Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Mental Kere Ancaman Serius Bagi Sishankamnas

Post Hegemony XXXVI: Mental Kere Ancaman Serius Bagi  Sishankamnas


Oleh: K Ng H Agus Sunyoto

HIV Virus Structure
          Kasus rusak binasanya Taman Bungkul Surabaya akibat bagi-bagi es krim Walls gratis yang membuat Walikota Risma Triharini marah besar, menjadi bahasan serius di pesantren sufi. Sufi tua yang menjadi pembicara tunggal dalam diskusi itu mula-mula mengemukakan seputar berbahayanya mental kere – bernafsu mendapat sedekah, meminta-minta dan memperoleh sesuatu secara gratis – bagi sistem pertahanan dan keamanan nasional. Pasalnya, mental kere tidak saja melahirkan manusia hedonis-narsis yang hanya memikirkan dan mengutamakan kepentingan diri sendiri, melainkan yang tidak kalah bahaya bahwa mental kere akan menghilangkan rasa tanggung jawab orang seorang sebagai warga sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Bahkan mental kere potensial dimanfaatkan oleh musuh sebagai peluang emas untuk menghancurkan sistem pertahanan dan keamanan nasional yang diterapkan negara. “Musuh dari luar dengan menggunakan prinsip ‘ngluruk tanpa wadya’ hanya butuh waktu singkat untuk  menguasai negara kita tercinta ini. Karena musuh tinggal menunggu dua-tiga minggu, akan beroleh kemenangan karena berhasil memanfaatkan mental kere masyarakat,” kata Sufi tua menyimpulkan.

    Para santri yang terheran-heran dengan pemaparan Sufi tua yang mengkaitkan mental kere masyarakat dengan ancaman serius pertahanan dan keamanan nasional saling pandang satu sama lain. Setelah berbicara satu sama lain, Marholi menanyakan alasan korelasional antara mental kere masyarakat dengan ancaman serius Sistem Pertahanan dan Keamanan Nasional. “Apa hubungan mental kere masyarakat dengan Sishankamnas, mbah?” tanya Marholi.

Enterovirus - Radang Otak
       “Kamu pernah tidak mendengar kisah penaklukan benteng pertahanan Kota Surabaya oleh Sultan Agung pada perempat awal abad ke-17?” kata Sufi tua dengan nada tanya.
    “Belum pernah  mbah,” sahut Marholi cepat,”Bagaimana ceritanya?”
    Sufi tua menuturkan bahwa benteng pertahanan Kota Surabaya sangat kuat karena dikawal oleh para prajurit yang tangguh dan pantang menyerah. Sepanjang pertempuran yang berulang-ulang terjadi, pasukan Mataram yang jumlahnya lebih dari 100.000 orang itu tidak mampu membobol pertahanan kota yang juga dikawal oleh warganya. “Tidak main-main, selama 5 tahun dikepung dari tahun 1620 – 1625 dengan lima kali diserang secara besar-besaran,  pertahanan Kota Surabaya baru jatuh setelah pasukan Mataram menggunakan siasat bendungan ‘tambak krama’ yang menyulut penyebaran wabah penyakit bagi warga Kota Surabaya,” kata Sufi tua menjelaskan.
    “Maaf mbah,” sahut Marholi masih heran,”Apa hubungan bendungan ‘tambak krama’ dengan menyebarnya wabah penyakit di kota Surabaya?”
   “Karena bendungan yang dibuat dari rumpun bambu itu membendung Sungai Kalimas di Wanakrama sehingga disebut singkat ‘tambakrama’ yang bermakna ‘bendungan wanakrama’ dengan menggunakan bambu-bambu yang sepanjang rentangannya disangkutkan keranjang-keranjang berisi bangkai sapi, kerbau, kambing, ayam, dan buah aren. Begitulah air sungai Kalimas yang tercemar kuman, bakteri dan virus itu menimbulkan wabah penyakit bagi penduduk Surabaya. Atas dasar itu, penguasa Surabaya menyatakan takluk kepada Mataram melalui panglima Mataram: Tumenggung Mangun Oneng,” kata Sufi tua menjelaskan.
    “Wah luar biasa sekali siasat Mataram untuk ukuran zaman itu,” kata Marholi kagum.
    “Siasat itu juga diterapkan sewaktu pasukan Mataram mengepung Batavia,” kata Sufi tua menarik nafas berat,”Sayang pasukan Mataram kurang sabar menunggu penyerahan VOC di tengah gencarnya pengkhianatan-pengkhianatan.”
    “Memangnya kenapa mbah?” tanya Daitya menyela ingin tahu.
Avian Influenza - H5N1 Virus
          “Sungai Ciliwung sudah dibendung dan disangkuti keranjang-keranjang berisi bangkai. Namun sebaran kuman, bakteri dan virus kurang maksimal karena air sungai sedang meluap akibat hujan. Tapi sejak tanggal 8 September 1629 serangan Mataram akan dilakukan tetapi dengan jumlah pasukan kecil, karena balabantuan terlambat datang akibat lumbung-lumbung padi pasukan Mataram di Tegal dan Cirebon dibakar VOC atas laporan para pengkhianat. Akibatnya, serangan dilakukan hanya oleh sekitar 200 orang prajurit Mataram pada 12 September 1629. Gubernur Jenderal Jan Pieterzon Coen sendiri kejangkitan kolera pada 20 September 1629 dan hari itu juga mati. Sayang, penyerangan Mataram tidak diteruskan hanya karena kurang sabar akibat terbakarnya lumbung-lumbung pasukannya di Tegal dan Cirebon,” kata Sufi tua.
        “Wah hebat  sekali siasat ‘bendungan kuman’ zaman Sultan Agung itu,” gumam Marholi dan Daitya hampir bersamaan.
      “Justru itulah yang aku jadikan pijakan berpikir untuk kasus mental kere masyarakat Indonesia yang bernafsu menerima sedekah,” sahut Sufi tua.
      “Maksudnya bagaimana mbah?” sahut Azumi minta penjelasan.
      “Kalau Sultan Agung mengirim kuman, bakteri dan virus kepada penduduk Surabaya lewat bendungan ‘tambakrama’, maka musuh negara kita akan mengirim kuman, bakteri dan virus lewat orang-orang bermental kere yang jumlahnya berpuluh-puluh dan bahkan beratus juta. Bayangkan, dengan es krim Walls seharga Rp 3000 sepotong dalam jumlah 10.000 potong yang jumlahnya hanya Rp 30 juta, yaitu nilai super kecil bagi operasi militer,  Taman Bungkul yang menghabiskan dana Rp 1 miliar hancur binasa. Bisakah kalian bayangkan, bagaimana seandainya perusahaan asing produsen burger, hotdog, pizza, brownies, donat, dan fried chicken membuat program bagi-bagi gratis  produk masing-masing sejumlah 50.000 biji untuk warga 15 kota besar seperti Surabaya, Semarang, Surakarta,  Bandung, Jakarta, Medan, Denpasar, Mataram, Palembang, Makassar, Manado, Pontianak, Ambon, Kupang, Jayapura?” kata Sufi tua.
“Pasti warga ke-15 kota-kota itu  akan berduyun-duyun  antri guna mengemis burger, hotdog, pizza, brownies,  donat, dan fried chicken gratis itu,” sahut Azumi.
“Coba bayangkan!” sergah Sufi tua dengan nada tinggi,”Apa yang terjadi jika pada masing-masing   produk seperti  burger, hotdog, pizza, brownies, donat, dan fried chicken itu secara sistematis sudah dicemari virus Ebola, Sars, Enterovirus, H5N1, Mers, Anthrax, MRSA?”
Mycobacterium Tuberculosis
         “Astaghfirullah!” seru Marholi kaget.
“50.000 biji kue dan roti di 15 kota besar  mbah?” sahut Daitya dengan dada berdebar-debar,”Berarti lebih setengah  juta penduduk yang terjangkit virus berbahaya itu mbah.”
           “Itulah kemungkinan dari ancaman bahaya yang aku anggap serius dari mental kere rakyat kita dalam konteks Sishankamnas di tengah sistem global ini,” kata Sufi tua menegaskan.
            “Tapi negara kita masih dikawal dan dijaga tentara mbah.”
          “Apa kalian yakin saat siasat jahat penghancuran kekuatan bangsa ini dijalankan kekuatan  global  anak-anak, keponakan, isteri, adik ipar, dan  saudara dari para tentara  tidak  ada yang ikut antri menerima bagian gratis kue dan roti itu?” sergah Sufi tua.
        “Walaah, iya ya,” sahut Daitya menggaruk-garuk kepalanya,       "Memang Bahaya!Bahaya! Bahaya! Tapi bagaimana mbah untuk menghindari kemungkinan buruk itu tidak terjadi?”.
"Bikin aturan tegas untuk melarang penduduk menerima sedekah massal, termasuk larangan membagi zakat secara massal. Yang juga harus dilakukan adalah mendidik generasi baru lewat pendidikan formal, nonformal dan informal agar terbentuk lulusan yang  tidak memiliki mental pungli, mengemis, meminta-minta, dan menadahkan tangan menunggu sedekah!" ujar Sufi tua keras.





You have read this article Sejarah with the title Mental Kere Ancaman Serius Bagi Sishankamnas. You can bookmark this page URL https://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2014/05/mental-kere-ancaman-serius-bagi.html. Thanks!

No comment for "Mental Kere Ancaman Serius Bagi Sishankamnas"

Post a Comment