Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Sekolah Di Negeri Ini Seperti Penjara

Oleh: Arif Muniagara
SEKOLAH – sebuah institusi pendidikan formal bagi seluruh rakyat Indonesia. Setiap rakyat Indonesia pasti pernah bersekolah walau hanya sebatas SD bagi rakyat yang tidak mampu dibidang ekonomi. Kini pendidikan bisa dianggap sebagai bahan komoditas yang laris manis di tengah keganasan sistem pendidikan di negara ini, dan sekolah menjadi tempat transaksi pendidikan. Hanya orang kaya yang bisa sekolah sampai tingkat tinggi.
         Bagaimana tidak, sekolah bisa dianggap sebagai penjara kapitalis. Jika dilihat dari segi peraturan, sistem sekolah hampir sama dengan penjara. Misalnya pada saat siswa ingin pergi ke toilet siswa harus minta izin dahulu pada guru, sama halnya dengan narapidana yang ingin ke toilet dia harus minta izin pada sipir. Apalagi seorang siswa tidak boleh tidak setuju dengan pendapat seorang gurunya jika dia tidak ingin dapat nilai jelek di kelas, sama dengan narapidana yang harus nurut sama sipir penjara jika dia tidak ingin diperlakukan kasar oleh sipir penjara.
         Jika dilihat dari sistem pendidikan sekolah di negara ini, menurut penulis sistem pendidikan ini sangat merugikan siswa yang sudah memeras jerih payah kemampuan ekonomi keluarganya. Bagaimana tidak, meski para siswa sudah membayar biaya sekolah yang sangat mencekik ekonominya para siswa tidak bisa mendapat ilmu pengetahuan yang up to date. Karena kebanyakan buku-buku yang menjadi pedoman ilmu di sekolah adalah buku-buku lawas atau buku baru yang diputar dari materi lawas. Keadaan sekarang sangat berbeda dengan keadaan pembuatan buku-buku tersebut.
               Hal lain yang membuat sekolah hampir sama dengan penjara adalah ketika sekolah menjadi bahan komoditas. Misalnya dengan adanya perlakuan berbeda antara siswa dari kalangan ekonomi atas dengan siswa kalangan ekonomi rendah. Siswa dari kalangan ekonomi atas bisa masuk ke sebuah sekolah dengan mudah dengan cara menyogok meski siswa tersebut tidak mampu dalam hal akademik. Sedangkan siswa dari kalangan ekonomi rendah meski pandai, dia harus bersusah payah bersaing dengan siswa dari kalangan ekonomi atas untuk masuk ke sekolah yang lebih tinggi. Sama halnya dengan narapidana, narapidana ecek-ecek cuma dapat fasilitas standar, sedangkan napi kelas kakap yang korupsinya bermilyaran bisa mendapat fasilitas yang mewah, seperti televisi, spring bed, bahkan bisa keluar penjara untuk berlibur ke Bali, seperti Gayus Tambunan.
              Ngeri sekali jika membayangkan dampaknya, bayangkan saja jika lulusan-lulusan sekolah yang notabene menjadi produk andalan sekolah yang cara lulusnya melalui system sogok-menyogok. Seorang dokter yang nyogok pada saat lulusannya bisa berakibat malpraktek pada para pasiennya yang jelas-jelas hal itu  sangat merugikan masyarakat banyak. Apalagi seorang wakil rakyat yang nyogok, yang dipikirkan tentu bagaimana caranya balik modal cepat, bukan bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Ironisnya produk-produk sekolah inilah yang menjadi harapan bangsa ini.
             Jika diusut sejarahnya, sistem pendidikan modern di Indonesia ini diperkenalkan kali pertama oleh Kolonialis Belanda. Lalu pada dasawarsa akhir 1970-an,  IMF ikut merancang konsep pendidikan, karena menurut informasi  Indonesia pada masa pemerintahan presiden Soeharto tidak memperoleh  pinjaman luar negeri dan  baru memperoleh pinjaman asalkan sistem pendidikan di Indonesia memakai sistem pendidikan yang dirancang  IMF, di mana untuk kali pertama diperkenalkan sistem satuan kredit semester dan pengendalian kampus yang dikenal dengan NKK/BKK.
         Jika dipikirkan sekilas saja,  sudah jelas tidak ada korelasi antara lembaga keuangan dunia dengan kurikulum pendidikan. Ajaibnya mendiang mantan presiden Soeharto menyetujuinya. Dan beginilah sistem pendidikan di Indonesia saat ini. Sudah merdeka namun belum benar-benar merdeka di aspek pendidikan, di mana kita masih terjajah di dunia pendidikan. Bagaimana bisa benar-benar maju bangsa ini jika pola pikir produk lulusan sekolah yang menjadi harapan bangsa ini dibikin tetap linier.
           Bersekolah adalah belajar menurut kelompok usia tertentu di dalam kelas di bawah bimbingan seorang guru mengikuti kurikulum tertentu. Dengan definisi itu, siswa yang bersekolah mengikuti system berjenjang – dari TK – SD – SMP – SMA – S1 –S2  hingga  S3 – atmosfir pendidikannya tumbuh dan berkembang di sebuah kamp konsentrasi yang disebut ruang kelas. Sejak usia dini hingga tua, orang yang bersekolah tumbuh di dalam  ruangan kelas sehingga tidak mengetahui realita di luar kelas.
             Jika diilustrasikan memang sekolah hampir mirip dengan penjara, pada awalnya kita membencinya, tapi lama kelamaan kita akan beradaptasi, bahkan kemudian setelah belasan bahkan puluhan tahun kita berada  di dalamnya, kita justru  merasa nyaman. Demikianlah,  setelah keluar dari kurungan yang bernama ruang kelas sekolah atau penjara atau kamp konsentrasi kita buta akan keadaan dunia yang nyata  di luar sekolah, segala sesuatunya tidak sama dengan ketika berada di dalam kurungan-kurungan kelas (sekolah atau penjara.red) tersebut. Kita mengalami krisis identitas yang menjadikan kita masyarakat anomie, kita cenderung berkiblat pada negara-negara barat dan melupakan budaya orisinil kita. Sedangkan negara-negara barat dengan enaknya menikmati kekayaan bangsa ini. Inilah yang namanya tercekik di negeri sendiri. Sadarkah kita kalau negara kita  ini sejatinya masih terjajah dan terhegemoni? Jika sadar, apakah langkah yang harus kita pilih untuk bisa bebas dari keterjajahan ini? Adakah solusi bagi kesejahteraan rakyat negeri yang terjajah ini? Gunakan hati nuranimu untuk menjawab pertanyaan ini!
Arif Muniagara, mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya
You have read this article with the title Sekolah Di Negeri Ini Seperti Penjara. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/06/sekolah-di-negeri-ini-seperti-penjara.html. Thanks!

No comment for "Sekolah Di Negeri Ini Seperti Penjara"

Post a Comment