Nama Adonis telah menjadi ikon gerakan puisi Arab-muslim dalam lima dekade terakhir. Bahkan nama Adonis lebih dikenal ketimbang nama aslinya: Ali Ahmad Said Asbar. Penyair yang lahir di Syiria 1930 ini, menjadi orang buangan di tanah kelahirannya sendiri karena pemikirannya dianggap dianggap menyimpang dari Islam. Lalu ia hijrah ke Libanon dan menjadi penyair sekaligus kritikus terkemuka. Namun ketika perang saudara berkecamauk di negeri kelahiran pujangga Kahlil Gibran ini, maka sejak 1985 ia pun bermukim di Prancis dan menjadi warga raged di sana sampai hari ini.
Adonis sangat dekat dengan petualangan, dan hijrah adalah bagan dari separuh hidupnya. Bahkan dalam salah satu puisinya, Inilah Namaku, hijrah telah menjadi darah-dagingnya: ”aku bukan dominasi, darahku adalah hijrah”, tulsinya. Puisi-puisinya banyak mengangkat persoalan tanah air berikut ragedy sejarahnya yang dilukiskannya sebagai rage zaman kini: ”wajah sejarah kita jauh siang malam diseret ragedy/sejarah kita ingatan di mana lubang ketakutan selalu bertambah dalam”.
Adonis (Ali Ahmad Said Esber) adalah seorang penyair Arab kelahiran desa al-Qassabin, sebuah desa pegunungan kecil di dekat Suriah barat ke Mediterania Syria pada tahun 1930. Nama adonis bukanlah nama asli. Adapun nama aslinya yaitu Ahmad Ali Said. Nama Adonis diberikan oleh Anton Sa’adah, pendiri dan ketua partai nasionalis syiria pada tahun 1940-an. Partai ini bertujuan menyatukan “Bulan sabit dan bintang” maksudnya pesatuan syiria, irak dan libanon sebagai bulan sabit, dan siprus sebagai bintangnya.Persatuan ini didasarkan sebagai budaya Negara-negara tersebut dimasa lalu, yaitu kesatuan yang didasarkan pada satu peradaban phoenik kunom Berdasarkan peradaban phoenik kuno ini, partaiini menyerukan untuk menyatukan negara-negara itu dalam satu Negara, yaitu syiria raya. Untuk kepentingan tujuan tersebut, salah satu lembaga yang dibentukAnton Sa’adah adalah lembaga sastra dan seni untuk menyuarakan tujuan dan mewujudkan impian partainya, disinilah Ali Ahmad Said bergabung dan mendapatkan nama Adonis dari Anton Sa’adah. Nama Adonis .
Kehidupan Awal Pendidikan
Meskipun ia baru bersekolah ketika berumur 13, anak seorang petani yang juga imam masjid ini sudah belajar menulis dan membaca dari seorang guru desa serta telah hafal al-Quran.
Pada tahun 1944, Adonis membacakan puisi-puisi heroik karyanya sendiri di depan Presiden Syria Shukri al-Kuwatli waktu itu yang membuat Presiden terpesona dan mengirimkan Adonis masuk ke sebuah sekolah Prancis di kota Tartus, Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Tartus, saking cerdasnya Adonis sering melompat tingkat-tingkat kelas dan melanjutkan pendidikan di Universitas Damaskus di Syria, Adonis lulus dari Universitas Damaskus tahun 1954 dengan spesifikasi filsafat.
Dimasa muda itu kegelisahannya sudah kelihatan, ia menerbitkan kumpulan sajak pertamanya dan ia dipenjara karena pandangan politiknya yang menyimpang dari islam(1955).1956 ia meninggalkan tanahairnya dan pindah ke Lebanon bersama istrinya. Sampai lebih 20 tahun ia tinggal dan jadi warga negara ditanah jiran itu dan menjadi penyair sekaligus kritikus terkemuka
Pada 1960-1961, pada tahap penting dalam pengembangan intelektual, ia menerima beasiswa yang memungkinkan dia untuk belajar di Paris. Adonis menulis secara ekstensif selama ini. Puisinya mewakili upaya untuk menciptakan perpaduan dari pengaruh awal, saat ia mencoba juga untuk memberikan ekspresi puitis dengan keyakinan politik dan sosial. Puisi Adunis berlanjut untuk mengekspresikan pandangan nasionalistik sebagai penyair dikombinasikan dengan pandangan mistik. Dengan penggunaan nya Sufi istilah (makna teknis yang tersirat ketimbang eksplisit), Adonis menjadi eksponen terkemuka dari tren Neo-Sufi dalam puisi Arab modern. Tren ini memegang pada 1970-an.
Beirut/Paris
Dari 1970-1985 Adonis adalah seorang profesor sastra Arab di Universitas Lebanon. Dia sangat terpengaruh perang sipil Lebanon, sebagaimana tercermin dalam tulisan-tulisannya. Pada tahun 1973, ia memperoleh doctoral nya d'Etat di St Joseph University di Beirut. Pada tahun 1976 ia memegang jabatan profesor tamu di Universitas Damaskus, dan pada 1.980-1.981 dia adalah seorang profesor bahasa Arab di Sorbonne di Paris. Pada tahun 1985 ia mengajar selama satu semester di Georgetown University di Amerika Serikat. Dia juga mengajar di Universitas bergengsi akademis lembaga de France, di mana dia lectured di Arab puisi. Dia kemudian memegang jabatan profesor di Universitas Jenewa, di mana ia lectured pada puisi Arab.
Sudut pandang/Pemikiran :
Pemikiran Radikal
Adonis mengundang orang untuk berdiskusi tentang pemikiran Arab-Islam dalam perspektif. Tetapi pemikiran yang cenderung “radikal” sering mengundang kontraversi. Dikalangan intelektual Arab-muslim, Adonis dianggap terlampau radikal. Namun di mata Ali Harb—pemikir Islam kontemporer Libanon—terang-terangan mengikuti Adonis dan mengaku sebagai gurunya. Adonis memang sosok yang resah sekaligus pemberontak berbahaya yang kerap kali membuat orang lain gelisah. Disertasinya yang mengangkat pemikiran yang mapan dan yang berubah dalam masyarakat Arab-Islam menuai kontroversi lantaran terlampau berani membongkar teks-teks yang terlanjur dianggap mapan oleh kaum muslim.
Adonis berpendapat bahwa bangsa Arab mengalami kemunduran karena agama menguasai seluruh kehidupan dan waktu Kehidupan sosial, politik, budaya dan pengetahuan yang harus selalu meneguhkan kebenaran Quran dan hadits, membuat bangsa Arab tidak kreatif dan hanya melakukan peniruan, yaitu selalu merefer ke masa lalu, sehingga setiap tindakan di masa kini selalu meniru tindakan Nabi di masa lalu, dan masa kini serta masa depan selalu dianggap lebih buruk dari masa lalu (zaman nabi). Kitab suci juga dianggap telah berisi semua pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan harus selalu sesuai dengan yang tertulis dan yang tidak sesuai harus ditolak. Dengan demikian pencarian pengetahuan tidak terbuka kepada penemuan-penemuan baru, karena segala hal sudah diketahui dan tertulis di kitab suci. Masa lalu melingkupi masa kini dan masa depan.
Hal ini mengakibatkan bangsa Arab statis, tertutup, ditambah perasaan superioritas suku tertentu yang bersifat rasis terhadap suku lain di Arab, membuat pemerintahan negara-negara di kawasan tersebut bersifat despotik.
Untuk mengubah kondisi tersebut, penyair dapat berperan besar, dengan melakukan perubahan atau pembebasan puisi, yang akan mempengaruhi bahasa dan cara berpikir.
Selama ratusan tahun puisi dan sastra hanya ditujukan untuk menegaskan kebenaran agama, dan aliran-aliran lain yang berbeda ditindas oleh penguasa. Padahal, cara pandang sastra dengan agama berbeda, misalnya tentang waktu. Agama telah meramalkan dan mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan, sementara dalam sastra masa depan adalah “semesta kemungkinan”, sesuatu yang baru.
Oleh karena itu untuk membebaskan bangsa Arab dari penindasan agama dan penguasa despotik, puisi harus diubah dahulu, karena bahasa mempengaruhi cara berpikir dan pikiran akan mempengaruhi tindakan. Perubahan dalam puisi dan bahasa selanjutnya akan mengubah bidang-bidang lainnya.
Konsep Modernitas
Oleh karena wahyu melingkupi segalanya, maka menurut Adonis bentuk modernitas yang pertama dalam Islam adalah kritisisme terhadap wahyu, dengan mengeliminasi agama dari masyarakat dan mengokohkan akal. Modernitas sama dengan sekularisme dan rasionalisme absolut, yaitu satu-satunya jalan mewujudkan keadilan sosial, persamaan dan kemajuan. Ia menunjuk pada pemikiran rasionalis Ibnu ar-Rawandi dan ar-Razi, yang menolak wahyu dan kenabian, serta menggantinya dengan akal, rasionalisme dan menempatkan manusia sebagai pusat kesadaran.
Mengenai kebudayaan Arab, menurut Adonis tadinya terdiri dari yang mapan dan yang berubah, namun sejak abad ke sebelas, Al Ghazali membuat masyarakat Arab meninggalkan rasionalisme dengan pandangannya yang sangat konservatif, dan Islam menjadi absolut sebagai awal peradaban sekaligus peradaban final (hal.78) sehingga sejak saat itu agama menentukan dan mengatur seluruh bidang kehidupan dengan ketat, yang berlangsung hingga kini.
Penulis juga menguraikan ciri-ciri mazhab konservatif ini yang bersifat fundamentalis dan dapat kita temukan persamaannya dengan aliran-aliran sejenis yang kini marak di Indonesia.
Bagi pihak Barat, Adonis menjadi sumber informasi penting untuk memahami bangsa Arab dan Islam, karena dia dianggap lebih memahami jiwa bangsanya. Dalam suatu wawancara dengan Asia Time Online pada tahun 2007 ia menyatakan,
”Islam destroys the creative capacity of the Arabs, who in turn do not have the capacity to become modern. .. Nothing less than the transformation of Islam from a state religion to a personal religion is required for the Arabs to enter the modern world. … the preconditions for democracy do not exist in Arab society, and cannot exist unless religion is re-examined in a new and accurate way, and unless religion becomes a personal and spiritual experience, which must be respected.The trouble, is that Arabs do not want to be free.…because being free is a great burden.“
Konsep Kenabian Adonis
Kenabian merupakan masalah yang mendasar dalam suatu agama. Melalui nabi manusia diperingatkan, melalui wasilahnya pesan-pesan Allah disampaikan, melaluinya syari’at ditegakan, dengannya juga bukti kebesaran-Nya ditujukan, dan dengan perantarannya kitab-Nya diajarkan kepada hamba-Nya. Bila kenabian disanksikan runtuhlah semua yang dibawanya. Jika ada sesuatu yang lebih sempurna dari kenabian, lantas apa gunanya syari’at yang selama ini dianut dan diyakini telah sempurna sejak empat belas abad yang lalu oleh kaum muslim. Oleh sebab itu, kesakralan Muhammad sebagai yang terkhir harus dipertahankan.
Adonis dalam memandang kenabian dalam Islam sangat tidak relevan dengan sifat Allah yang Maha Adil dan Bijaksana. Allah telah memberikan akal pada manusia sejak ia ditugaskan sebagai khalifah. Oleh sebab itu, adalah suatu kesalahan yang bila menurunkan nabi ditengah-tengah manusia. Itu dikarenakan sebuah tindakan diskriminatif terhadap kaum yang lain. Adonis menguatkan argumnnya itu dengan pendapat Ibn al Rawandi[33], Jabir bin Hayyan[34], dan Muhammad bin Zakariyya al Razi[35]. Pertama, Adonis menggunakan argument Ibn al Rawandi[36], meskipun ini perpanjangan dari pendapat dari sikap kelompok Barahima[37] terhadap kenabian.
Alasan Adonis yang diajukan mengenai penolakkannya terhadap kenabian diantaranya sebagai berikut. Pertama, yang dibawa oleh para rasul adalah tidak terlepas dari dua hal, rasional dan irasional. Jika yang dibawa para rasul itu rasional, maka cukup menggunakan akal yang sempurna ini guna menangkap dan mencapai rasional itu. Sementara jika irasional, maka itu tidak dapat diterima. Kedua, akal menunjukan bahwa Allah adalah bijak. Yang bijak tidak akan disembah oleh makhluk kecuali melalui sesuatu yang ditunjukan oleh akal mereka. Bukti-bukti rasional menunjukan bahwa alam memiliki Pencipta yang Mahakuasa dan bijaksana. Dia memberikan kepada manusia nikmat-nikmat yang harus kita syukuri. Kita pun kemudian dapat merenungkan tanda-tanda penciptaan-Nya melalui akal. Ketiga, dengan akal, makhluk bisa menagkap sesuatu yang jelek dan irasonal. Keempat, dosa besar dalam kenabian adalah mengikuti orang yang sama dengan kita dalam bentuk, jiwa, dan akalnya. Ini menujukan bahwa kita seperti benda mati yang diperlakukan seenaknya, diangkat dan direndahkan, atau bagai budak.
Argumen selanjutnya Adonis mengangkat teori kimia murni racikan Jabir bin Hayyan. Yang kemudian diasusmsikan oleh Adonis yaitu jika menemukan dalam proses pembentuknya satu jalan (dari luar jalan sendiri) maka ia tidak memerlukan dari jalan kedua. Kemudian, besarnya kemungkinan yang terjadi dalam fenomena alam ini, tidak mengaharuskan kita untuk mempercayai apa yang terjadi dihadapan kita. Hukum inilah yang dijadikan landasan Adonis untuk menganulir kenabian.
Landasan ketiga Adonis dalam penolakannya terhadap kenabian adalah dari dua sisi. Pertama rasional, premisnya adalah bahwa akal merupakan sumber pengetahuan. Oleh kerena itu, ia harus diikuti, bukan mengikuti. Seperti yang diungkapjan al Razi mengatakan “ Sang Pencipta Yang Mahamulia memberi dan menganugrahkan kepada kita akal hanyalah kita mendapatkan dan sampai pada kebahagian dunia dan akhirat…dengannya kita dapat menangkap apa yang berguna bagi kita…” Yang kedua, dari sisi historis. Yaitu, penetapkan kenabian pada suatu kelompok manusia tertentu saja sementara yang lain tidak, memberikan mereka kelebihan atas manusia lainnya, menjadikan manusia membutuhkan mereka. Akhirnya, hal ini mempertajam permusuhan di antara mereka, dan banyak manusia yang mati. Ini merupakan tindakan diskriminasi.
Sedangkan teori yang diambil Adonis dari Jabir bin Hayyan adalah murni sains. Seperti yang diungkap diawal bahwa perbedaan mendasar antara ahli kimia Yunani dan Jabir bin Hayyan adalah kesimpulan dari hasil observasi kimia yang dikaitkan ke ranah spiritual. Ahli kimia Yunani lebih sering menarik ke dalam tataran spiritual, sedangkan Jabir bin Hayyan tidak. Selain itu, konsep Jabir bin Hayyan merupakan murni teori kimia yang ditarik oleh Adonis ke dalam filsafat dan agama. Hal ini mengingatkan kita pada pergeseran paradigma dari Barat klasik yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat perputaran tata surya ke teori Copernicus yang beranggapan bahwa matahari-lah pusat tata surya[46]. Pada awalnya, teori ini hanyalah murni sains, akan tetapi ditarik ke ranah filsafat sebagai pijakan pergeseran paradigma. Jadi, teori Jabir bin Hayyan merupakan murni sains, tidak tepat bila dimasukan ke dalam agama.
Dari agrumen-argumen penolakan tetang kenabian yang diajukan Adonis, dapat disimpulkan bahwa akal adalah sumber satu-satunya pengetahuan, sebab ia anugrah tertinggi Tuhan kepada manusia. Kemudian, pemilihan suatu kaum terhadap kaum yang lain melalui kenabian merupakan tidakan diskriminasi yang menyebabkan pertumpahan darah. Lalu, ajaran yang dibawa oleh nabi tidak lebih dari dua hal, rasional dan irasional. Yang rasional cukup dengan akal, dan irasional ditolak. Selanjutnya, besarnya suatu kemungkinan terhadap suatu fenomena, ini tidak mengharuskan kita untuk mempercayai kebenaran kejadian tersebut. Sebab, kemungkinan besar ada kebenaran juga di luar klaim mayoritas. Selain itu, Adonis melihat agama dari kacamata manusia, bukan dari apa yang Tuhan kehendaki. Yang terakhir, al Quran sebagai wahyu tidak lebih hanyalah berisi mitologi dan khurafat serta tidak mendatangkan manfaat apa pun. Singkatnya, kenabian merupakan tidakan yang salah.
Penghargaan dan kehormatan
Beberapa penghargaan internasional telah diraihnya, antara lain Syiria-Lebanon Award dari International Poetry Forumdi Pittsburg (1971); Jean Malrieu Etranger (1991), Prix de La Mediterranee dan Naziim Hikmat Award (1994); Goethe Medal of The Goethe Gesellschaft (2001).
Pada 2007, ia juga dianugerahi Hadiah Bjørnson . Pada 2011 , ia memenangkan Hadiah Goethe .Bjørnson Prize (2007) & Goethe Prize (2011)
Karya Adonis
Adonis telah menulis karya : puisi dan prosa kurang lebih 30 buku dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Beberapakali namanya disebut sebagai calon terkuat peraih hadiah Nobel Sastra (2005, 2006, 2007).
Dalam sepuluh tahun terakhir Adonis dipromosikan untuk mendapat giliran hadiah Nobel sastra, tentu karena puisi-puisinya telah banyak dibukukan. Tidak kurang dari satu lusin buku puisi yang pernah terbit dari tangannya. Kini Adonis masih terus menulis puisi dengan tema yang beragam: mulai dari pesoalan kemanusian, tempat dan tanah air bagi penyair, hingga cinta dan seksualitas.
Puisi
Sebagai penyair, melalui puisi ia melakukan kritik terhadap sastra dan seluruh budaya Arab yang menurutnya terlalu terikat pada agama sehingga membekukan dan melumpuhkan daya kreativitas dan pemikiran masyarakat Arab. Ia memiliki karya baik prosa dan puisi dengan gaya bahasa yang jernih dan memukau, sekaligus rumit. Puisi-puisinya adalah simbol kemodernan syair Arab. Simbol yang terus menjadi kontroversi: dipuja sekaligus dikecam karena mendobrak pakem-pakem puisi Arab yang telah mapan selama berkurun-kurun. Inti ide Adonis memang mendobrak, dan mendorong pembaharuan. .Di sinilah letak urgensi karya Adonis, menggedor-gedor yang sudah dianggap mapan, dan menguatkan pembaharuan dalam dua ranah sekaligus: sastra dan agama. Puisi dan pemikiran begitu lekat dalam diri Adonis. Keduanya punya tantangan masing-masing, dan tak jarang dari dua soal inilah namanya sering disebut-sebut di berbagai jurnal terkemuka di dunia, diantara judul puisi karya Adonis adalah sebagai berikut :
1.Antologi Puisi Adonis yang terkenal adalah, “Aghânî Mihyâr Dimasyqî” diterjemahkan ke bahasa Inggris “Songs of Mihyar the Damascene”, Al-A'mâl al Syi'riyyah (kumpulan karya lengkap puisi-puisi Adonis, 3 jilid) diterjemahkan kebahasa Inggris “If Only the Sea Could Sleep”.
2.Beberapa studi Adonis tentang puisi Arab, al-Shûfiyah wal Suryâniyah diterjemahkan ke bahasa Inggris “Sufism and Surrealism”, Muqaddimah li Syi’ir Arabi diterjemahkan “An Introduction to Arab Poetics”.
3.The blood of Adonis;: Transpositions of selected poems of Adonis (Ali Ahmed Said)
4.Songs of mihyar the damascene (1960)
•Not a star
•A voice
•A king is mihyar
•The adoring rock
5.Transformations of the Love
6.Take me to god
Buku
1.Arkeologi sejarah pemikiran arab islam, Buku ini merupakan master piece-nya yang berjudul asli Al-Tsabit wal Mutahawwil menampilkan pertentangan dua pihak yaitu pihak yang menghendaki kemapanan (ats-tsabit) dan pihak yang menghendaki perubahan (al-mutahawwil) terutama terjadi di dalam sejarah pemikiran Arab-Islam yang lebih bersifat dialektis. Pada buku ini orang Arab merasa bahwa bahasa, agama dan eksistensi nasionalisme merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan.
2.Beberapa karya Adonis, yang kini berusia 81 tahun, telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, antara lain buku puisi “Nyanyian Mihyar di Damaskus”. Ia mendapat Goethe award dari Jerman pada tahun 2011 sebagai pembawa modernitas Eropa ke lingkaran Arab dan disebut sebagai penyair Arab terpenting saat ini, ia juga sempat disebut-sebut sebagai calon pemenang Nobel sastra tahun 2011, namun belum terpilih.
Indana Zulva, mahasiswa program studi Sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya
You have read this article with the title Adonis - Penyair Arab-Islam Modern. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/11/adonis-penyair-arab-islam-modern.html. Thanks!
No comment for "Adonis - Penyair Arab-Islam Modern"
Post a Comment