Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Ahmad Sadali - Pelukis, Mubaligh, Aktivis

Oleh: Arif Adi Wijaya
    Achmad Sadali, dilahirkan di Garut Wetan, 29 Juli 1924. Ia menempuh pendidikan seni rupa di ITB, di bawah bimbingan Ries Mulder. Ia kemudian memperoleh beasiswa dari Rockefeller Foundation untuk belajar ke Amerika Serikat di Iowa State University dan juga New York Art  Student League, 1956-1957. Sekembali dari belajar di Amerika, Sadali mulai mengembangkan gaya seni lukisnya yang khas dalam corak abstrak yang kemudian dipadukannya dengan tema-tema spiritualitas dan mistisisme Islam. Ia menerima Anugerah Seni dari Pemerintah RI, 1972. Karya lukisnya pernah memenangkan hadiah utama pada Biennal Seni Lukis Nasional di tahun 1974 dan 1978.
    Ahmad Sadali adalah seorang pelukis yang diakui luas memiliki reputasi di tingkat nasional, regional dan Dunia Islam. Dalam sejarah seni rupa modem Indonesia, Ahmad Sadali dikenal sebagai Bapak Seni Lukis Abstrak dan salah seorang perintis seni rupa bernafas Islam. Paduan antara seniman, akademikus, dan aktivis pergerakan Islam merupakan fenomena unik dalam dunia seni rupa modem yang berpijak pada prinsip otonomi seni dan keterpisahan seni dari bidang kehidupan lain seperti politik, moralitas, dan agama. Di pihak lain, dari sudut pandang keislaman, sosok dai dan aktivis Islam yang berpadu dengan pelukis modern sekuler merupakan hal yang tidak lazim. Kondisi yang nampak paradoksal ini menghadirkan permasalahan ilmiah yang menarik untuk diteliti: sebagai seorang seniman yang sepanjang hidupnya memegang teguh nilai-nilai keislaman, apakah karya-karyanya mencerminkan nilai-nilai itu? Bagaimanakah pengaruh kecenderungan personal dan kultural pada bentuk karyanya? Di mana letak otentisitas Ahmad Sadali dalam konteks kemodernan dan keislaman? Bagaimanakah makna dan kontribusi karyanya dikaitkan dengan masalah modernitas dan spiritualitas Islam?
    Penelitian ini mencakup hubungan antara karya Ahmad Sadali dengan faktor internal dan eksternal (personal dan kultural). Kajian karya Ahmad Sadali dalam konteks modernitas dan spiritualitas Islam, dan penafsiran makna dan otentisitas karya Ahmad Sadali. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bentuk kepribadian Ahmad Sadali merepresentasikan kepribadian Muslim modernis yang berpijak pada sumber ajaran kerohanian Islam, Tauhid. Sedang dalam konteks modernitas, karya Ahmad Sadali menjangkau tiga wilayah utama: estetik, kultural, dan intelektual. Pada wilayah estetik, karya Sadali merupakan perwujudan pembaharuan berupa penemuan medium pada prada emas, teknik tekstur, tema gunungan, kaligrafi serta gaya seni abstrak meditatif. Karya Sadali juga menunjukkan kehadiran modernitas estetik yang berbeda dari modernitas estetik Barat yang menjauhkan seni dari nilai spiritualitas. Dalam karya Sadali, nilai spiritualitas menjadi nilai utama yang mampu mengembalikan nilai mitis, ibadah, dan puitis ke dalam ungkapan artistik. Pada wilayah kultural, gaya abstrak meditatif Sadali menjadi aliran seni yang melibatkan tokoh seniman lain, dan mengarus sebagai bentuk budaya keislaman. Sementara itu, secara intelektuai, pemikiran estetika Ahmad Sadali yang menyatukan antara rasa, rasio, dan iman dalam satu kesatuan integral merupakan bentuk pemikiran yang mengoreksi modernisme.
    Dalam konteks spiritualitas Islam, karya Sadali mewujudkan nilai Tauhid, karya seni sebagai pembentuk lingkungan hidup dan pemuliaan martabat benda, nilai keabstrakan, kaligrafi, dan fungsi seni sebagai pengingat hakekat ketuhanan, dzikir, tasbih, dan tahmid. Dengan demikian, baik dalam konteks modernitas maupun spiritualitas Islam, karya Sadali dapat ditafsirkan mengandung makna dan peran tazkiyah, celupan atau penyucian seni modem atau spiritualisasi modernitas. Dari sisi yang lain, is memiliki makna dan peran memodernisasi seni Islam.
    Kontribusi ilmiah hasil penelitian mencakup penemuan konsep modernitas yang berbeda dari konsep modernitas yang berlaku selama ini dan teridentifikasikannya keberadaan paradigma seni dan budaya keislaman di Indonesia dengan karya Ahmad Sadali sebagai salah satu tonggak yang penting.
     Lukisan Achmad Sadali, “Gunungan Emas”, 1980 ini merupakan salah satu ungkapan yang mewakili pencapaian nilai religiusitasnya. Sebagai pelukis abstrak murni Sadali memang telah lepas dari representasi bentuk-bentuk alam. Namun demikian, dalam bahasa visual semua bentuk yang dihadirkan seniman dapat dibaca dengan berbagai tingkatan penafsiran. Dalam usian peradaban yang ada, manusia telah terbangun bawah sadarnya oleh tanda-tanda yang secara universal bisa membangkitkan spirit tertentu.
     Warna-warna berat, noktah dan lubang, serta guratan-guratan pada bidang bisa mengingatkan pada citra misteri, arhaik, dan kefanaan. Tanda segi tiga, konstruksi piramida memberikan citra tentang religisitas. Lebih jauh lagi lelehan emas dan guratan-guratan kaligrafi Al Qur’an dapat memancarkan spiritualitas islami. Semua tanda-tanda tersebut hadir dalam lukisan-lukisan Sadali, sehingga ekspresi yang muncul adalah kristalisasi perenungan nilai-nilai religius, misteri dan kefanaan.
     Pembacaan tekstual ikonografis itu, telah sampai pada interprestasi imaji dan pemaknaan bentuk. Namun demikian karena Sadali selalu menghindar dengan konsep eksplisit dalam mendeskripsikan proses kreatifnya, maka untuk menggali makna simbolis karya-karyanya perlu dirujuk pandangan hidupnya. Sebagai pelukis dengan penghayatan muslim yang kuat, menurut pengakuannya renungan kreatifitas dalam melukis sejalan dengan penghayatannya pada surat Ali Imron, 190 – 191 dalam Al Qur’an. Ia disadarkan bahwa sebenarnya manusia dianugerahi tiga potensi, yaitu kemampuan berzikir, berfikir, dan beriman untuk menuju “manusia ideal dan paripurna” (Ulul-albab). Menurut Sadali daerah seni adalah daerah zikir. Makin canggih kemampuan zikir manusia, makin peka mata batinnya. Dalam lukisan “Gunungan Emas” ini dapat dilihat bagaimana Sadali melakukan zikir, mencurahkan kepekaan mata batinnya dengan elemen-elemen visual.
      Ia sering melukis seusai salat subuh dan mengaji. Ketika mengaji itulah, yang acap mendapat ayat-ayat yang menggugah kalbu. ''Langsung saya tuliskan ayat itu, untuk saya resapi dan ungkapkan kembali maknanya lewat lukisan,'' katanya. Ahmad Sadali, pelukis berusia setengah abad lebih dengan tubuh yang masih kukuh ini, merupakan satu di antara tiga tokoh seni rupa yang bergelar profesor di Indonesia. Dua yang lain: Prof. Drs. Edi Kartasubarna, dan Almarhum Prof. Soemardja.
    Lukisan-lukisan Sadali seperti tidak habis-habisnya menjangkau kebesaran Ilahi, lewat bidang-bidang warna dan torehan emas -- warna keagungan. Kadang-kadang, ada misteri di dalamnya. Religius. ''Sebelum menjadi apa-apa, kita harus Muslim lebih dulu,'' katanya.
        Selain pelukis andalan, yang sudah puluhan kali berpameran di dalam dan luar negeri, Sadali dikenal pula sebagai penceramah agama. Di hari-hari besar umat Islam, misalnya Idulfitri, ia biasa diundang untuk berceramah oleh lembaga-lembaga masjid di pelbagai kota. Pencipta lambang dan pici HMI ini juga seorang organisator.Sadali juga pematung. Karyanya bisa dilihat, antara lain, di Gedung DPR Jakarta, Pusri Palembang, dan untuk Pavilyun Indonesia pada Expo ྂ di Osaka, Jepang.
    Sebagian orang pernah mengatakan, di Indonesia belum ada seni lukis modern. Sadali tidak menyetujui pendapat itu. Seni lukis Indonesia, katanya, ''Sudah ada dan sedang berkembang. Hanya wujudnya jangan diharapkan recognizable seperti yang pernah dihidangkan sejarah. Karena manusia Indonesia sendiri terus berkembang.''
     Bersama kedua belas saudaranya, Sadali, anak ketujuh, tidak pernah mengalami kesulitan biaya menuntut ilmu. Ayahnya, Haji Muhammad Djamhari, tokoh Muhammadiyah di Garut, Jawa Barat, adalah pemilik kebun dan sawah, serta pengusaha percetakan dan saudagar batik.
          Sadali menikah dengan Atikah, dan hanya punya seorang anak. Ia penggemar musik klasik, dan senang bertamasya.
             Achmad Sadali meninggal di rumahnya pada pukul 04.30, 19 September 1987, diduga karena serangan jantung. Jenazah dikebumikan di makam keluarga Panyingkiran, Garut, pada hari itu juga.
      Sosok almarhum Ahmad Sadali seolah hadir kembali dalam sebuah diskusi mengenang sang pelukis abstrak yang digelar di Jakarta pada Jumat malam pekan lalu. Acara yang dipandu kurator seni Ucok aminudin Siregar itu menampilkan tiga pembicara dengan latar berbeda. Mereka adalah Prof. Jusuf Effendi D, MA (Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Trisakti, Jakarta), DR. Ravi Ahmad Salim (putra Ahmad Sadali), dan pemilik galeri Edwin Rahardjo.
    Menurut Jusuf Effendi, Sadali adalah seorang pelukis abstrak meski dalam setiap karyanya ia tak pernah menyebut demikian. “Setiap lukisan Ahmad Sadali merupakan ungkapan yang mewakili nilai religiusnya,” kata Jusuf.
    Jusuf mencontohkan lukisan “Gunungan Emas” karya Sadali pada 1980. Lukisan tersebut menggambarkan sketsa komposisi segitiga, di mana dalam segita terkandung refleksi dalam batin Sadali. “Segitiga itu terdiri dari tiga unsur, Tuhan di sebelah atas puncak, sudut manusia dan alam di sebelah bawahnya,” Jusuf menjelaskan.
    Pemilik galeri Edwin Rahardjo mengenang karya-karya Sadali penuh misteri, emosi jiwa, dan simbol. “Seperti ada kekuatan yang penuh misteri di dalam setiap lukisan beliau,” kta Edwin, yang mengoleksi belasan lukisan Sadali.
Arif Adi Wijaya, mahasiswa Jurusan Seni Rupa FIB Universitas Brawijaya
You have read this article Budaya with the title Ahmad Sadali - Pelukis, Mubaligh, Aktivis. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/11/ahmad-sadali-pelukis-mubaligh-aktivis.html. Thanks!

No comment for "Ahmad Sadali - Pelukis, Mubaligh, Aktivis"

Post a Comment