Pepatah ’Tuna Satak Bathi Sanak’ yang secara harfiah bermakna ’Rugi Seratus (Bahasa Kawi. Satak = seratus) Beruntung (dapat) saudara.’ Maksudnya, rugi uang seratus tidak apa-apa asalkan beruntung mendapat saudara.
Dengan Pepatah ini, orang Jawa menunjukkan pandangan hidup yang khas dalam berniaga. Sekalipun tujuan utama berniaga adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, namun yang lebih utama di atas keuntungan itu adalah persaudaraan. Bagi sebagian orang, pepatah ’Tuna Satak Bathi Sanak’ sering digunakan sebagai lips service alias basa-basi dalam berniaga terutama untuk mencari pelanggan. Jika pedagang etnis Tionghoa memiliki prinsip ’pembeli adalah raja”, maka pedagang Jawa dengan pepatah ’tuna satak bathi sanak’ memiliki prinsip ’pembeli adalah saudara’ di mana dengan prinsip itu pembeli akan merasa lebih aman dan nyaman dalam membeli karena tidak akan dirugikan oleh saudara sendiri. Sementara bagi sebagian yang lain, pepatah ’Tuna Satak Bathi Sanak” benar-benar dimaknai bahwa mendapat saudara atau teman sebagai pilihan utama daripada sekadar memperoleh keuntungan material berupa uang.
Dengan Pepatah ini, orang Jawa menunjukkan pandangan hidup yang khas dalam berniaga. Sekalipun tujuan utama berniaga adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, namun yang lebih utama di atas keuntungan itu adalah persaudaraan. Bagi sebagian orang, pepatah ’Tuna Satak Bathi Sanak’ sering digunakan sebagai lips service alias basa-basi dalam berniaga terutama untuk mencari pelanggan. Jika pedagang etnis Tionghoa memiliki prinsip ’pembeli adalah raja”, maka pedagang Jawa dengan pepatah ’tuna satak bathi sanak’ memiliki prinsip ’pembeli adalah saudara’ di mana dengan prinsip itu pembeli akan merasa lebih aman dan nyaman dalam membeli karena tidak akan dirugikan oleh saudara sendiri. Sementara bagi sebagian yang lain, pepatah ’Tuna Satak Bathi Sanak” benar-benar dimaknai bahwa mendapat saudara atau teman sebagai pilihan utama daripada sekadar memperoleh keuntungan material berupa uang.
Akibat pepatah ’Tuna Satak Bathi Sanak’, orang-orang Jawa dalam kegiatan berdagang ditandai ciri memberi tambahan (imbuh) kepada pembeli yang membeli dalam jumlah banyak. Tidak jarang, pembeli yang uangnya kurang dipersilahkan membawa dulu barang dagangan yang dibeli dengan kekurangan dibayar belakangan. Yang paling sering terjadi, konsumen seringkali membeli barang dengan cara menghutang (ngebon). Bahkan sudah menjadi tradisi di warung-warung meracang kampung, setiap menjelang lebaran selalu memberi hadiah-hadiah (persenan) kepada pelanggan-pelanggan yang akrab seperti saudara.
Cara berniaga pedagang Jawa yang memegang pepatah ’Tuna Satak Bathi Sanal’ ini, berbeda sekali dengan sistem perdagangan global yang tidak manusiawi, yang menyuruh pembeli untuk menjadi pelanggan dengan memiliki kartu pelanggan yang harus dibayar dengan sejumlah uang untuk pembuatannya. Pepatah ’Tuna Satak Bathi Sanak’ ini juga menjadikan suasana jual beli terasa akrab dan familiar dengan saling percaya satu sama lain, yang tentu sangat beda dengan sistem perdagangan global yang menduga para pembeli sebagai ’calon maling’ yang wajib diawasi oleh cermin-cermin dan kamera-kamera CCTV serta penjaga-penjaga paranoid yang curiga terhadap semua calon pembeli (agus sunyoto).
You have read this article with the title Tuna Satak Bathi Sanak. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/07/tuna-satak-bathi-sanak.html. Thanks!
No comment for "Tuna Satak Bathi Sanak"
Post a Comment