Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Momentum Resolusi Jihad: Pendaratan Pasukan Sekutu 25 Oktober 1945

Oleh: K Ng H Agus Sunyoto
Pasukan Sekutu Mendarat
         Hari ini  68 tahun silam, tepatnya  tanggal 25 Oktober 1945, terjadi peristiwa penting yang merupakan rangkaian  sejarah perjuangan Bangsa Indonesia melawan kolonialisme.  Dikatakan penting, karena tanggal 25 Oktober 1945 ditandai bersandarnya kapal perang Inggris  HMS Wavenley di dermaga Modderlust dan mengirim Captain Mac Donald dan Pembantu Letnan Gordon Smith untuk menemui Gubernur. Bersandarnya HMS Wavenley adalah hasil perundingan yang sulit, karena sehari sebelumnya,  tanggal 24 Oktober 1945,  sewaktu diadakan perundingan di Modderlust antara  utusan Sekutu yang diwakili Colonel Carwood dan pihak TKRL yang diwakili Oemar Said, J.Soelamet, Hermawan, dan Nizam Zachman terjadi jalan buntu. Semua permintaan Sekutu ditolak. Sementara sepanjang sejak pagi tanggal 24 Oktober 1945,  Bung Tomo melalui pidatonya menyampaikan pesan kepada arek-arek Surabaya agar jangan gampang berkompromi dengan Sekutu yang akan mendarat di Surabaya. Isi pidato Bung Tomo  tersebut, adalah  sebagai berikut:

    “Kita ekstrimis dan rakyat sekarang tidak percaya lagi pada ucapan-ucapan manis. Kita tidak percaya setiap gerakan (yang mereka lakukan) selama kemerdekaan Republik tetap tidak diakui! Kita akan menembak, kita akan mengalirkan darah siapa pun yang merintangi jalan kita! Kalau kita tidak diberi Kemerdekaan sepenuhnya, kita akan menghancurkan gedung-gedung dan pabrik-pabrik imperialis dengan granat tangan dan dinamit yang kita miliki, dan kita akan memberikan tanda revolusi, merobek usus setiap makhluk hidup yang berusaha menjajah kita kembali!”

Barisan Hisbullah Surabaya Siaga Perang

          “Ribuan rakyat yang kelaparan, telanjang, dan dihina oleh kolonialis, akan menjalankan revolusi ini. Kita kaum ekstrimis, kita yang memberontak dengan penuh semangat revolusi, bersama dengan rakyat Indonesia, yang pernah ditindas oleh penjajahan, lebih senang melihat Indonesia banjir darah dan tenggelam ke dasar samudera daripada dijajah sekali lagi! Tuhan akan melindungi kita! Merdeka! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
              Pidato Bung Tomo dan jalan buntu perundingan sekutu dengan TKRL masih ditambah dengan pidato Drg Moestopo pada  malam hari jam 20.00, yang menyatakan diri  sebagai Menhan RI yang tegas-tegas menolak Sekutu untuk  mendaratkan pasukan dan bahkan menyebut Sekutu sebagai NICA. Sekutu yang dari laporan intelijennya mengetahui bahwa Drg Moestopo adalah seorang dokter gigi yang aktif sebagai perwira PETA, membalas pidato lewat pemancar radio dari kapal yang isinya,”We don’t take any order from anybody, we don’t have the command of a dental surgeon!”
            Pidato Bung Tomo, ketegasan TKRL menolak permintaan Sekutu untuk mendaratkan pasukan dan tindakan Drg Moestopo yang juga melarang Sekutu mendaratkan pasukan dianggap aneh oleh para pemimpin di Jakarta, sebab tindakan itu dinilai tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat di Jakarta. Itu sebabnya  pemerintah mengirim Mr Soedarpo, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono untuk  memberitahu  Drg Moestopo agar bersedia membiarkan  Sekutu menjalankan tugasnya. Namun Drg Moestopo tidak sedikit pun mengikuti petunjuk dari para pejabat tinggi Negara itu. Sikap tegas Drg Moestopo baru melunak setelah pagi hari tanggal 25 Oktober 1945 ia ditelpon langsung oleh Presiden Soekarno dan diperintah agar  tidak menembak Sekutu. Presiden Soekarno mengingatkan bahwa sebagai perwira mantan didikan PETA, Drg Moestopo harus patuh kepada presidennya.
Para Santri dan Pemuda Siaga Perang
      Tanggal 25 Oktober 1945 itulah   HMS Wavenley bersandar di dermaga Modderlust dan mengirim Captain Mac Donald dan Pembantu Letnan Gordon Smith untuk menemui Gubernur. Dengan siasat mengundang jamuan minum teh sambil berunding, Sekutu memanfaatkan kunjungan  untuk melihat tawanan di Kalisosok dengan mendaratkan pasukan secara besar-besaran. Tindakan ini mengudang reaksi keras penduduk. Lalu diadakan perundingan antara Drg Moestopo dengan Kolonel Pugh. Hasilnya, pasukan Sekutu berhenti  pada garis batas 800 meter dari pantai ke arah kota. Sekali pun pasukan sekutu berada di garis batas 800 meter dari pantai kea rah kota, namun pasukan yang diturunkan dari kapal jumlahnya sekitar 2800 personil lengkap dengan persenjataannya.
    Tindakan para pemimpin dan rakyat Jawa Timur untuk tegas menolak pendaratan pasukan Sekutu yang menjalankan tugas mengurusi interniran dan tawanan perang Jepang yang terlihat dari pidato Bung Tomo, Pidato Drg Moestopo dan sikap TKRL yang mengejutkan para pemimpin di Jakarta, tidak banyak diungkap dalam kajian sejarah. Namun dengan memahami situasi dan kondisi waktu itu berdasar kesaksian para pelaku sejarah – yang saat ini sudah banyak yang meninggal dunia – tidak bisa ditafsirkan lain kecuali akibat momentum sejarah yang terjadi saat itu yang mempengaruhi cara pandang dan pengobaran semangat rakyat dan pemimpin-pemimpin Jawa Timur. Dan momentum sejarah itu, tidak lain dan tidak bukan adalah dimaklumkannya Resolusi Jihad oleh PBNU tanggal 22 Oktober 1945.
Bonek di Kampung-2 Siaga Perang
           Secara kronologis sejarah, sejak pecan kedua Oktober 1945 sudah tersebar kabar tentang bakal mendaratnya tentara Sekutu yang diboncengi tentara NICA yang makin lama makin santer terdengar  di tengah penduduk Surabaya yang dicekam kemarahan menunggu kedatangan tentara Belanda yang membonceng pasukan Inggris itu. Atas dasar berbagai pertimbangan,  PBNU mengundang konsul-konsul NU di seluruh Jawa dan Madura agar hadir pada tanggal 21 Oktober 1945 di kantor PB ANO di Jl. Bubutan VI/2 Surabaya.  Malam hari tanggal 22 Oktober 1945, Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari, menyampaikan amanat berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban umat Islam, pria maupun wanita, dalam jihad mempertahankan tanah air dan bangsanya. Rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah itu kemudian menyimpulkan satu keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad Fii Sabilillah”, yang isinya sebagai berikut:
       “Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)…”
     Dalam tempo singkat, Surabaya guncang oleh kabar seruan jihad dari PBNU ini. Dari masjid ke masjid  dan dari  musholla ke musholla tersiar seruan jihad yang dengan sukacita disambut penduduk Surabaya yang sepanjang bulan September sampai Oktober telah meraih kemenangan dalam pertempuran melawan sisa-sisa tentara Jepang yang menolak tunduk kepada arek-arek Surabaya. Demikianlah, sejak dimaklumkan tanggal 22 Oktober 1945, Resolusi Jihad membakar semangat seluruh lapisan rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur terutama di Surabaya, sehingga dengan tegas mereka berani menolak kehadiran Sekutu yang sudah mendapat ijin dari pemerintah pusat di Jakarta.Dan saat pasukan Sekutu sudah mendarat di Modderlust dan sekitar pantai Surabaya, penduduk kota yang terkobari semangat jihad menyiapkan berbagai macam senjata mulai senapan dan samurai rampasan Jepang, pedang, kelewang, clurit, keris, linggis, tombak, dan yang terbanyak bambu runcing yang sudah diasmai para kyai.







You have read this article Sejarah with the title Momentum Resolusi Jihad: Pendaratan Pasukan Sekutu 25 Oktober 1945. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/10/momentum-resolusi-jihad-pendaratan.html. Thanks!

No comment for "Momentum Resolusi Jihad: Pendaratan Pasukan Sekutu 25 Oktober 1945"

Post a Comment