Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Momentum Resolusi Jihad: Didamaikan Bung Karno, Mallaby Tewas 29-30 Oktober 1945

 Oleh: K Ng Agus Sunyoto
         
Mobil Mallaby yang diledakkan Arek-arek Surabaya
          Pertempuran massal yang tanpa pemimpin dan tanpa komando itu baru menunjukkan tanda-tanda  berhenti setelah menjelang siang tanggal 29 Oktober 1945  Presiden Soekarno dengan Wakil Presiden Moch. Hatta dan Amir Sjarifuddin datang ke Surabaya, disambut ‘hujan peluru” akibat arek-arek Surabaya yang masih menguasai pangkalan udara Morokrembangan mengira yang akan mendarat adalah pesawat Inggris. Perundingan yang berlarut-larut dengan Mallaby menghasilkan persetujuan kasar mengenai gencatan senjata. Enam butir teks perjanjian yang disepakati sekitar pukul 18.30 sampai 21.00 ketika Presiden Soekarno mengumumkan gencatan senjata.
          Tanggal 29 Oktober 1945 itu sepanjang malam secara bergantian wakil presiden Moch. Hatta, Amir Sjarifuddin dan Bung Tomo berpidato di radio mengenai gencatan senjata, jaminan keselamatan evakuasi bekas interniran, penegakan disiplin, yang diakhirin pidato Mallaby yang menggunakan bahasa Inggris agar dimengerti pasukannya. Namun saat Mayor Jenderal Hawthorn dating ke Surabaya pada dini hari tanggal 30 Oktober 1945, masih terdengar bunyi tembakan di sana-sini. Beberapa regu Brigade 49 Mahratta dilaporkan masih terkepung dan ditembaki.



Kapal LST mendaratkan angkutan perang Inggris
Akhirnya, persetujuan antara Presiden Seokarno dengan Mayor Jenderal Hawthorn disepakati di tengah tekanan suara gemuruh tank-tank rampasan di jalanan dan kerumunan arek-arek Surabaya di sekitar gedung yang berteriak-teriak mengumandangkan takbir. Empat butir kesepakatan yang disetujui itu meliputi: pertama, pamphlet yang disebarkan tanggal 27 Oktober 1945 dianggap tidak pernah ada dan TKR serta organisasi bersenjata lainnya tetap diperbolehkan membawa senjata mereka. Kedua, Sekutu melepaskan hak untuk menjaga sebagian besar wilayah kota Surabaya kecuali tempat-tempat di mana pasukan mereka ditempatkan di wilayah pelabuhan dan wilayah orang Eropa di Darmo. Ketiga, bekas interniran di Darmo yang kebanyakan perempuan dan anak-anak dijamin perjalanannya ke pelabuhan dengan naik kendaraan sekutu. Keempat, dibentuk Biro Penghubung  sebagai suatu mekanisme pencegahan agar pihak Inggris tidak ingkar janji. 
          Presiden Soekarno beserta rombongan dan Mayor Jenderal Hawthorn kembali ke Jakarta dengan rasa puas, meski di sejumlah tempat masih terdengar letusan senjata. Beberapa jam setelah kepulangan rombongan dari Jakarta, Mallaby bersama beberapa mobil berisi perwira-perwira Inggris dan tokoh-tokoh pemimpin Jawa Timur serta Biro Penghubung menuju ke Gedung Internatio di barat Roodebrug, bermaksud menghentikan pertempuran yang masih berlangsung. Di tengah kerumunan arek-arek Surabaya yang mengepung Gedung Internatio, terjadi insiden yang tidak tersangka-sangka: mobil yang ditumpangi Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby dan beberapa orang lainnya diledakkan dan Mallaby tewas.
HMS Sussex di Selat Madura
        Kematian Mallaby tidak saja mengejutkan para pemimpin Indonesia, bahkan membuat terkejut sekaligus gusar pemimpin pasukan Sekutu di Jakarta dan Singapura. Sehari setelah tewasnya Mallaby, Jenderal Phillip Christison, panglima pasukan Sekutu di Asia Tenggara, mengancam akan membawa seluruh kekuatan laut, darat dan udara (Sekutu)  serta seluruh persenjataan perang modern menuju ke Surabaya jika para pelaku “pembunuhan curang” atas Panglima Brigade 49 tidak diserahkan. Sementara itu,  Letnan Jenderal E.C.Mansergh dengan kemarahan meluap-luap mengirim surat undangan kepada gubernur Jawa Timur R.M.T.Soerjo bersama seluruh tokoh pemimpin di Surabaya untuk mengadakan pertemuan di markas pasukan Inggris di Jalan Jakarta, Surabaya. Namun diam-diam, sesuai ancaman Jenderal Christison, Inggris mengerahkan semua kekuatan militernya ke Surabaya. Begitulah di tengah evakuasi interniran warga Belanda, sejak tanggal 1 November 1945,  telah merapat ke pelabuhan Tanjung Perak kapal perang jenis penjelajah HMS Sussex yang bersama kapal torpedo HMS Carron, HMS Caesar, HMS Cavalier  mendaratkan 1500 orang pasukan tempur, diikuti HMS Glen Roy, HMS Princess Beatrix, HMS Waveny, HMS SS Bapeta, ditambah empat kapal perang jenis LST dan LCT yang mendaratkan 24.000 orang pasukan tempur, lengkap dengan tank, panser, meriam howitzer, senapan mesin, puluhan ton aminisi, ditambah 25 pesawat tempur jenis Mosquito Thundertbolt, yang semuanya di bawah komando Letnan  Jenderal E.C.Mansergh. Seluruh kekuatan militer Sekutu itu, akan digunakan untuk ‘menghukum’ arek-arek Surabaya yang telah membantai hampir habis Brigade 49 Mahratta beserta komandannya, Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby.
Tank Sherman di Surabaya utara
         Sejarah mencatat, ketika Letnan Jenderal E.C.Mansergh mengultimatum rakyat Indonesia di Surabaya melalui surat kepada Gubernur Soerjo agar rakyat bersedia menyerahkan semua senjata yang dimilikinya kepada pasukan Inggris paling lambat tanggal 9 November 1945 jam 18.00, justru disambut dengan teriakan takbir dan tantangan oleh arek-arek Surabaya untuk bertempur dengan semboyan ‘Merdeka atau Mati!”. Dan sejarah juga mencatat, satu-satunya jawaban dari pihak Indonesia yang semakin mengobarkan semangat arek-arek Surabaya dan seluruh umat Islam berasal dari fatwa KH Hasyim Asy’ari yang pada 9 November 1945 itu telah mengubah redaksi Resolusi Jihad, dari bunyi semula sebagai berikut: 
        “Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh.…” diubah menjadi: “Setiap umat Islam yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari Surabaya fardlu ‘Ain hukumnya membela Surabaya.”
Surabaya dibombardir
         Jawaban heroik KH Hasyim Asy’ari inilah yang semakin mengobarkan semangat arek-arek Surabaya dalam menghadapi balatentara Inggris, sehingga sejak malam hari tanggal 9 November 1945 penduduk kampung yang sudah tua, perempuan dan anak-anak diungsikan ke luar kota, karena sesuai ultimatum Inggris, tanggal 10 November 1945 Surabaya akan dibombardir dari darat, laut dan udara,  setiap warga laki-laki Surabaya yang menyebut diri ‘Arek-arek Surabaya’ semuanya bersiap-siaga untuk menyongsong kematian dalam Jihad fii Sabilillah.
           Dengan tekad jihad fii sabilillah itulah, dapat dipahami bagaimana  Letnan Jenderal E.C.Mansergh yang semula menghitung, bahwa Surabaya akan jatuh dalam tempo tiga hari, ternyata harus geleng-geleng kepala sambil berkali-kali menggumam,”impossible! Impossible! ketika mendapati kenyataan bagaimana penduduk kota Surabaya yang sebagian besar bersenjata keris, tombak, pedang, sumpit beracun, dan bambu runcing yang dihujani bom dari darat, laut dan udara itu dengan perlawanan sengit mampu bertahan selama 100 hari, yaitu saat garis pertahanan mereka mundur setapak demi setapak sampai di daerah Waru di perbatasan Sidoarjo.
Mabuk dulu supaya berani perang
Dan sebagaimana Letnan Jenderal E.C.Mansergh, sebagian besar sejarawan tidak mengetahui – atau kalau pun tahu dengan sengaja pura-pura tidak tahu peristiwa penting sejarah itu  -- bahwa sebelum “Perang Rakyat” tiga hari pada 26-27-28 Oktober 1945 yang bermuara kepada pecahnya Perang Surabaya pada 10 November 1945, telah dimaklumkan Resolusi Jihad oleh PBNU di Surabaya pada 22 Oktober 1945, yang menyulut semangat jihad rakyat Surabaya, begitulah Peristiwa Pertempuran Surabaya selama ini lebih dipandang sebagai peristiwa yang berdiri sendiri yang berproses dan meletupkan sejarahnya sendiri atas dasar dorongan dan motivasi dari orang-orang atau golongan-golongan minoritas yang berusaha mempahlawankan diri dalam peristiwa besar itu.

  







You have read this article Sejarah with the title Momentum Resolusi Jihad: Didamaikan Bung Karno, Mallaby Tewas 29-30 Oktober 1945. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/10/momentum-resolusi-jihad-didamaikan-bung.html. Thanks!

No comment for "Momentum Resolusi Jihad: Didamaikan Bung Karno, Mallaby Tewas 29-30 Oktober 1945"

Post a Comment