Oleh: K Ng H Agus Sunyoto
Serdadu Inggris-India Bertahan di Got |
Dari rumah ke rumah mengepung Pos Pertahanan Musuh |
Sulthoni, kakak kandung Sjahroni yang menjadi anggota PRI Surabaya Tengah menuturkan bahwa ‘tawuran massal’ saat itu benar-benar tidak ada yang mengkomando. Kader-kader PRI yang terlatih dalam baris-berbaris dan menggunakan senjata, ternyata sudah sama dengan penduduk kampung yang lain, berteriak-teriak penuh semangat dan bersama-sama kerumunan manusia menyerang pasukan Sekutu dari berbagai arah seperti semut mengerumuni bangkai. “Yang pasti pertempuran tanggal 28 Oktober 1945 itu yang paling puncak, juga yang paling mengerikan, mayat Gurkha terlihat bergelimpangan di jalan-jalan dan selokan,” ujar Sulthoni.
Pasukan Elit Inggris-India |
Keterlibatan TKR dalam pertempuran telah mengubah arah dan jalan pertempuran. Jika sebelumnya penduduk bertempur dengan mengandalkan tekad (Bondo Nekad disingkat Bonek) dengan cara keroyokan sehingga jatuh banyak korban dan pasukan Inggris masih bisa bertahan meski dengan susah payah, dengan keterlibatan TKR jalannya pertempuran menjadi berubah. Penduduk yang selama pertempuran tanggal 26 – 27 Oktober 1945 menembak musuh sekenanya dan asal tembak, maka di bawah komando TKR lebih terarah dan lebih efisien arah bidikannya. Bahkan di daerah Tunjungan sampai Embong Malang, terjadi adu keahlian menembak antara sniper Sekutu dengan sniper TKR, yang juga pecah di daerah Asemrowo.
Para pelaku pertempuran tiga hari di Surabaya secara merata mengakui bahwa sejak TKR melibatkan diri dalam pertempuran tanggal 28 Oktober 1945, kekalahan Sekutu sudah sangat jelas terlihat. Satu demi satu pos pertahanan Sekutu jatuh ketika diserang dengan taktik dan strategi yang diajarkan Jepang di PETA, Hisbullah maupun Heiho. Tentara Sekutu yang tidak mampu lagi mempertahankan pos pertahanannya, lari menyelamatkan diri namun diburu oleh penduduk yang sudah mengepung dan begitu tertangkap, pasukan elit Inggris-India itu dibantai beramai-ramai meski tentara-tentara asal India itu meminta ampun dan mengaku muslim. Mendiang Presiden Pakistan Jenderal Zia-ul-Haqq, yang dewasa itu menjadi perwira pasukan Mahratta Brigade 49, mengakui bahwa pertempuran di Surabaya itu sebagai pertempuran yang mengerikan yang pernah dialaminya, yang membuatnya melarikan diri dari medan tempur.
A.W.S.Mallaby |
Sementara menurut catatan yang dikutip William H. Frederick dari Algemeen Rijksarchive, Public Record Office dan Rijksinstituut voor Oorlogsdocumentatie Indische Collectie orang-orang bersenjata yang menyerang pasukan sekutu yang tergolong tentara ‘reguler’ Indonesia berjumlah antara 10.000 – 20.000 orang. Sedang rakyat kampung yang bertempur diperkirakan 70.000 – 140.000 orang. Itulah yang membuat Brigade ke-49 Mahratta yang dalam jumlah kecil tersebar di berbagai pos pertahanan hanya memiliki kesempatan kecil untuk hidup. Cukup dicatat bahwa dalam tempo 24 jam, banyak tentara Sekutu terbunuh dan hampir semua pos atau unit pasukan dikepung, diancam dan dimusnahkan , atau dalam beberapa kasus, dihabiskan sama sekali. Mallaby sendiri yang cemas dan tidak berdaya menghadapi fakta kehancuran brigade yang dipimpinnya, melapor dan juga mengirim SOS kepada atasannya di Jakarta tentang keadaan di ‘neraka’ Surabaya. Mallaby berharap ada usaha gabungan antara Soekarno dan Hawthorn yang bisa menghentikan pertempuran sehingga sisa brigadenya bisa tertolong.
You have read this article Sejarah
with the title Momentum Resolusi Jihad: Mallaby Kirim SOS, Selamatkan Sisa Brigadenya 28 Oktober 1945. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/10/momentum-resolusi-jihad-mallaby-kirim.html. Thanks!
No comment for "Momentum Resolusi Jihad: Mallaby Kirim SOS, Selamatkan Sisa Brigadenya 28 Oktober 1945"
Post a Comment