Dilantiknya pemimpin gerakan tani Bolivia, Evo Morales, sebagai presiden terpilih pada tanggal 22 Januari 2006, bukan saja merupakan peristiwa menggembirakan yang bersejarah bagi rakyat Bolivia, tetapi juga bagi rakyat berbagai negeri di Amerika Latin, bahkan juga bagi banyak orang di bagian-bagian lainnya di dunia. Peristiwa ini merupakan bagian dari serentetan perkembangan yang menarik sekali, yang menggambarkan bahwa sejumlah negeri-negeri Amerika Latin sedang bergeser “ke kiri”.
Oleh karena itu, kemenangan Evo Morales dalam pemilu di Bolivia menjadi perhatian pers dunia. (Kiranya, bagi sebagian dari pembaca patut diingat lagi, bahwa Bolivia adalah negeri yang dijadikan Che Guevara sebagai basis permulaan - sesudah Kuba- dalam usahanya untuk menyebarkan revolusi di negeri-negeri Amerika Latin. Ia datang ke Bolivia dalam bulan November 1966. Setelah bergerilya di pegunungan dan pedesaan Bolivia, ia di bunuh dalam tahun 1967 oleh tentera Bolivia yang kerjasama dengan CIA. Sekarang, barangkali Che Guevara tersenyum di makamnya karena gembira melihat kemenangan pribumi Indian di negerinya sendiri: Evo Morales).
Pelantikan Evo Morales sebagai orang suku asli Indian yang pertama kali untuk menjadi presiden Bolivia merupakan peristiwa besar dan penting. Itu sebabnya, pelantikan itu disambut dengan gembira oleh bermacam-macam suku Indian yang tersebar di benua Amerika Latin, Amerika Tengah dan juga Amerika Utara. Sebab, selama ratusan tahun sejarah Bolivia, pembesar-pembesar pemerintahan selalu terdiri dari orang-orang kulit putih. Karena itu, ada kalangan yang menafsirkan fenomena Evo Morales sebagai kebangkitan harga diri suku Indian, yang sudah diinjak-injak dan dihinakan oleh kulit putih di mana-mana selama ratusan tahun.
Lagi pula, Evo Morales dipilih oleh majoritas suara (sekitar 54%), dalam pemilu yang diselenggarakan untuk penduduk sebesar 11 juta orang itu. Sejak 1982, ketika Bolivia mulai mengecap kehidupan yang agak demokratis (relatif) belum pernah ada seorang presiden yang terpilih dengan persentase suara sebesar itu. Karena itu, banyak pakar memandang pemilihan Evo Morales betul-betul mempunyai legitimitas dan popularitas yang tinggi sekali, melebihi semua pemimpin-pemimpin Bolivia lainnya di masa yang lalu.
FENOMENA MORALES YANG MENARIK
Banyak segi-segi yang menarik tentang fenomena Evo Morales, tokoh berusia umur 47 tahun itu yang bisa diungkap. Ia adalah anak dari petani miskin dari suku Indian Aymara yang hidup sengsara di kota kecil pegunungan Orinuca. Sewaktu kecil ia ikut bapaknya yang bekerja sebagai pekerja migran di Argentina. Kemudian ia berkelana di berbagai daerah di Bolivia sebagai pemain trompet dalam kelompok musik bar. Setelah timbul gerakan sosial di kalangan petani coca, ia kemudian menjadi salah seorang di antara aktivisnya yang terkemuka.
Ketika ia melihat bahwa perjuangan sosial di kalangan petani-petani coca ini perlu ditingkatkan menjadi gerakan politik, maka saat partai yang bernama MAS (Movimiento Al Socialismo, “gerakan menuju sosialisme”) dipimpin Evo Morales dijadikannya kekuatan politik yang terbesar dan terkuat di Bolivia. Melalui kampanyenya yang terang-terangan mengutuk kejahatan-kejahatan perusahaan-perusahaan multinasional dan transnasional, mengkritik praktek-praktek neo-liberalisme dan globalisasi yang dilakukan oleh IMF, Bank Dunia, dan WTO, Evo Morales juga banyak berbicara tentang pentingnya negara Bolivia mengkontrol pengelolaan gas bumi, yang merupakan cadangan besar sekali di benua Amerika Latin.
Selama memimpin MAS kelihatan sekali bahwa Evo Morales mempunyai sikap anti-Amerika yang kuat sekali. Karena itu, ia dianggap oleh berbagai kalangan sebagai “momok” atau “duri” bagi kepentingan AS di kawasan ini.
Morales mengatakan bahwa ia tidak membenci Amerika, tetapi ia tidak menyukai kapitalisme. Sejarah penjajahan Spanyol di Bolivia menunjukkan bahwa penjarahan besar-besaran kekayaan bumi Bolivia yang berupa timah hanya untuk kekayaan kapitalis-kapitalis Spanyol kulit putih, sedangkan orang-orang dari suku Indian, yang merupakan majoritas penduduk pribumi, tidak mendapat apa-apa atau diberi sedikit sekali sebagai upah budak.
ARTI KEMENANGAN EVO MORALES
Kantor-berita Aljazeera Net (31 Desember 2005) menyiarkan berita yang antara lain mengatakan bahwa “Evo Morales yang berhaluan sosialis telah disambut sebagai pahlawan di Havana. Pemerintah Kuba menyambut pemilihan Evo Morales sebagai kemenangan penting atas pengaruh AS di kawasan ini. Fidel Castro mengatakan :” I think that it has moved the world. It’s something extraordinary, something historic. The map is changing” (Saya berpendapat bahwa kejadian ini telah menggerakkan dunia. Ini adalah sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang bersejarah. Peta bumi sedang berobah”.
Mungkin, seperti yang dikatakan oleh Fidel Castro bahwa terpilihnya Evo Morales sebagai presiden Bolivia memang merupakan peristiwa luar biasa, yang bersejarah, yang menggoyang dunia dan yang sedang merubah peta bumi. Untuk mencoba mengerti tentang pentingnya peristiwa ini, kiranya kita bisa melihatnya dari berbagai sudut pandang
Banyak kalangan yang menafsirkan bahwa kemenangan dan pemilihan Evo Morales sebagai presiden Bolivia merupakan suatu perkembangan politik yang penting di Amerika Latin. Sebab, kemenangan ini diusung atau digotong oleh MAS (Movimiento Al Socialismo) yang terang-terangan anti-kapitalisme (dan, dengan sendirinya, anti-AS). Jadi, pada prinsipnya, corak atau arah politik MAS dianggap kiri, dan berhaluan sosialis.
Sekarang, kelihatan bahwa kemenangan Evo Morales ini disambut hangat oleh Hugo Chavez dari Venuzuela dan Fidel Castro dari Kuba. Dengan derajat yang berbeda-beda, tetapi tetap dalam rangka persahabatan atau perkawanan yang erat juga telah tergalang hubungan dengan presiden Lula dari Brasilia (negeri yang besar dan penting di benua Amerika Latin), dengan presiden Nesto Kirchner dari Argentina, juga dengan Uruguay dan Equador. Dapat diduga bahwa hubungan antara Bolivia dan Chile, yang akan dipimpin oleh presiden perempuan (mantan Tapol) Michelle Bachelet, juga akan membaik. Kemenangan Evo Morales di Bolivia mungkin sekali akan mendorong terjadinya perubahan di Peru juga.
Ini berarti bahwa sejumlah negara-negara (paling sedikit 7 negara) yang penting-penting di benua Amerika Latin sedang bersama-sama (walaupun tidak serentak dan dengan cara yang berbeda-beda) bergerak ke arah yang tidak menguntungkan AS beserta sekutu-sekutunya, sebagaimana terlihat dalam kebijakan presiden Venezuela Hugo Chaves yang mengikat persekutuan dengan Iran dan RRC serta Rusia. .
Inilah barangkali gejala yang disebut oleh Fidel Castro “The map is changing”. Dapat dimengerti bahwa perubahan penting dengan skala yang begitu besar itu akan bisa menimbulkan dampak yang tidak kecil bagi negeri-negeri lainnya, baik yang di Amerika Latin atau di benua lainnya. Kalau proses perubahan ini berlangsung terus - dalam jangka dekat maupun jauh - maka perjuangan berbagai negeri di dunia untuk melawan kapitalisme neo-liberal dan globalisasi akan memasuki tahap baru. Peta pertarungan politik (dan ekonomi) di skala dunia akan menjadi makin jauh berbeda dari ketika masih berlangsung Perang Dingin.
Kemenangan besar yang diperoleh Movimiento Al Socialismo di Bolivia, dan terpilihnya tokoh sosialis Michelle Bachelet di Chile, dan sikap anti-AS Hugo Chavez di Venuzuela, berarti bahwa sekarang ini Republik sosialis Kuba (sekitar 13 juta penduduk) di bawah Fidel Castro tidak terisolasi lagi seperti di masa yang lalu. Seperti kita ketahui, imperialisme AS telah selama sekitar 45 tahun memboikot dan memblokir ekonomi Kuba, dalam usaha untuk menghancurkan kekuasaan pemerintahan revolusionernya Fidel Castro, tetapi tanpa hasil, sampai sekarang.
Perlawanan gigih Kuba melawan segala macam subversi dan sabotase AS selama puluhan tahun ini membikin revolusi Kuba menjadi legendaris, dan menimbulkan respek dan kekaguman banyak orang di Amerika Latin (dan di berbagai negeri lainnya di dunia). Ketokohan Che Guevara, kawan seperjuangan Fidel Castro dalam tahun-tahun awal revolusi Kuba, menjulang tinggi di skala internasional, dan menjadi simbol berbagai gerakan rakyat atau idola sebagian generasi muda progresif.
Untuk menunjukkan simpatinya yang besar terhadap kemenangan Evo Morales, pemerintah Kuba telah mengirim pesawat terbang khusus ke Bolivia untuk menjemput Evo Morales yang berkunjung ke Havana, dan menyambutnya secara besar-besaran sebagai kepala negara sahabat, meskipun ia belum dilantik sebagai presiden terpilih. Sebaliknya, dalam berbagai kesempatan Evo Morales terang-terangan mengakui sebagai seorang pengagum Fidel Castro, dan dengan respek dan kemesraan memanggilnya sebagai “El commandante”.
“POROS KEBAIKAN” MELAWAN “POROS KEJAHATAN”
Kecuali dengan Fidel Castro di Kuba hubungan dan kerjasama yang erat juga telah terjalin antara Evo Morales dengan Hugo Chavez di Venezuela. Dalam siarannya tanggal 20 Januari 2006 BBC News menyebutkan bahwa hubungan antara Venezuela dan Bolivia dinamakan oleh Hugo Chavez sebagai “axis of good” (poros kebaikan), sedangkan “axis of evil” (poros kejahatan) adalah Washington dengan sekutu-sekutunya di seluruh dunia, yang selalu mengancam, menyerang, dan membunuh (who threaten, who invade, who kill, who assasinate).
Dengan orientasi politik luar negerinya yang tidak mau tergantung kepada AS saja, Evo Morales sebelum dilantik sebagai presiden, sudah mengadakan tour kilat internasional di negeri-negeri penting di empat benua. Antara lain ia telah mengunjungi Spanyol, Prancis, Belgia, Belanda, Afrika Selatan, Tiongkok dan Brasilia, untuk bertemu dengan berbagai kepala negara dan tokoh-tokoh. Ia telah bertemu dengan presiden Prancis Jacques Chirac, pimpinan Uni Eropa Javier Solana, menteri luar negeri Belanda Ben Bot, presiden Hu Jintao dari Tiongkok, dan presiden Lula dari Brasilia.
Pers internasional banyak memberitakan tentang kunjungan kilatnya ini, termasuk “keistimewaan” Evo Morales mengenai pakaiannya selama pertemuan dengan berbagai tokoh terkemuka di banyak negeri itu. Sebab, dalam kunjungannya ini ia selalu memakai pakaian yang sederhana, yaitu jaket kulit atau pakaian yang dibuat dengan alpaca (bahan pakaian tradisional yang banyak dipakai orang-orang Indian). Begitu sederhananya, sehingga soal pakaian Evo Morales disoroti oleh sebagian media massa berbagai negeri lebih banyak daripada politiknya. Ada yang menganggap bahwa pakaiannya yang sederhana ini (pakai dasi pun tidak!) kurang menghormati protokoler kepresidenan.
Yang unik dari Evo Morales, bukan hanya caranya berpakaian yang sangat sederhana tetapi seperti presiden mahmoud Ahmadinejad, Evo Morales tidak berkenan mengambil gajinya sebagai presiden. Ia hidup sangat sederhana sebagaimana kehidupan seumumnya rakyat Bolivia.
MENGUSIR DUTA BESAR AS
“Bolivia mendapat dukungan dana dari Venezuela guna mendukung program Presiden Bolivia Evo Morales” demikian informasi kawat diplomatik terbaru Amerika Serikat (AS) yang dipublikasikan WikiLeaks pada Jumat ,3 Desember 2010. Informasi kawat itu dikirimkan Duta Besar AS untuk Bolivia, Philip Goldberg kepada Departemen Luar Negeri pada 2008, “Inilah yang menyebabkan petinggi militer Bolivia dan kelompok oposisi sulit menurunkan Morales.”
Evo Morales adalah presiden pribumi pertama dan pemimpin sosialis yang bersekutu dengan Presiden Venezuela Hugo Chavez. Pada 2008, Morales bertarung dengan para pemimpin regional sayap kanan di Santa Cruz, Beni, Pando, dan Tarija yang menuntut otonomi dari pemerintah pusat.
Goldberg dalam kawatnya itu mengatakan, sejumlah anggota komandan tinggi Bolivia khawatir Venezuela dapat mendukung para komandan yang tidak jujur untuk mendukung tindakan represi pemerintah terhadap kelompok oposisi.
Meski demikian, pembayaran uang dari Venezuela itu menimbulkan kemarahan prajurit militer Bolivia. Tanpa menyebut sejumlah nama, Goldberg mengatakan sejumlah jenderal sangat frustrasi terhadap intervensi Venezuela dalam urusan internal Bolovia.
Meski demikian, Angkatan Bersenjata Bolivia sudah semakin sejalan dengan agenda garis kiri Morales dan mengadopsi slogan politik Morales, “tanah air atau mati, kemenangan”. Seorang jenderal dua pekan lalu di depan publik bahkan dengan terang-terangan mengatakan bahwa militer Bolivia anti imperialis dan anti kolonialis. Itu berarti Bolivia anti AS.
Atas berita kawatnya yang tidak benar itu, Morales mengusir Philip Golberg dari Bolivia pada September 2008 setelah menuduhnya mendukung konspirasi sayap kanan melawan pemerintah. Sejak itu AS belum menempatkan duta besar baru di Bolivia, begitupun sebaliknya.
Izzulfikri Muhammad Anshorullah, Siswa SMAN VI Malang Kelas X-3
Sumber: http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr,
You have read this article with the title Evo Morales, Presiden Yang Merakyat . You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/11/evo-morales-presiden-yang-merakyat.html. Thanks!
No comment for "Evo Morales, Presiden Yang Merakyat "
Post a Comment