intinya bahwa sangat dimungkinkan terjadinya pembelahan sifat tuhan. Dan ini tidak akan pernah terjadi : jawabannya bisa digambarkan dengan ilustrasi tentang matahari. Apabila matahari berkata, “Aku telah memberikan sinar pada bumi”,maka hal itu benar.
Ruh atau jiwa itu ada di bawah perintah Tuhanmu. (Ar-ruhu min amr-i-rabbi). Oleh sebab itu, jiwa yang ada di bawah kata perintah,dan akal muncul sesudah melewati tiga tahap (Ahdiyah,Wahdat, dan Wahidiyyat) dan di dalam pembatasan. Jiwa atau ruh ini adalah Ruh-i-A`dzam ( Haqiqati Muhammad ) yang merupakan tahap wahdah itu sendiri;dan tidak di bawah pembatasan. Walau jiwa itu pribadi adalah sebuah pembatasan, namun ia bebas dari materi dan eksistensi, serta dari warna dan bentuk. Ia merupakan pengenal bagi diri dan bukan – diri, tetapi tidak dapat di-indra oleh pancaindra yang ada. Pembatas bag i ruh-i-A`dzam adalah jiwa – jiwa manusia, dan apbila pembatas semacam itu muncul di dalam jasad, jadilah ia ruh binatang atau ruh makhluk. Sifatnya sangat halus dan setiap bagian terkecil darinya bertautan dengan partikel jasad. Jiwa inilah yang menerima ganjaran dan siksaan, dan ia pul a yang merasakan kenikmatan jasmani.
Menurut al-Kindi jiwa merupakan substansi yang berasal dari Tuhan. Tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansi yang sangat halus, bertabiat mulia dan substansinya adalah sebagian dari substansi Allah. Cahaya dari cahayanya, seperti cahaya dari matahari, juga bersifat independen dari jasmani. Jiwa selalu menentang kekuatan syahwat dan kemarahan, serta selalu mengatur kedua kekuatan tersebut dalam batas – batasnya dan tidak dibenarkan melampaui kekuatan jiwa itu sendiri. Selain itu jiwa bersifat spritual, Ilahiah, terpisah dan berbeda dengan jisim. Jasad mempuyai sifat hawa nafsu dan amarah.
Al-kindi memperbandingkan tentang keadaan jiwa. Jika kemuliaan jiwa diingkari dan tertarik dengan kesenangan – kesenangan jasmani, al-Kindi membandingkan mereka dengan babi, karena kecakapan apetitip menguasai mereka. Jika dorongan nafsu birahi yang sangat dominan, dibandingkan oleh al-Kindi dengan anjing. Sedangkan bagi mereka yang menjadikan akal sebagai tuannya, dibandingkan al-Kindi dengan raja. Namun demikian, antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan saling memberi bimbingan. Ini adalah agar hidup manusia itu serasi dan seimbang. Ketidakseimbangan akan terjadi apabila salah satu dari unsur ini berkuasa untuk mencapai keseimbangan manusia memerlukan tuntunan yaitu iman dan wahyu. Jiwa manusia dapat mengenal hakikat – hakikat dan rahasia – rahasia alam; apabila jiwa itu bersih dari kekuatan – kekuatan jasmaniahnya, di samping selalu dalam keadaan berfikir dan mencari. Setelah jiwa berpisah dengan alam jasmani, maka akan mengetahui segala bentuk hakikat, atau jiwa akan berada di alam al-haq.
Al-kindi berpandapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya, yaitu:
1. kekuatan nafsu
2. kekuatan moral
3. kekuatan akal
Kekuatan akal merupakan kemudi dari dua kekuatan yang lain. Kekuatan apetatif atau al-qawiyyul haasah, yaitu kekuatan yang dapat mengenal segala yang dapat dirasakan dan yang nyata. Kekuatan ini tidak dapat membentuk suatu gambaran, kecuali yang diketahuinya. Seperti mata misalnya,tidak akan dapat mempersepsikan orang yang mempunyai tanduk atau sayap.
Kekuatan rasa dimiliki juga oleh hewan, yang fungsinya hanya mengenal bentuk gambar yang parsial. Seperti gambar tentang warna, bentuk – bentuk gambar, rasa makan, suara, bau dan rasa sentuhan. Kekuatan irascible yaitu kekuatan marah yang dapat menggerakkan urat – urat untuk melakukan perbuatan pelanggaran atau kesalahan, dan termasuk didalam adalah kekuatan syahwat. Dan kekuatan cognitive faculty yaitu kekuatan yang dapat memberikan kepada pengetahuan tentang bentuk (persepsi) sesutu, tanpa wujud materi. Yakni, setelah hilangnya benda yang dipersepsikan dari pancaindra kita. Kekuatan jiwa ini berfungsi, baik pada saat manusia dalam keadaan sadar ataupun dalam keadaan tidak sadar (tidur). Keistimewaan dari kekuatan ini dapat membentuksebuah persebsi, seperti mempersepsikan sebuah gambar manusia dengan kepala singa. Kekuatan ini juga dapat menghapal atau menyimpan segala bentuk persepsi yang telah diterimanya.
Al-kindi meyakini kekalnya jiwa. Menurutnya, tidak smeua jiwa pada saat meninggalnya jasmani menuju ketempatnya. Karena, ada sebagian jiwa manusia tidak berpisah dengan benda – benda (badan), seperti jiwa sesutu yang buruk akan menuju ke alam falaki, seperti ke bulan, dan akan menetap didalamnya dalam masa beberapa lama. Jika buruk itu telah membersihkan dirinya, maka akan meningkat ke alam yang lebih tinggi, seperti naik ke alam bintang yang lebih bersih. Setelah jiwa menghilangkan kotoran perasaan dan khayalan – khayalan buruknya, maka akan naik kealam akal. Dan pada saat itu alam akal sesuai dengan Nur Al-Bari, yaitu cahaya Ilahi. Kendatipun bagi al-Kindi jiwa adalah qadim namun kekekalannya berbeda dengan qadimnya Tuhan. Qadimnya jiwa karena diqadimkan oleh Tuhan.
PENUTUP
Al-Kindi adalah nama yang dinisbatkan kepada al-Kindah, seorang filsuf muslim pertama dan yang pertama kali memperkenalkan buah pikiran filosof – filosof Yunani serta memberikan analisa – analisa yang sophisticated. Dia sangat berjasa menjadikan filsafat sebagai salah satu khazanah pengetahuan Islam setelah disesuaikan lebih dahulu dengan agama.
Substansi jiwa menurutnya terpisah dari benda, akan tetapi terkait dengan benda dalam hubungannya dengan perbuatan – perbuatannya. Karena, jasmani memang menjadi alat baginya untuk menunaikan suatu perbuatan. Dan jiwa yang suci itulah yang akan kembali ke alam kebenaran.
Izzulfikri M. Ansorullah, Siswa Kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri II Malang
You have read this article Filsafat
with the title Al-Kindi – Filsuf Muslim Pertama. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/10/al-kindi-filsuf-muslim-pertama.html. Thanks!
No comment for "Al-Kindi – Filsuf Muslim Pertama"
Post a Comment