Dalam seni tradisi islam ini, syiiran shalawat dilantunkan secara rampak dengan diiringi tabuhan rebana, tanpa tarian. Oleh masyarakat lokal, tabuhan rebana ini disebut genjring. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk mendekati bunyi rebana yang mirip bunyi “jring”, orang bilang “genjringan”. Seperti halnya kesenian Islam lain, kesenian ini menggunakan dasar dari kitab yang disebut Al-Berjanji (Al-Barzanji) di mana sebuah kitab yang berisi tentang puji-pujian kepada Nabi Muhammad karya Al-Barzanji dinyanyikan dengan iringan tetabuhan rebana.
Kesenian ini di masyarakat Banyumas seringkali digunakan untuk mengarak acara sunatan. Dalam prosesi ini, genjring dilakukan sambil jalan beberapa ratus meter menyambut datangnya pengantin sunatan yang datang dari tempat di mana anak tersebut disunat. Si anak dinaikkan becak yang telah dihias, yang kemudian di belakangnya diikuti para pemain genjring. Menurut keterangan masyarakat Purwokerto dan Banyumas hal ini dimaksudkan selain untuk menambah kemeriahan pesta, mengurangi rasa sakit pada si anak (karena perhatian anak tertuju pada keramaian), juga dimaksudkan adanya hikmah dari pembacaan sholawat tersebut.
Kesenian ini biasanya dimainkan oleh 12 sampai 30 orang. Penabuh rebana bisa bergantian dan nyanyian dilakukan secara serempak dengan menggunakan syair-syair dari kitab Al-Barzanji yang berbahasa Arab.
Sumber: www.islamkuno.com
You have read this article with the title Seni Tradisional Genjring Banyumas. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/07/seni-tradisional-genjring-banyumas.html. Thanks!
No comment for "Seni Tradisional Genjring Banyumas"
Post a Comment