Ibnu Khaldun Dalam Perangko Tunisia |
Biografi Singkat Ibn Khaldun
Ibn Khaldun merupakan pemikir dari dunia Arab, di saat dunia Arab mengalami kemandegan. Ibn Khaldun yang bernama lengkap Abu Zaid Abd-Ar-Rahman Ibn Khaldun, seorang sajarawan besar Islam pada abad pertengahan. Ibn Khaldun dilahirkan pada 27 Mei 1332 (1 Ramadhan 732 H) di Tunis.
Keluarga Ibn Khaldun berasal dari Hadramaut dan masih memiliki keturunan dengan Wail Bin Hajar, salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Ibn Khaldun yang terlahir dari keluarga Arab-Spanyol sejak kecil sudah dekat dengan kehidupan intelektual dan politik. Ibn Khaldun wafat pada tanggal 26 Ramadhan 808 H (16 Maret 1406M), tak lama setelah ditunjuk untuk keenam kalinya sebagai hakim. Dia dikebumikan di kawasan pemakaman orang sufi di Kairo.
Posisi Sejarah dalam Pemikiran Ibn Khaldun
Untuk mengetahui posisi sejarah dalam teori Ibn Khaldun, kita harus memahami dulu definisi sejarah yang diberikannya. Ibn Khaldun melihat ada dua sisi dalam bangunan sejarah, yakni sisi luar dan sisi dalam.
Dari sisi luar, sejarah itu tidak lebih dari rekaman perputaran kekuasaan pada masa lampau. Tapi jika ditilik secara mendalam, maka sejarah adalah suatu penalaran kritis dan usaha yang cermat untuk mencari kebenaran; suatu penjelasan yang cerdas tentang sebab-sebab dan asal-usul segala sesuatu; suatu pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana dan mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi. Oleh karena itu sejarah berakar dalam filsafat (hikmah), dan sejarah pantas dipandang menjadi bagian dari filsafat itu.
Dengan mempertautkan sejarah kepada filsafat, Ibn Khaldun tampak juga mengatakan sejarah memberikan inspiratif dan intuitif kepada filsafat, sedangkan filsafat menawarkan kekuatan logic kepada sejarah. Maka dengan dibekali logika kritis seorang sejarawan akan mampu menyaring dan mengkritik sumber-sumber sejarah, tulisan maupun lisan, sebelum ia sampai kepada proses penyajian final dari penyelidikannya.
Ibnu Khaldun dalam Halaqah Ilmu |
Hal ini sejalan dengan pengertian Sejarah Universal (atau dunia) yang menginginkan pemahaman atas keseluruhan pengalaman kehidupan masa lampau manusia secara total untuk melihatnya pesan-pesan perbedaan pada pesan yang berguna bagi masa depan.
Dua masalah yang mendominasi penulisan sejarah universal, pertama ketersediaan kuantitas bahan dan keberagaman bahasa di mana di dalamnya tertulis mengimplikasikan bahwa sejarah universal mengambil bentuk kerja kolektif atau menjadi sejarah tangan kedua. Kedua, prinsip dari seleksi yang dihubungkan dengan pemilihan studi untuk membentuk taksonomi sejarah yang sesuai. Unit-unit tersebut secara geografis (misal benua), periode, tahap perkembangan atau struktur, peristiwa penting, saling berhubungan (misalnya komunikasi, perjuangan bagi kekuatan dunia, atau perkembangan sistem ekonomi dunia), peradaban atau kebudayaan, kekaisaran dan negara bangsa, atau komunitas terpilih. Sejarah universal telah ditulis terutama oleh sejarawan Barat atau sejarawan dari Asia Barat termasuk Ibnu Khaldun.
Al-Muqaddimah Ibnu Khaldun |
Tidak bisa ditolak bahwa Muqaddimah adalah lah karya monumental Ibnu Khaldun, sebab pengaruhnya begitu luar biasa, tak hanya mewarnai pemikiran di dunia Islam, namun juga menandai babak baru ilmu pengetahuan dan peradaban Barat. Orang Yunani menyebut karya Ibnu Khaldun itu sebagai Prolegomena. Sejumlah pemikir sepakat bahwa Muqaddimah adalah karya pertama yang mengkaji filsafat sejarah, ilmu-ilmu sosial, demografi, histografi serta sejarah budaya.
IM Oweiss dalam karyanya bertajuk Ibn Khaldun: A fourteenth-Century Economist menilai, Muqaddimah merupakan salah satu buku perintis ekonomi modern. Selain itu, Ibnu Khaldun dalam adikaryanya itu juga membedah dan mengupas masalah teologi Islam. Yang lebih menarik lagi, Ibnu Khaldun pun membahas sains atau ilmu pengetahuan alam dalam kitabnya yang sangat populer itu. Secara khusus, Ibnu Khaldun mengupas tentang studi biologi dan kimia dalam bab tersendiri mengenai ilmu pengetahuan alam.
Biologi
Teodros Kiros dalam karyanya Explorations in African Political Thought, mengatakan, dalam bidang biologi secara khusus Ibnu Khaldun membahas masalah teori evolusi. Menurut Khaldun, dunia ini dengan segala isinya memiliki urutan tertentu dan susunan benda. Ia mencoba mencoba mengaitkan antara penyebab dan hal-hal yang disebabkan, kombinasi dari beberapa bagian penciptaan dengan yang lain, dan transformasi dari beberapa wujud menjadi sesuatu yang lain. Selain itu, Ibnu Khaldun juga membahas penciptaan dunia. Menurut dia, makhluk hidup berawal dari sebuah mineral kemudian berkembang dan berakal. Secara bertahap, kemudian berubah menjadi tanaman dan hewan. "Tahap terakhir mineral ''terhubung'' dengan tahap pertama dari tanaman, seperti tumbuhan dan tanaman tak berbiji,'' tutur Ibnu Khaldun.
Tahap terakhir tanaman, lanjut dia, seperti pohon kelapa dan tumbuhan yang merambat (pohon anggur), terhubung dengan tahap pertama binatang, seperti keong (siput) dan kerang yang hanya memiliki kekuatan sentuh.
Menurut Ibnu Khaldun, dunia binatang kemudian semakin meluas menjadi berbagai jenis. Dalam proses penciptaan bertahap, hewan/binatang akhirnya mengarah ke bentuk manusia, yang mampu berpikir dan mengartikan. "Tahap tertinggi manusia dicapai dari dunia kera, di mana kedua kecerdasan dan persepsi ditemukan, namun belum mencapai tahap refleksi dan berpikir sebenarnya," tutur Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun ternyata seorang penganut determinisme lingkungan. Dia menjelaskan bahwa kulit hitam itu disebabkan oleh iklim panas dari gurun Sahara Afrika dan bukan karena keturunan. "Dia justru menghalau teori Hamitic, di mana anak-anak Ham yang dikutuk oleh makhluk hitam, sebagai mitos," jelas Chouki El Hameldalam karyanya Race, slavery and Islam in Maghribi Mediterranean thought: the question of the Haratin in Morocco.
Kimia
Menurut George Anawati, dalam bidang kimia, Ibnu Khaldun adalah seorang kritikus praktik kimia pada dunia Islam. "Dalam bab 23 berjudul Fi 'Ilm al-kimya, ia membahas sejarah kimia, yang dilihat dari ahli kimia seperti Jabir ibnu Hayyan (721-815 M), dan teori dari perubahan logam dan elixir (obat yang mujarab) kehidupan. " ungkap Anawati dalam karyanya Arabic Alchemy.
Ibnu Khaldun Memaparkan Ilmu |
"Dia mengawali sanggahan pada dasar sosial, argumentasi bahwa banyak ahli kimia yang mampu mendapatkan penghasilan dari hidup karena pemikiran yang menjadi kaya melalui kimia dan akhirnya kehilangan kredibilitas," papar Anawati.
Ibnu Khaldun juga berpendapat bahwa beberapa ahli kimia terpaksa melakukan penipuan, baik secara terbuka dengan menggunakan sedikit lapisan emas/perak di atas perak/perhiasan tembaga maupun secara diam-diam menggunakan prosedur yang melapisi pemutihan tembaga dengan menyublimasi raksa. Meski begitu, ia mengakui bahwa ada saja ahli kimia yang jujur.
Ibnu Khaldun juga mengkritisi pandangan dan teori tenteng kimia yang dicetuskan al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Tughrai. "Ilmu pengetahuan manusia tak berdaya bahkan untuk mencapai yang terendah sekalipun, kimia menyerupai seseorang yang ingin menghasilkan manusia, binatang atau tanaman."
Anawati mengatakan, dalam mengkritisi ilmu kimia, Ibnu Khaldun pun menggunakan sosial logikanya. Anawati menuturkan bahwa Ibnu Khaldun dalam kitabnya menegaskan bahwa kimia hanya dapat dicapai melalui pengaruh psikis (bi-ta'thirat al-nufus). Hal yang luar biasa menjadi salah satu keajaiban dari ilmu gaib/ilmu sihir (rukiat) ... Mereka tak terbatas, tak dapat diklaim untuk mendapatkan mereka."
Prof Hamed A EAD, dari Universitas Kairo dalam tulisannya bertajuk Alchemy in Ibn Khaldun's Muqaddimah mengatakan bahwa Ibnu Khaldun mendefinisikan kimia sebagai "ilmu yang mempelajari zat yang mana generasi emas dan perak tiruan bisa diciptakan.'' Begitulah Ibnu Khaldun mengupas ilmu pengetahuan alam dalam karyanya yang sangat fenomenal: Al-Muqaddimah.
Di balik Penulisan al-Muqaddimah
lbnu Khaldun adalah seorang ilmuwan besar yang terlahir di Tunisia pada 27 Mei 1332 atau 1 Ramadhan 732 H. Ia bernama lengkap Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad Ibn Khaldun Al-Hadrami Al-Ishbili. Selain dikenal sebagai pemikir hebat, ia juga seorang politikus kawakan.
Setelah mundur dari percaturan politik praktis, Ibnu Khaldun bersama keluarganya memutuskan untuk menyepi di Qalat Ibnu Salamah, sebuah istana yang terletak di negeri Banu Tajin, selama empat tahun. Selama masa kontemplasi itulah, Ibnu Khaldun menyelesaikan penulisan karyanya yang sangat fenomenal bertajuk Al-Muqaddimah.
''Dalam pengunduran diri inilah saya merampungkan Al-Muqaddimah, sebuah karya yang seluruhnya orisinal dalam perencanaannya dan saya ramu dari hasil penelitian luas yang terbaik," ungkap Ibnu Khaldun dalam biografinya yang berjudul Al-Tarif bi Ibn-Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Sharqan.
Buah pikir Ibnu Khaldun itu begitu memukau. Tak heran, jika ahli sejarah Inggris, Arnold J Toynbee menganggap Al-Muqaddimah sebagi karya terbesar dalam jenisnya sepanjang sejarah.
Menurut Ahmad Syafii Maarif dalam bukunya berjudul Ibnu Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur, salah satu tesis Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah yang sering dikutip adalah: `Manusia bukanlah produk nenek moyangnya, tapi adalah produk kebiasaan-kebiasaan sosial."
Secara garis besar, Tarif Khalidi dalam bukunya Classical Arab Islam membagi Al-Muqaddimah menjadi tiga bagian utama. Pertama, membicarakan histografi mengupas kesalahan-kesalahan para sejarawan Arab-Muslim. Kedua, Al-Muqaddimah mengupas soal ilmu kultur.
Bagi Ibnu Khaldun, ilmu tersebut merupakan dasar bagi pemahaman sejarah. Ketiga, mengupas lembaga-lembaga dan ilmu-ilmu keislaman yang telah berkembang sampai dengan abad ke-14. Meski hanya sebagai pengantar dari buku utamanya yang berjudul al-Ibar, kenyataannya Al-Muqaddimah lebih termasyhur.
Pasalnya, seluruh bangunan teorinya tentang ilmu sosial, kebudayaan, dan sejarah termuat dalam kitab itu. Dalam buku itu Ibnu Khaldun diantara menyatakan bahwa kajian sejarah haruslah melalui pengujian-pengujian yang kritis.
''Di tangan Ibnu Khaldun, sejarah menjadi sesuatu yang rasional, faktual dan bebas dari dongeng-dongeng," papar Syafii Maarif. Bermodalkan pengalamannya yang malang-melintang di dunia politik pada masanya, Ibnu Khaldun mampu menulis Almuqaddimah dengan jernih. Dalam kitabnya itu, Ibnu Khaldun juga membahas peradaban manusia, hukum-hukum kemasyarakatan dan perubahan sosial.
Menurut Charles Issawi dalam An Arab Philosophy of History, lewat Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang menyatakan dengan jelas, sekaligus menerapkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar sosiologi. Salah satu prinsip yang dikemukakan Ibnu Khaldun mengenai ilmu kemasyarakatan antara lain; "Masyarakat tidak statis, bentuk-bentuk soisal berubah dan berkembang."
Pemikiran Ibnu Khaldun telah memberi pengaruh yang besar terhadap para ilmuwan Barat. Jauh, sebelum Aguste Comte pemikir yang banyak menyumbang kepada tradisi keintelektualan positivisme Barat metode penelitian ilmu pernah dikemukakan pemikir Islam seperti Ibnu Khaldun (1332-1406).
Dalam metodologinya, Ibnu Khaldun mengutamakan data empirik, verifikasi teoritis, pengujian hipotesis, dan metode pemerhatian. Semuanya merupakan dasar pokok penelitian keilmuan Barat dan dunia, saat ini. "Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang berusaha merumuskan hukum-hukum sosial," papar Ilmuwan asal Jerman, Heinrich Simon.
Posted by Izzulfikri M. Anshorullah
Sumber:
Joseph J.Spengler (1964). "Economic Thought of Islam: Ibn Khaldun", Comparative Studies in Society and History, 6(3), pp. 268--306.
www.kompasiana.com
www.suaramedia.com
You have read this article Filsafat
with the title Ibnu Khaldun - Ilmuwan Muslim Multi Disipliner. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/08/ibnu-khaldun-ilmuwan-muslim-multi.html. Thanks!
No comment for "Ibnu Khaldun - Ilmuwan Muslim Multi Disipliner"
Post a Comment