Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Bersuluk Menggapai Allah


Oleh: K Ng H. Agus Sunyoto

Setelah lulus dari Pesantren Salafiyyah Syafi’iyyah Al-Fiqiyyah, Mas Grangsang Mahjubun menghadap Kyayi Kasyful Arifin, Guru Sufi di Pesulukan Tarikat Akbar di gunung Jabal Qaf. Dengan keinginan berkobar-kobar ia menyatakan keinginan untuk bersuluk, dan memohon bimbingan dari Sang Guru Sufi. Sebagaimana pengetahuan ilmu fiqih yang telah dipelajarinya di pesantren salafiyyah, ia membayangkan bahwa Guru Sufi akan mengajarinya laku suluk dengan mula-mula mendefinisikan makna suluk, dalil-dalil pendukung laku suluk, maksud dan tujuan bersuluk, silsilah kepewarisan amalan-amalan dalam suluk, bentuk  amalan-amalan yang harus dijalankan, prasyarat-prasyarat yang harus dipatuhi selama suluk, dan berbagai aturan lain yang harus dilaksanakan dalam melakukan suluk.
Beda dengan yang dibayangkan beda pula fakta terkait pembelajaran yang disampaikan Guru Sufi kepada seorang salik yang akan melakukan suluk. Mula-mula, Guru Sufi memang menjelaskan makna harfiah  suluk, yaitu ‘menempuh’, maksudnya Menempuh Perjalanan Ruhani menuju Sumber Segala Sumber, suatu perjuangan menempuh jalan untuk kembali kepada Sang Pencipta, yakni melalui jalan taubat (taaba = kembali) yang dipungut dari sabda Allah :


Fasluki subula Rabbiki dzululan! (Q.S.An-Nahl: 69).
Dengan kata-kata lembut tapi tegas, Guru Sufi menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘menempuh jalan suluk’ bukan berjalan melewati jalan tertentu yang lurus seperti halnya jalan tol, melainkan lebih bermakna laku dari serangkaian amaliyyah dari  sebuah disiplin tertentu untuk  menyucikan qalb dari dorongan-dorongan inderawi dan membebaskan nafs (jiwa) dari dominasi hasrat rendah  keduniawian dengan  dibimbing seorang guru ruhani atau mursyid, yaitu guru ruhani yang telah wushul meraih pengenalan akan dirinya dan Rabb-nya dalam makna yang sebenarnya. Di bawah bimbingan dan pengawasan guru ruhani atau mursyid, seorang  penempuh jalan ruhani (salik) berjuang mengendalikan hawa nafsu rendahnya, membersihkan qalbu dari dorongan-dorongan dan tarikan-tarikan rendah hasrat inderawi, dengan melakukan mujahadah, muraqabah, hingga mukasyafah sampai mencapai  tingkat hakikat. Dengan bersuluk, seseorang berusaha keras untuk memahami dan mengamalkan agama secara  lebih dalam. Orang yang meniti  jalan suluk, disebut salik (orang yang melakukan perjalanan).
           Ber-suluk –bukan– mengasingkan diri. Ber-suluk adalah menjalankan agama sebagaimana awal mulanya, yaitu beragama dalam ketiga aspeknya, ‘Iman’ - ‘Islam’ - ‘Ihsan’ (tauhid - fiqh - tasawuf) sekaligus, sebagai satu kesatuan diin Al-Islam yang tidak terpisah-pisah. Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa bersuluk adalah ber-thariqah,
           Yang dilakukan, adalah setiap saat berusaha untuk menjaga dan menghadapkan qalb nya kepada Allah, tanpa pernah berhenti sesaat pun, sambil melaksanakan syari’at Islam sebagaimana yang dibawa Rasulullah saw. Amalannya adalah ibadah wajib dan sunnah sebaik-baiknya, dalam konteks sebaik-baiknya secara lahiriah maupun secara batiniah. Selain itu ada pula amalan-amalan sunnah tambahan, bergantung pada apa yang paling sesuai bagi diri seorang salik untuk mengendalikan sifat jasadiyah dirinya, mengobati jiwanya, membersihkan qalbnya, dan untuk lebih mendekat kepada Allah.
You have read this article Pesulukan with the title Bersuluk Menggapai Allah. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/10/bersuluk-menggapai-allah.html. Thanks!

No comment for "Bersuluk Menggapai Allah"

Post a Comment