Oleh : Fitri Tiara Merdika
Mohandas K. Gandhi, seorang pahlawan pergerakan kemerdekaan India, dan salah satu teladan yang paling berpengaruh sepanjang sejarah dalam perihal kesucian diri dan kecerdasan politik, selalu menjadi perhatian dan tantangan tersendiri bagi umat Kristen. Sebagai seorang pengacara muda di Afrika Selatan, Gandhi seingkali dibujuk oleh banyak kawan-kawan penginjil yang sangat ingin membuatnya masuk Kristen. Selalu terbuka terhadap kebenaran, darimana pun sumbernya, Gandhi dengan serius mempertimbangkan ajakan-ajakan tersebut. Mengkaji Alkitab, mengadiri pelayanan-pelayanan gereja dan persekutuan-persekutuan doa. namun akhirnya, ia tetap teguh dengan keyakinan Jaina yang dipeluknya sejak lahir. Keimanan yang terbuka terhadap kebenaran sejati, kebenaran yang lebih luas. kebenaran yang dia rasakan lebih dari pada yang hanya dapat ditampung oleh kapasitas tiap-tiap manusia, gereja atau tradisi mana pun.
Kemudian, saat dia melihat bahwa pencarian diri terhadap kebenaran tidak dapat dipisahkan dari perjuangan rakyat untuk kemerdekaan dan keadilan, dia menghadapi suatu tantangan yang lain. Inilah potret seorang Jina yang dengan halus menolak klaim-klaim dogmatis Kristen, walaupun dia sendiri meyakini klaim-klaim etis Kristus di setiap gerak kehendaknya. Beberapa orang Kristen adalah murid-murid pertamanya di Afrika Selatan, sepertiC.F. Andrews, seorang misionaris Inggris dan penulis biografi, dan beberapa kawan serta sahabat lamanya. Sedang muridnya yang lain seperti Dietrich Bonhoeffer, Peter Maurin, dan Jacques Maritain belajar padanya dari jauh.
Dalam banyak hal, pengaruh Gandhi terhadap orang-orang Kristen bukan semata terletak pada komentarnya yang spesifik mengenai Yesus atau agama Kristen. Namun, lebih pada kemampuannya untuk memperbaharui gambaran tentang Yesus dan perintah Injil tentang Cinta-Kasih dalam kesaksiannya. Dekade yang lalu, ditandai dengan munculnya pemuka agama Kristen yang anti kekerasan : Dorothy Day dari Catholic Worker, Danilo Dolci dari Sisilia, Lanza del Vosto di Peransis, Cesar Caves, Thomas Merton. Mereka semua menemukan visi pada kesaksian dan pengajaran Yesus. Tetapi mereka mengakui telah menemukan bentuk ajaran anti kekerasan Kristus tersebut melalui metode Gandhi, bukan melalui pengajaran gereja-gereja Kristen.
Sebelum Gandhi, telah dan selalu ada saksi-saksi individual gerakan anti-kekerasan sebagai sebuah simbol diri atau agama. Sejarahpun mencatat banyak contoh-contoh gerakan anti kekerasan yang cukup berhasil. tetapi Gandhi menunjukkan sesuatu yang sangat luar biasa dalam menyatukan teori dan praktik. Dia memperlihatkan bahwa semangat gerakan anti-kekerasan yang dia peluk sebagai sebuah prinsip hidup pribadinya, dapat digunakan pula sebagai prinsip perjuangan politik rakyat yang efektif. Dari banyak penafsir Kristen tentang Gandhi, salah seorang yang tidak disangsikan lagi dan terkenal di Barat adalah Marthin Luther King Jr. Dalam kepemimpinannya pada gerakan kemerdekaan orang kulit hitam di Amerika Serikat, dia berjuang menggabungkan inspirasi Injil dengan metode dan filosofi Gandhi. Menggambarkan apa yang didapatkan dari Gandhi, King Menulis "Saat saya memperlajari filosofi Gandhi, keraguan akan kekuatan cibta-kasih lambat laun berkurang dan saya mulai dapat melihat bahwa doktrin tentang cinta kasih yang diterapkan melalui gerakan anti-kekerasan metode Gandhi merupakan senjata yang paling potensial bagi rakyat tertindas dalam memperjuangkan kemerdekaannya.... Prinsip ini menjadi cahaya penerang bagi gerakan kami. Kristus memberi semangat dan motivasi sementara Gandhi memberi metode".
Etika Gandhi tidak dapat dipahami sesederhana "membalik telapak tangan". Dia telah menemukan apa yang dia sebut "kekuatan kebenaran", sebuah kekuatan perlawanan tanpa senjata, peperangan ataupun jeruji-jeruji penjara. Semboyan Gandi ini disebut Satyagraha "berpegang teguh pada kebenaran" - diambil dari bahasa sansekerta, Sat, yang artinya "ada/nyata". Dia meyakini bahwa gerakan anti-kekerasan menawarkan sebuah metode perjuangan yang ebrakar pada sifat dari kenyataan itu sendiri. Gandhi yakin bahwa ketidakberesan cinta-kasih dan kebenaran merupakan akar dari munculnya konflik-konflik dalam kehidupan. Cinta-kasih dan kebenaran merupakan sebuah prinsip yang mendasar. Saytagraha dibentuk untuk membawa kenyatan tersebut ke permukaan, untu bertindak, untuk dapat dilihat, jika perlu dengan kesukaran dan penderitaan yang dilakukan dalam sebuah semangat yan tidak berorientasi pada hasil.
Tujuan dari perjuangan anti-kekerasan bukanlah kemenangan satu pihak terhadap pihak yang lain, tetapi sebuah transformasi radikal terhadap bentuk hubungan dari kedua belah pihak yang bertikai. Onjeknya bykanlah penaklukan kekuatan, melainkan menemukan kebenaran. Dalam sebuah perjuangan, pilihan cara-cara yang akan digunakan harus dilakukan secara bijaksana. Pemahaman antara metode dan tujuan perjuangan merupakan aksioma terpenting dalam filosofi Gandhi. Dengan demikian, kebohongan, manipulasi, dan segala macam tindakan kekerasan terhadap manusia benar-benar bertentangan dengan tujuan kebenaran-cakrawala akhir yang terletak di balik berbagai tujuan perjuangan, apakah itu dengan menentang ketidak-adilan lokal, atau memperoleh kemerdekaan India. Seperti yang Gandhi katakan dalam salah satu rumusannya yang terpenting, yaitu "Kebenaran adalah Tuhan".
Gagasan bahwa Yesus, dalam hidup dan ajaran-ajarannya mendukung bentuk etika yang sama terhadap anti-kekerasan masih merupakan suatu hal yang belum terungkap dalam sejarah Kristen. Sebuah konsep tentang kebenaran sebagai milik eksklusif dari suatu agama atau gereja telah memunculkan kelompok-kelompok yang dianggap bid'ah, terjadinya Perang Salib dan ratusan perang bernuansa agama. Dilema antara "ajaran yang sempurna" dan tuntuntan patriotisme telah mengakibatkan umat Kristen tetap memberkati dan melayani kedua belah pihak di setiap peperangan dalam sejarah Barat. Gandhi telah menolong umat Kristen Barat untuk memulihkan pemahaman mereka mengenai "kenangan berbahaya" Konthbah diatas Bukit dan perintah radikal Yesus tentang Cinta-Kasih. Karena kenyataan inilah, Gandhi mendapat sebuah tempat tersendiri dalam sejarah Kristen. Namun Filosofi Gandhi tentang anti-kekerasan bukanlah fokus utama tulisan ini. Ada banyak diantaranya ditunjukkan pada halaman selanjutnya. Keduanya tentang semboyan Gandhi dan refleksi pemikiran Gandhi dari beberapa penulis Kristen Kontenporer.
GANDHI DAN AGAMA KRISTEN :
Tulisan-tulisan Gandhi menunjukkan apresiasinya yang besar terhadap Yesus, pengaruh cita-cita Kristen dan kesetiaannya pada teman-teman Kristennya. Penggalian yang intens terhadap kitab suci umat Kristen menyebabkan munculnya kritikan tajam yang menuduhnya sebagai "seorang Kristen sembunyi-sembunyi". Tuduhan terhadap Gandhi mengandung dua sisi, celaan dan pujian : "Ini celaan karena banyak orang yang percaya padaku untuk mampu menjadi apapun dengan sembunyi-sembunyi.... dan pujian atasku yaitu sebuah pengakuan hormat terhadap kemampuanku mengapresiasikan keindahan Kristen". Memang, jika dia hanya meyakini "Kothbah diatas Bukit dengan interprestasinya sendiri tentang hal ini, dia dengan senang hati akan menyebut dirinya seorang Kristen. Tetapi, dia juga mengakui secara jujur bahwa interprestasinya akan jatuh menajdi sebuah pemahaman yang ortodoks.
Problem Gandhi dengan agama Kristen, semata-mata hanya pada pemahaman teologi dan etis. Dia tidak dapat mengimani bahwa Yesus Kristus hanya satu-satunya anak Allah, juga tidak dapat emnerima bahwa keselamatannya bergantung pada pengakuan tersebut. Pada saat yang sama, tinkah laku orang-orang Kristen membuatnya ragu, bahwa agama mereka mempunyai banyak klaim-klaim tentang kebenaran. Tidak hanya perilaku "orang-orang Kristen Barat" yang telah memunculkan dua kali perang dunia sepanjang hidup Gandhi, tetapi juga perilaku monarki Ingris dan seluruh agen-agen kekaisaran yang merupakan pemuja Kristus di Gereja.
Pemahaman Gandhi tentang agama Kristen, seperti diuraikan dalam otobiografinya, diawali dengan kenangan kanak-kanaknya yang buruk tentang orang-orang India yang berpindah agama lalu diharuskan meninggalkan warisan kebudayaan mereka untuk menerima "daging dan minuman keras". Kemudian, sebagai seorang mahasiswa hukum di Inggris, dia bertemu dengan teman Kristennya yang pertama dan memulai perkenalannya dengan Alkita. Baru, setelah di Afrika Selatan, dimana ia tinggal dari tahun 1893 tingga 1915, dia menikmati persahabatan eratnya yang pertama dengan orang-orang Kristen. Kebanyakan mereka adalah penginjil Protestan yang mengundangnya ke pelayanan-pelayanan doa dan memintanya dengan sangat, untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Gandhi menghargai ketulusan dan misi diali usahanya untuk mengerti keyakinan Kristen. Walaupun, pada akhirnya pencarian agamanya tetap membawanya kembali kepada keyakinan Hiduisme.
Namun demikian, pada saat yang sama hidupnya terus menerus diperkaya oleh temuannya dari seorang penulis Kristen Leo Tolstoy. penulis novel Rusia, yang terkenal dengan Anna Kareninan dan War and Peace, telah menyebabkan dirinya tekun di tahun-tahun selanjutnya untuk menegaskan apa yang disebutnya dengan "pesan kenebaran dari Yesus", seperti yang disampaikan Yesus pada Khotbah diatas Bukit. Pesan terpenting yang didapatkannya dalam hukum cinta kasih, adalah penolakan absolut atas tindakan kekerasan dalam segala bentuk. Paham cinta-damai Tolstoy, digabungkan dengan eprhatiannya pada kaum miskin, filosofi "buruh roti" dan komitmen terhadap kesederhanaan hidup-cita-cita, yang walaupun tidak sempurna direalisasikan dalam hidup Gandhi, tetapi gemanya dapat dirasakan pada diri pengacara India tersebut. pemahaman Gandhi tentang gerakan anti-kekerasan pada akhirnya merupakan hal yang paling luar biasa. Bahkan, diatas semuanya itu, Gandhi memperoleh ketegasan pribadinya untuk membedakan antara pesan dan ajaran yesus dan praktik gereja Kristen melalui Tolstoy. Maka, bagi Gandhi, Yesus tetap merupakan sebuah figur yang dihormati dan ditaati, yang tidak dapat dicemari oleh kegagalan dan ketidaktaatan para pengikut Kristennya.
Menjelang kepulangannya ke India, Gandhi telah membangun bentuk esensial filosofinya tentang anti-kekerasan. Selama 40 tahun berikutnya, hingga kematiannya tahun 1948, dia mencoba menyempurnakan filosofinya dalam aksi. Sebagian besar melalui gerakan Pribadi dan teladan kesuciannya yang luar biasa. Dia menolong rakyat India membuat transisi psikologis dari perbudakan menuju kemerdekaan. Sejarah mencatat aksi-aksi terkenal seperti "Gerakan ke Laut" (March to the sea) dimana Gandhi ditangkap karena menentang monopoli orang-orang Inggris terhadap produksi dan penjualan garam. tetapi waktu yang dihabiskannya dalam masa penahanannya tidak berarti bila dibandingkan dengan kepentingan gerakannya, seperti dalam aktivitasnya yang revolusioner yaitu duduk di depan mesin pemintal, memproduksi kain tenunan sendiri. Hanya para laki-laki dan perempuan yang benar-benar merdeka saja, yang dapat memenangkan kemerdekaan bagi India. Ini benar-benar merupakan revolusi kesadaran, menyatu dengan rakyat jelata dan tidak sekedar berkampanye di depan umum untuk mengobarkan pembangkangan. Pembongkaran kesadaran ini akan membuat usaha kemerdekaan terwujud. Bakan, kemerdekaan ini pun tidak berarti bila dibandingjan dengan tujuan akhirnya, walaupun sukar dipahami, yaitu Kerajaan Tuhan.
Ketika Gandhi semakin dalam memahami jiwa India, dia membangun hubungan dialog lebiah luas denan orang-orang kristen. Populasi Kristen Pribumi di India tergolong kecil. menurut sensus tahun 1921, mereka hanya mewakili satu setengah persen penduduk, kebanyakan mereka terkonsentrasi di daerah India Selatan. Jadi, persentuhan Gandhi dengan orang-orang Kristen sebagian basar adalah dengan orang-orang asing. Umumnya para misionaris yang berbicara dengan Gandhi berkaitan dengan opininya tentang Yesus, agama Kristen dan kegiatan para misionaris secara umum.
Di berbagai persoalan, Gandhi mengungkapkan dirinya sendiri dalam istilah tertentu. Ia mengakui dengan tulus kesetiaannya pada figur Yesus, yang ia hargai sebagai perwujudan ideal dari Satyagraha. Dia tidak hanya mengimani Khotbah diatas Bukit, tetapi juga penderitaan Yesus di kayu salib serta teladan-teladannya tentang kasih-sayang sebagai esensi sebuah agama. Pada saat yang sama, dia menyarakan kristiknya terhadap paham Kristen Ortodoks, baik terhadap klaim-klaim dogmatiknya maupun terhadap kontribusi etikanya. Umat Kristen, dinilai dari pengalaman-pengalaman Gandhi, perilaku Kristen justru berlawanan dengan ajaran Khotbah diatas Bukit. Mengenai aktivitas para misionaris Kristen di India, dia berbicara terus terang, bahwa kebanyakan misionaris yang tinggal di India meremehkan adat-istiadat dan tradisi India dan tidak dapat membedakan antara nilai-nilai Injil dengan peradaban Barat. Dia menolak ajaran bahwa penyelamatan hanya ada melalui agama Kristen dan menilai usaha-usaha untuk merubah keyakinan agama sebagai sebuah penjajahan spiritual yang melanggar kepercayaannya sendiri tentang kesamaan seluruh keyakinan. Untuk menarik orang masuk ke dalam sebuah keyakinan, dia percaya bahwa keyakinan otentik bagi keyakinan seseorang harus ditunjukkan dalam perbuatan, bukan kata-kata. Ketika iman hidup, maka ia akan menebarkan harum dengan sendirinya.
Gandhi memiliki sikap yang sama dengan keyakinan lain seperti Budha dan Islam: penghargaan bagi semua agama sehingga dia mempunyai pemahaman yang sama tentang kebenaran; mengkritik semua pernyataan yang anti toleransi dan fanatik. Dia yakin bahwa semua agama pada dasarnya benar, semuanya bermuara pada satu kebenaran. Demikian juga, semuanya tidak sempurna, bertanggung jawab atas kekeliruan dan memerlukan pemurnian. Hal ini sama seperti dalam kebenaran Hindu contohnya seperti penindasan terhadap kasta Paria (orang Paria/ anak-anak buangan), sehingga dia menganggap itu sebagai perbuatan yang mengjina Tuhan dan memutar-balikkan kebenaran agama. Cukup dapat dimengerti jika dia lebih setia berjuang sepanjang hidupnya untuk memberantas penyebab munculnya kelas Paria - (atau anak-anak Tuhan, menurut istilahnya sendiri) dan membangun toleransi agama daripada berjuang secara langsung melawan kerajaan Inggris. memang, dia tidak dapat membedakan satu sebab debgab sebab lainnya. Dalam beberapa kasus, pergolakan komitmennya yang paling mendasar adalah merekonsiliasi imannya, yang menghabiskan waktu sepanjang hidupnya. Tak lama setelah kemerdekaan dan pertumpahan darah antara India dan Pakistan, sebuah perpecahan, walau dia melakukan apapun dengan segala kekuatannya untuk mencegah perang, dia terbunuh oleh ekstrimis Hindu yang merasa dikianati oleh kepeduliannya terhadap kesejahteraan umat Islam.
Kejadian ini mengingatkan kita bahwa tulisan-tulisan Gandhi tentang agama-agama dunia, termasuk tentang Kristen, tidak disusun dalam isolasi akademis atau dalam diskusi agama yang ramah, tetapi ditengah-tengah pergolakan sosial dan politik masyarakat yang terjadi terus menerus. penguasa Inggris mendapatkan keuntungan karena adanya perpecahan antara kelompok Hindu, Muslim ataupun kaum Parian. Maka, pandangan-pandangan Gandhi terhadap Kristen maupun agama-agama lain memiliki tekanan langsung pada perjuangan untuk kemerdekaan. tetapi usaha Gandhi untuk mengatasi perseteruan agama maupun persaingan kelompok berakar pada tujuan perjuangan yang jauh lebih dalam, yaitu menciptakan masyarakat yang anti kekerasan dibalik tujuan kemerdekaan.
Pertumpahan darah rakyat India dan Pakistan terjadi setelah perpindahan kekuasaan dari Inggris, menjadi bukti nyata yang mendorong pentingnya toleransi agama dan dialog antar agama. Tetapi, keyakinan Gandhi terhadap kesetaraan semua agama tidak semata-mata didasarkan pada alasan-alasan pragmatis. Hal ini bersumber dari pemahamannya atas kebenaran sebagai suatu kenyataan yang lebih luas daripada agama manapun, bahkan dasar dari segala hal. Tentunya, dalam dialog antar agama, seperti perjuangan melawan ketidak-adilan, anti-kekerasan adalah cara mencapai kebenaran. lebih Lanjut, inilah cara yang pasti menuntun seseorang ketengah konflik. Bagi Gandhi, dengan pemikiran yang melampaui orang-orang se-zamannya, yang menggariskan sesuatu yang baru dalam hal kesucian politik, Tuhan tidak berada di gua-gua Himalaya, tetapi diantara yang termiskin dari yang miskin dan dalam perjuangan mereka untuk martabat dan kemanusiaan.
TANTANGAN-TANTANGAN GANDHI :
Uraian-ulaian kritik yang tertulis dalam tulisan ini membicarakan sedikitnya empat macam tantangan yang Gandhi berikan bagi Kristen Kontenporer.
1.TANTANGAN BAGI DIALOG ANTAR AGAMA
Sejak era Gandhi, banyak kemajuan dialog antara orang Kristen dan non-Kristen. Dalam lingkup oikumene dan akademis, telah diterima secara luas bahwa nuansa dialog menuntut adanya saling penghargaan satu dengan yang lainnya, kerendahan hati yang sungguh-sungguh dan kesadaran penuh bahwa tidak ada satu pihak pun yang memonopoli kebenaran secara istimewa. Dewasa ini, ada tanda-tanda bahwa tantangan dialog memasuki fase baru. Dulu, alasan prinsip dialog, paling tidak dari perspektif orang Kristen, adalah untuk mengkonversikan orang-orang yang belum percaya. Dikemudian hari, dialog ini telah memberikan jalan pada usaha untuk mendengar dan mengerti keyakinan orang lain dengan penuh rasa hormat. Bahkan mungkin untuk menghargai kebenaran atau arti keselamatan dari keyakinan lain. Fungsi baru dari dialog dicapai, ketika diantara mereka yang melakukan dialog antaragama terbuka terhadap kemungkinan pengertian baru. Dngan kata lain, adalah satu hal untuk mengetahui bahwa untuk mengakui bahwa Hindu dapat mencapai keselamatan. Lagipula, seorang tampaknya dapat berusaha untuk mengerti, bagaimana hal tersebut mungkin melalui rencana keselamatan yang universal seluruh umat manusia oleh Tuhan seperti yang dinyatakan dalam Kristus. Pada point ini, seseorang bisa terus bergerak lebih jauh mempertanyakan bagaimana pemahaman seseorang tentang Kristus dapat diperluas atau dimodifikasi dengan dasar dan keyakinan Hindu. Apakah mungkin untuk mengerti tentang keselamatan melalui Kristus dalam istilah Hindu dan Budha?
Gandhi memberi banyak tawaran pada orang Kristen yang ikut dalam kegiatan ini, paling tidak untuk sumbangannyayang menurut Diana Eck disebut "Prinsip-prinsip Gandhi tentang dialog antar-agama". Hal ini benar-benar penting, dalam usaha dialog, sehingga orang Kristen mulai melihat bagaimana mereka diakui oleh orang lain. Bahkan orang-orang Kristen yang telah memiliki sedikit lebih banyak pengalaman dengan melihat diri mereka sendiri melalui pandangan orang lain. penilaian simpatik Gandhi secara relatif pada Kristen membuat kritik-kritik halusnya menjadi berarti dan berpengaruh.
Tidak semua pihak yang ikut serta dalam dialoq antar agama ini siap untuk menerima keyakinan Gandhi tentang kesamaan agama. Banyak yang ingin berbagi hanya untuk menegaskan keunikan dari keyakinan mereka masing-msing dan berusaha untuk tidak tampak sebagai pemuja berhala, fanatik dan kikir. tetapi Gandhi memimpin dialog menuju tantangan yang lebih besar; harapan bahwa berbagai ragam untuk keyakinan agama dimuka bumi ini belajar untuk bekerja-sama menghadapi ancaman-ancaman global bagi kelangsungan hidup bersama. pada akhirnya saling pengertian antar-agama tidak dapat dipisahkan dari isu-isu kebebasan manusia, perdamaian, dan kebaikan seluruh umat manusia dimuka bumi ini.
2.TANTANGAN BAGI TEOLOGI ASIA
Gandhi adalah orang yang pertama besikeras membedakan antara Injil Kristus dengan kebudayaan serta peradaban Barat. menurutnya, yesus adalah orang Asia tulen yang ajaran-ajarannya terdistorsi oleh persampuran dengan kekuasaan Roma. Jika ajaran Kristen memiliki pesan yang universal, mengapa hal ini harus disampaikan dalam bahasa Barat, istilah-istilah sejarah Barat, dan dari sudut pandang Barat?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul sebagai tantangan yang kuat bagi para teolog Kristen di Asia. Jika Kristen harus menjadi kekuatan nyata di Asia, mereka berargumentasi bahwa Kristen tidak bisa secara tergesa-gesa atau dangkal memakai "pakaian Asia". Harus terjadi inkarnasi dan inkulturasi secara utuh dalam tradisi, filosofi dan kebiasaan berpikir Asia. Para Teolog India, terutama sekali para Jesuit (diwakili Ignatius Jesudasan) memahami Gandhi sebagai partner istimewanya dalam dialog antar-agama.
Kejeniusan Gandhi, sebagai seorang pemimpin gerakan kemerdekaan, adalah kemampuannya dalam melihatketidak-berdayaan bangsa India untuk dapat melawan kolonialissasi Inggris dengan efektif, karena merekaterperangkap dalam kebudayaan Inggris. Saat Gandhi menghadiri upacara minum teh dengan Raja Inggris, pakaiannya adalah pakaian yang ditenunnya sendiri, membuat pernyataan yang jauh lebih mengesankan daripada seratus manifesto. Saat dia ditanya apakah dia tidak merasa telanjang pada upacara tersebut, dia menjawab bahwa raja telah mengenakan pakaian yang cukup untuk digunakan mereka berdua.
Orang-orang Kristen Asia menghadapi tantangan untuk mencari jati-diri mereka di tengah-tengah masa yang kebanyakan non-Kristen dan miskin. Konsekuensinya, banyak yang telah berpendapat bahwa jalan menuju otensitas Kristen Asia membutuhkan cara khusus untuk inkulturasi, dialog antar-agama dan solidaritas bagi rakyat tertindas. Di semua tugas tersebut, Gandhi mewakili seorang pemimpin yang sangat diperlukan.
3.TANTANGAN BAGI PEMURIDAN KRISTEN
Saya telah menyinggung pengaruh Gandhi dalam pembentukan gerakan anti-kekerasan Kristen. Jim Douglas, seorang Kristen yang banyak mengkaji ajaran Gandhi, menulis dalam essay-nya, bagaimana Gandhi membantu orang-orang kristen menemukan kembali makna Salib sesungguhnya. Seringkali makna Salib tereduksi oleh kepentingan-kepentingan pribadi atau kesalehan pribadi. Gandhi menolak spiritualitas yang berfokus pada keselamatan diri; pencarian pencerahan diri tidak dapat dipisahkan dari hidup pelayanan dan komitmen pada transformasi sosial. Dalam istilah teologi pembebasan, gandhi mendorong orang-orang Kristen mengalihkan sifat kekolotan (ortodoksi) menuju keterbukaan (ortopraksi). Yesus, dalam pengamatan Gandhi, dianggap bukan yang datang untuk menciptakan agama baru tetapi untuk menciptakan kehidupan baru. Ekspsrimen-eksperimen gandhi dalam gerakan anti-kekerasan menantang orang-orang Kristen untuk melihat penderitaan Kristus lewat pemahaman lain.
Dengan humor khas-nya, Gandhi menolak orang-orang Kristen yang mempertahankan pendapatnya bahwa "seandainya dia menerima Kristus" teladan-teladannya akan sempurna. Lagipula, dia tidak pernah meminta orang lain untuk mengikuti keyakinan Hindunya. Yang selalu menjadi harapannya adalah, teladannya akan mendorong kaum muslim menjadi muslim yang lebih baik dan orang Kristen menjadi Kristen yang lebih baik. Banyak orang Kristen yang menadi Kristen dengan lebih baik karena Gandhi, yang telah menemukan penekanan yang berbeda dalam Injil, yang telah diingatkan oleh kata-kata Yesus "Bukan orang yang berseru 'Tuhan, Tuhan' yang akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga".
4.TANTANGAN BAGI MISI KRISTEN
Kegiatan misionari Kristen Barat selalu berhadapan dengan kristik, bahwa kegiatan tersebut berada dibelakang kekuatan perdagangan kolonial. Bahkan, saat para misionaris yang berani itu membela orang-orang pribumi, tidak ada yang lari dari fakta bahwa mereka mewaliki agama penjajah. Para misionaris Barat seringkali pula terlupa dengan kecenderungan mereka untuk mengaburkan nilai-nilai Injil dengan nilai dan manfaat dari budaya, kemajuan, dan kemampuan teknis Barat. Mereka dengan mudah dapat menjadi agen alienasi kebudayaan. Maka, pada sat membangun sekolah dan rumah sakit, banyak para misionaris gagal melihat bagaimana kondisi kesejahteraan dan kemakmuran mereka yang lebih baik, justru memupuk perasaan ketergantungan dan kemarahan orang-orang yang merasa tertindas. Banyak orang-orang Pribumi terbujuk dengan sadar atau tidak sadar masuk agama Kristen sebagai jalam menuju Tuhan. Selanjutnya pada tingkat telologi yang paling penting, usaha keras para misionaris sering dibangun atas premis bahwa orang-orang non-Kristen adalah penyembah berhala yang hanya dapat diselamatkan jika mereka mengenakan pakaian Kristen. Gandhi benar-benar peka dengan masalah tersebut, sehingga hal yang paling penting dia katakan tentang para misionaris Asing di India adalah bahwa mereka tanpa sengaja telah mengilhami orang-orang India untuk memperbaharui keyakinan Hindu atau Muslim mereka.
Sejak Era Gandhi, kritik-kritik semacam itu telah dirasakan dan diterima oleh organisasi misionaris Barat - baik Protestan maupun Katolik. Semakin jarang misi diperkenalkan dengan cara melakukan pembabtisan "bayi-bayi persembahan", melainkan ditingkatkan dengan kehidupan gereja di dunia, sebuah "penginjilan terpadu" yang dialamatkan pada berbagai tingkat keberadaan manusia. Misi Yesus bukanlah menaytakan sebuah agama yang kemudian disebut "Kristen" melainkan Kerajaan Tuhan tercipta di bumi ini. Gereja yang hidup dalam namanya menyebarkan misi tersebut.
Maka, tidak ada yang perlu dipertanyakan bahwa misi gereja mengharuskan keterlibatannya dalam kemajuan perdamaian, keadilan dan nilai-nilai tersebut bukanlah milik eksklusif orang Kristen, Gereja mencari kerjasama dengan agama lain dengan semua manusia dengan kehendak baik. lebih lanjut, Gereja Katolik, paling tidak sejak Vatikan II, serta banyak gereja Protestan, telah mengakui bahwa Tuhan berkehendak atas penyelamatan seluruh umat manusia dan penyelamatan itu terdapat dalam semua keyakinan Agama. Gandhi sendiri telah membantu mengembangkan pandangan teologi ini. Banyak orang Kristen dapat dengan mudah memakai pemahaman Gandhi dengan pendapatnya : "Jika aku membaca Alkitab dengan benar, aku tahu banyak orang yang tidak mendengar nama Yesus Kristus atau bahkan menolak interprestasi resmi Kristen yang mungkin akan memiliki Yesus lebih dari yang kita miliki jika Yesus datang di tengah-tengah kita saat ini". Tentu saja hal ini telah membuat pertanyaan serius tentang rasionalitas dan metode kegiatan para misionaris asing, tentunya di tanah orang-orang non-Kristen. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak menghapus gerak hati para misionaris yang penting bagi pemikiran dan kehidupan orang Kristen. Tetapi mereka telah mendorong pencarian jiwa yang dalam, pemikiran kembali dan proses penyangkalan-diri terhadap kesejahteraan, kekuasaan, martabat serta kejayaan, arogansi dan rasa superior. Hanya ketika hal ini dipenuhi, maka Injil dapat menyinari terus menerus dengan kemurnian yang tidak sombong.
Bob McCahili, Pendeta dari Marykoll yang telah menyumbangkan tulisan ini, tampak puas dengan gambaran Gandhi tentang misionaris yang ideal. Dlaam tugasnya di desa-desa Bangladesh, dia terus berusaha keras untuk memperkenalkan kebenaran Injil melalui pelayanannya dan dialog kehidupan diantara tetangga Muslimnya. Dia telah mendemonstrasikan suatu cara dimana "Khotbah diatas Bukit" mungkin dapat diwujudkan dalam istilah Gandhi. Pada kenyataannya dia layak memperoleh pujian dan ucapan terima-kasih atas saran-sarannya terhadap buku ini.
Tujuan dari penulisan ini tidak untuk menilai Gandhi dari sudut pandang Kristen, tidak juga mempersoalkan pandangannya dalam Kristen terhadap Kristik teologi. Akan lebih baik, tujuannya untuk memperluas dan memperdalam komunikasi antara Gandhi dan orang-orang Kristen, dengan ahrapan bahwa pembaca Kristen dengan teliti, emrespon tantangan Gandhi dengan pengertian sendiri dan keyakinan baru. Lagipula titik barat dalam dunia Kristen bergeser dari Eropa dan Utara menuju masyarakat bagian selatan, masyarakat miskin Amerika Latin, Asia, Afrika, dimana Tuhan, seperti kata Gandhi, harus muncul dalam bentuk Roti. Jika orang orang Kristen harus menawarkan roti hidup dan memanggung umat manusia daripada identitas imperialis semata, maka hal ini harus dapat menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang Gandhi hadapi. Ia mengingatkan kita tentang Kristus orang Paria yang mengenakan secarik kain, saat yesus membasuh kaki murid-muridNya. Jika kenangan itu membuat kita merasa hidup berkelebihan dengan segala yang ada, itu akan jauh lebih baik.
You have read this article Filsafat
with the title Pemikiran dan Pergulatan Mahatma Gandhi. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/01/pemikiran-dan-pergulatan-mahatma-gandhi.html. Thanks!
No comment for "Pemikiran dan Pergulatan Mahatma Gandhi"
Post a Comment