Blog Pesantren Budaya Nusantara adalah sebuah inovasi pendidikan non formal berbasis Budaya Islam Nusantara di dunia maya yang memiliki tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan secara inovatif warisan budaya Nusantara yang adiluhung di tengah arus gelombang globalisasi yang akan menghapus identitas etnis, budaya, bahasa, agama, negara

Showing posts with label Ukhuwah. Show all posts
Showing posts with label Ukhuwah. Show all posts
Saturday, 19 October 2013

Nasehat Penemu Mesin Susu Listrik Kepada Para Mantri

Memerah Susu Cara Tradisional
       Berasal dari keluarga biasa-biasa saja tak menjadi penghalang bagi Hadi Apriliawan untuk meraih kesuksesan. Justru dari kondisi ekonomi keluarga yang serba pas-pasan inilah yang menjadi faktor semangat dalam hidup anak Peternak Sapi Perah ini. “Ya, Ibulah yang selama ini menjadi penyemangat hidup saya.” Ungkapnya kepada mahasiswa santri (mantri) Pesantren Global Tarbiyatul Arifin malam itu (18/10).
Dalam ngaji rutinan bertemakan bagaimana menjadi seorang pengusaha sukses itu, ia menasihati para mantri untuk tidak melupakan ibunya dalam setiap usaha yang dilakukan. Satu bacaan alfatihah yang dilantunkan dari mulut seorang ibu memiliki kekuatan luar biasa yang tidak boleh diabaikan oleh para calon pengusaha. Hal itu yang selama ini telah dibuktikannya. Setiap kali akan mengikuti sebuah perlombaan di bidang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), mantan mahasiswa UB ini selalu memohon do’a restu dari ibunda terkasih. “Dan Alhamdulillah, saya selalu mendapat juara.” Paparnya meyakinkan para mantri.



Memerah Susu Yang Lebih Higienis
          Ia berkisah bagaimana dulu saat masih mahasiswa ia hanya berbekal uang Rp. 400 ribu dalam rentang waktu 6 bulan. Kondisi tersebut menjadikannya mahasiswa nomaden, berpindah tempat dari satu masjid ke masjid yang lain. “Kalau sudah merasa tidak enak sama Pak Takmir, saya pindah, cari masjid lain.” Kenang Hadi, menghadirkan memori masa lalu yang cukup rumit.
Meski hidup sebagai mahasiswa nomaden, Hadi tak pernah minder dan berputus asa. Sebagai seseorang yang menginginkan kesuksesan tergenggam di tangan, Hadi mensyaratkan 3 hal: ingin, sangat ingin dan sangat-sangat ingin, sehingga tidak ada lagi pilihan lain kecuali melakukan usaha maksimal untuk mencapai kesuksesan itu. 3 hal itu pula yang diterapkannya dalam penemuan mesin susu-listrik (SULIS) yang satu unit kini dihargai 1,5 milyar. Kisah suksesnya ini berawal dari dunia perkuliahannya. Lelaki asal Banyuwangi itu selalu aktif untuk melihat sekecil apapun peluang dalam meraih kesuksesan. Ia tuangkan ide-idenya dengan mengikuti PKM yang secara rutin diadakan oleh DIKTI.
Mesin Pengolah Susu Sapi
Oleh karena berasal dari keluarga peternak, Hadi menjadikan peternakan sapi perah sebagai objek penelitian. Lama mengamati kinerja para peternak sapi perah, Hadi menemukan beberapa permasalahan. Di antaranya proses pemerahan susu yang kurang higienis sehingga terkesan jorok dan jijik. Selain itu, menurutnya, permasalahan krusial yang perlu diatasi adalah hasil susu perahan tidak bisa bertahan lama sehingga jika dalam jangka waktu satu hari susu perahan tidak laku di pasaran, maka akan terbuang sia-sia dan peternak hanya mendapat kerugian belaka. Dari problematika inilah, wirausahawan muda itu memperoleh ide untuk dapat mengawetkan susu hasil perahan dengan cara yang sehat dan higienis. Perjuangan Hadi tak sia-sia, hingga kini hasil penemuan SULIS nya telah memiliki hak paten dan go internasional.
Meski telah sukses, pemuda dengan jiwa wirausaha ini tidak kemudian berleha-leha. Ia mengembangkan jenis usahanya dengan memulai ternak kambing etawa yang kini omset per harinya telah mencapai Rp. 40  juta, masih ditambah usaha mengembangkan budidaya ikan lele dan ice cream kulit pisang. Melalui penelitian yang ia lakukan ditemukan bahwa kulit pisang memiliki kandungan gizi lebih baik ketimbang buah pisangnya sendiri, sehingga dari penelitian ini tumbuhlah ide untuk membuat ice cream kulit pisang.
“Untuk memulai usaha, tidak diperlukan modal yang besar, hanya butuh pola pikir kreatif, gagasan yang unik, berbeda, original dan berbasis sumber daya lokal. Terkait dana, ada banyak jalan untuk mendapatkannya. Karenanya, jangan pernah berhenti berkarya,” Nasihat Hadi  mengakhiri tema Ngaji-nya.

Reportase: Tina Siska Hardiyansyah.




You have read this article Ukhuwah with the title Ukhuwah. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2013/10/nasehat-penemu-mesin-susu-listrik.html. Thanks!
Saturday, 14 April 2012

Muslim Kepulauan Cocos di Samudera Hindia

           Nama Kepulauan Cocos,  hanya sedikit diketahui orang keberadaannya saking terpencilnya gugusan kepulauan tersebut dalam peta dunia. Padahal,  kepulauan Cocos letaknya sekitar lima mil laut di  barat daya pulau Jawa atau sekitar 1.272 km dari Jakarta. Kepulauan Cocos Keeling yang terdiri dari 2 atol dan 27 kepulauan koral itu, masuk ke dalam teritorial Australia.
              Meski dekat di selatan wilayah teritorial Indonesia, tak banyak penduduk Indonesia yang mengetahui keberadaan Kepulauan Cocos sampai saat Menteri Pertahanan Australia, Stephen Smith, pada 28 Februari 2012,  menyatakan bahwa besar kemungkinan AS akan menggunakan Pulau Cocos yang terpencil sebagai pangkalan militer AS sekalipun rencana itu tidak menjadi perhatian utama dan tidak menjadi bagian rencana besar bagi penguatan hubungan militer antara Canberra dan Washington. Pernyataan  Menhan Australia itu sejalan dengan harian The Washington Post, yang mengungkapkan bahwa AS tertarik menggunakan Pulau Cocos sebagai pangkalan pesawat-pesawat intai untuk  melakukan pengawasan terhadap  Kepulauan Spratly yang diperebutkan sejumlah Negara, karena AS menilai Pulau Cocos tak hanya ideal untuk pangkalan pesawat-pesawat tempur berawak namun juga untuk pesawat-pesawat tak berawak yang dikenal dengan nama Global Hawk, terutama  Angkatan Laut AS yang kini tengah mengembangkan Global Hawk model terbaru yang disebut pesawat intai kawasan maritim luas (BAMS) yang dijadwalkan beroperasi pada 2015.

         Oleh karena letak geografis Kepulauan Cocos sangat dekat dengan Indonesia, pemerintah Indonesia melalui Juru bicara Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin menyikapi rencana penggunaan Pulau Cocos sebagai pangkalan militer AS tersebut dengan mengirim nota protes kepada pemerintah Australia dan Amerika Serikat serta  meminta penjelasan tentang rencana pembangunan pangkalan militer AS di wilayah Australia tersebut. Nota protes Kementerian Pertahanan Indonesia itu wajar, sebab pangkalan militer AS yang akan dibangun di Kepulauan Cocos tersebut, tidak hanya berjarak sekitar 1.272 km di sebelah barat daya Jakarta dan hanya lima mil laut di barat daya pantai selatan Jawa melainkan kepulauan tersebut potensial untuk dijadikan  ‘jembatan penghubung’ dengan pangkalan militer AS  di Pulau  Diego Garcia, yang jaraknya hanya 1.700 km di sebelah barat daya Pulau Cocos.
             Lepas dari rencana AS menjadikan  kepulauan Cocos sebagai pangkalan militer, yang patut diketahui bahwa  mayoritas penduduk kepulauan Cocos adalah etnis Melayu beragama Islam mazhab Syafi’i. Sebagian besar penduduk asli kepulauan yang berada di Samudera Hindia itu,  memiliki tradisi yang  sama dengan warga Melayu Islam di Indonesia. Menurut catatan, mereka sudah hidup di pulau terisolasi ini lebih dari sepuluh generasi. Oleh karena kepulauan Cocos  sebagian penduduknya adalah etnis Melayu yang sudah lama menetap di situ, maka bagian terbesar dari nama-nama tempat yang ada di pulau tersebut terasa sangat Melayu seperti Teluk Sebrang, Teluk Gronjeng, Desa Bantam, Passe, Pantai Pasir Putih (white sand), dan sebagainya.
               Menurut perkiraan,  awal mula penduduk Melayu Cocos tinggal di wilayah terpencil itu ketika perdagangan Islam di Hindia Timur mulai berkembang di wilayah Nusantara, di mana Belanda membentuk persekutuan dagang Hindia Timur yang disebut VOC (Verenigde Oost Indie Compagnie) dan Inggris membentuk EIC (East Indie Company). Kedua perusahaan dagang asal Eropa itulah yang membawa sebagian penduduk Kepulauan Hindia Timur untuk menghuni kepulauan Cocos sebagai buruh, kuli, tukang. Beberapa orang keluarga di Kuala Lumpur, mengaku kakek dan neneknya berasal dari kepulauan Cocos. Oleh karena hubungan dengan Sumatera dan Semenanjung Malaysia terus berlangsung selama pendudukan Inggris, maka hingga saat ini pun penduduk kepulauan Cocos tetap setia memeluk Islam mazhab Syafi’i, dengan tradisi dan bahasa Melayu mereka pegang hingga kini. Oleh karena bahasa ibu mereka adalah Melayu, maka motto kepulauan Cocos pun dalam bahasa Melayu, yaitu 'Maju Pulau Kita', mirip  seperti bahasa Melayu dan Indonesia.
              Menurut sensus tahun 2007, jumlah penduduk di kepulauan Cocos  tidak lebih dari 1.000 jiwa. Populasi penduduk terbagi dalam dua pulau di wilayah barat 'West Ssland' dengan penduduk berjumlah lebih dari 150 jiwa dan yang di wilayah 'Home Island'  berjumlah kurang lebih sekitar 500 jiwa. Kedua wilayah ini masyarakatnya berbudaya dan berbahasa pengantar Melayu dan Inggris.
Yang unik dari kepulauan Cocos adalah yang terkait dengan pasokan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari yang lain yang secara tradisional didatangkan dari Indonesia. Sebagaimana Pulau Christmas dan West Island, pasokan bahasan makanan dan kebutuhan sehari-hari penduduk kepulauan Cocos salah satunya didatangkan dari Surabaya.
              Kepulauan Cocos adalah surga bagi penikmat pulau tropis dengan perairan biru dari Samudra Hindia. Kepulauan Cocos Keeling adalah sekelompok pulau karang yang membentuk dua atol. Hanya dua dari 27 pulau yang dihuni, sisanya belum pernah dijelajahi. Uniknya, di pulau kecil dan terpencil itu terdapat dua bandara udara, salah satu bandara bertaraf internasional yang bisa didarati pesawat-pesawat ukuran besar. Sejauh ini, Kepulauan Cocos merupakan surga liburan pulau tropis bagi penikmat snorkeling, surfing dan penyelaman kelas dunia.
Diposting: Izzulfikri M. Anshorullah
Sumber: Tapal Batas Edisi 13, April 2012; Republika Online
You have read this article Ukhuwah with the title Ukhuwah. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/04/muslim-kepulauan-cocos-di-samudera.html. Thanks!
Thursday, 22 March 2012

Rasyid Ridha Sang Pembaharu

Oleh: Nurul Inayah
BIOGRAFI RASYID RIDHA
               Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Muhammad Syama Al bin al-Kalamuny, dilahirkan ditengah-tengah sebuah keluarga yang memiliki sedikit kedudukan dengan tradisi pendidikan dan kesalehan, pada tahun 1865 di al-Qalamun, suatu desa di Libanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Suria).
             Semasa kecil ia dimasukkan ke madrasah tradisional di al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung dan membaca al-Qur’an. Di tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di al-Madrasah al-Wathaniyah al-Islamiyah (sekolah Nasional Islam) milik Syaikh Husain al-Jisr, yang terletak di Tripoli. Di madrasah ini, selain bahasa Arab, diajarkan pula bahasa Turki dan Perancis, dan juga, selain pengetahuan-pengetahuan agama, juga diajarkan pengetahuan-pengetahuan modern.
           Setelah itu, Rasyid Ridha meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama yang berada di Tripoli, walaupun demikian, hubunganya dengan Syaikh Husain al-Jisr tetap berjalan, dan guru inilah yang menjadi pembimbing baginya di masa muda. Selanjutnya, ia banyak dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, yaitu melalui majalah al-Urwah al-Wutsqo.

       Ia berniat untuk menggabungkan diri dengan al-Afghani, tetapi niat itu tak terwujud, dan semenjak pertemuannya dengan Muhammad Abduh, pengaruh Afghani pun mulai meredup dan tergantikan oleh pengaruh Muhammad Abduh. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran pembaru yang diperolehnya dari syaikh al-Jisr dan yang kemudian diperluas dengan ide-ide yang ia peroleh dari Afghani dan Abduh, menjadi sebuah pondasi yang kuat dan tertanam dalam jiwanya.
              Tidak seperti gurunya, Muhammad Abduh, yang lebih bisa disebut sebagai seorang yang liberal, Rasyid Ridha mendekatkan dirinya pada ajaran Ibnu Taimiyah dan praktik-praktik Wahabiyyah, salah satu faktor yang menuntunya pada ajaran tersebut, adalah karena kecurigaannya terhadap tasawuf.
            Setelah menebarkan kiprah dirinya dalam banyak bidang, pada bulan Agustus tahun 1935, sekembalinya dari Suez setelah mengantarkan Pangeran Su’ud, ia meninggal dunia dan meninggalkan banyak ide-ide pembaruan, yang cukup memberikan pengaruh terhadap generasi selanjutnya.

BUAH PEMIKIRANNYA
             Pada dasarnya, pemikiran-pemikiran pembaruan yang diajukan Rasyid Ridha, tidaklah banyak berbeda dengan ide-ide yang disampaikan oleh Afghani dan Muhammad Abduh. Ia juga berpendapat bahwasanya umat Islam mundur karena tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Perbuatan-perbuatan mereka telah menyeleweng dari ajaran-ajaran islam yang sebenarnya.
           Sebenarnya, ia telah mulai menjalankan ide-ide pembaruannya semenjak ia masih berada di Suria, tetapi usaha-usahanya tersebut mendapat tantangan dari pihak kerajaan Usmani. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk hijrah ke Mesir, dekat dengan gurunya, Muhammad Abduh.
              Beberapa bulan kemudian, ia mulai menerbitkan majalah yang cukup ternama, yaitu al-Manar. Di dalam nomor pertama dijelaskan bahwa tujuan al-Manar adalah sama dengan tujuan al-Urwah al-Wutsqa, yaitu antara lain adalah mengadakan pembaruan dalam bidang agama, sosial dan ekonomi, memberantas takhayul dan bid’ah-bid’ah yang masuk ke dalam tubuh Islam, menghilangkan faham fatalisme yang terdapat dalam kalangan umat Islam serta faham-faham salah yang dibawa tarekat-tarekat tasawuf, serta meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam dari permainan-permainan politik negara-negara Barat.
               Sebagai tokoh pembaruan yang masih condong pada ajaran-ajaran ibnu Taimiyah dan sekaligus sebagai penyokong aliran Wahabi, ajarannya berpaham salaf yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam kepada al-Qur’an dan hadits.
              Secara umum, pandangan Islam yang dipegang oleh Rasyid ridha, adalah seperti yang disebarluaskan oleh Afghani dan Muhammad Abduh. Pandangan ini dimulai dari pertanyaan tentang mengapa dunia Islam mengalami ketertinggalan dalam semua aspek peradaban. Dan, jawaban mendasar mengenai hal tersebut adalah ajaran-ajaran dan perintah-perintah Islam yang pada dasarnya serba mencakup, sehingga jika dipahami dengan benar dan dipatuhi sepenuhnya, ia akan membawa pada kesuksesan dunia dan akhirat kelak.
               Umat Islam adalah jantung dari peradaban dunia selama ia benar-benar Islami. Penyebab ketertinggalan ini adalah dikarenakan muslim telah kehilangan kebenaran sejati agamanya. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya penguasa-penguasa politik yang buruk.
                 Menurut Rasyid Ridha, kejayaan Islam masa lalu dapat tercipta kembali, apabila orang-orang muslim bersedia kembali pada al-Qur’an dan perintah-perintah moral yang terkandung di dalamnya. Sedangkan keterampilan teknis secara potensial adalah universal, dan penguasaan atasnya tergantung pada kebiasaan-kebiasaan moral dan prinsip-prinsip intelektual tertentu. Jika orang-orang muslim memilikinya, mereka akan dengan mudah dapat meraih keterampilan teknis, dan kebiasaan-kebiasaan serta prinsip-prinsip semacam itu sesungguhnya telah terkandung di dalam Islam.
                  Meskipun pada dasrnya ide-ide dan pemikiran yang dihasilkan oleh Rasyid Ridha memiliki banyak kesamaan dengan ide-ide dan pemikiran sang Guru, Muhammad Abduh, namun, diantara keduanya juga terdapat perbedaan. Salah satunya adalah, Muhammad Abduh, bersifat lebih liberal dibandingkan Rasyid Ridha. Abduh tidak mau terikat pada salah satu aliran atau mazhab yang ada dalam Islam, ia melepaskan diri dari aliran dan mazhab yang pernah dianutnya, alasannya adalah karena ia ingin bebas dalam menelurkan ide-ide dan pemikirannya. Pindah dari satu aliran ke aliran lain bukanlah kebebasan, melainkan terikat pada ikatan-ikatan baru. Berbeda dengan Rasyid ridha, ia masih memegang mazhab dan masih terikat pada pendapat-pendapat Ibn Hambal dan Ibn Taimiyah. Ia juga sangat mendukung gerakan yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abdul Wahab, karena ia semazhab dengannya.
             Selain itu, perbedaan antara keduanya juga terlihat dari cara mereka menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Bagi Abduh, ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mempunyai Wajah, Tangan, Kursi, dan lain sebagainya, harus diberi interpretasi, dalam arti harus dimengerti makna yang tersirat di dalammnya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan Kursi Tuhan adalah Pengetahuan Tuhan, dan yang dimaksud dengan Tahta Tuhan adalah Kekuasaan-Nya. Bagi Rasyid Ridha, kelihatanya, Tahta Tuhan masih mengandung arti sebagai tahta, meskipun Tahta Tuhan tidaklah sama dengan tahta pada manusia.
                Perbedaan-perbedaan tersebut, juga terlihat dalam karya mereka, yaitu tafsir al-Manar, misalnya ketika Rasyid Ridha memberikan komentar terhadap uraian Abduh dalam menyoal permasalahan mengenai balasan di akhirat yang disebutkan dalam ayat ke-25 surat al-Baqarah. Muhammad Abduh menekankan terhadap makna filosofis. Tafsiran iu mengandung arti bahwa balasan yang akan diterima bersifat rohani. Rasyid Ridha dalam komentarnya lebih menekankan balasan dalam bentuk jasmani, dan bukan dalam bentuk rohani.
               Ide-ide pembaruan Rasyid Ridha meliputi berbagai bidang, diantaranya adalah bidang agama, bidang pendidikan, dan bidang politik, yang secara sedikit lebih terperincinya, akan dibahas pada kalimat demi kalimat berikutnya.

BIDANG AGAMA
             Rasyid Ridha berpendapat bahwa faktor utama yang menyebabkan umat islam lemah, adalah karena tidak lagi mengamalkan ajaran islam yang sebenarnya. Menurutnya, Islam telah banyak diselimuti oleh faktor bid’ah yang menghambat perkembangan dan kemajuan umat, diantara bid’ah-bid’ah yang dimaksudkan itu ialah pendapat bahwa dalam Islam terdapat ajaran kekuatan batin yang membuat pemiliknya dapat memperoleh segala yang dikehendakinya, dan sekaligus juga memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Selain itu, bid’ah lain yang juga mendapat tantangan keras dari Rasyid Ridha, ialah ajaran syekh-syekh tarekat tentang tidak pentingnya kehidupan duniawi, tawakkal yang berlebihan, serta kepatuhan yang berlebihan terhadap syekh dan wali.
                 Ia berpendapat bahwa salah satu penyebab mundurnya umat Islam lainnya adalah paham fatalisme, karena paham tersebut menyebabkan manusia tidak memiliki etos kerja dan cenderung tidak mau berpacu atau pasrah dengan keadaan. Menurutnya, salah satu penyebab kemajuan Eropa adalah paham dinamika. Dalam pandangannya, sifat dinamis tersebut pada dasarnya telah dimiliki oleh Islam, karena itu Islam harus bersikap aktif dan memberikan penghargaan terhadap akal. Dinamika dan sifat aktif itu terkandung dalam kata jihad, jihad dalan arti berusaha keras, dan bersedia berkorban untuk mencapai tujuan perjuangan. Faham jihad serupa inilah yan menyebabkan umat islam di zaman klasik dapat menguasai dunia.
              Rasyid Ridha, sebagaimana Muhammad Abduh, menghargai akal manusia. Meskipun, penghargaannya terhadap akal tidak setinggi penghargaan yang diberikan oleh Muhammad Abduh. Baginya, akal dapat dipakai dalam hal yang berkenaan dengan hidup bermasyarakat, dan tidak terhadap hal-hal yang berkenaan dengan ibadah. Ijtihad tidaklah diperelukan dalam persoalan ibadah. Ijtihad hanya diperlukan dalam menghadapi persoalan-persoalan bermasyarakat. Ijtihad juga tidak diperlukan terhadap ayat dan hadits yang mengandung arti tegas, namun hanya terhadap ayat dan hadits yang tidak mengandung arti tegas, serta terhadap persoalan-persoalan yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits. Disinilah letak dinamika Islam dalam pandangan Rasyid Ridha.
                Umat islam harus menggali kembali teks al-Qur’an tanpa harus terikat pada pendapat para ulama terdahulu, sebab, akal dapat memberikan interpretasi atau pemahaman ulang terhadap teks-teks al-qur’an dan hadist yang tidak mengandung arti tegas, atau bersifat dhanny, apalagi persoalan-persoalan yang tidak terkandung dalam al-qur’an dan hadits.
                  Untuk mengatasi sikap fanatik terhadap pendapat para ulama terdahulu, Rasyid Ridha menganjurkan terhadap adanya toleransi bermazhab. Yang perlu dipertahankan dalam kesamaan faham umat, menurutnya hanyalah mengenai hal-hal mendasar saja (misalnya mengenai masalah ke-Tuhan-an), sedangkan dalam hal perincian dan bukan dalam hal yang mendasar, diberikan kemerdekaan bagi tiap orang untuk menjalankan mana yang disetujuinya.
                    Rasyid Ridha melihat perlunya diadakan penafsiran modern terhadap al-Qur’an, yaitu penafsiran yang sesuai dengan ide-ide yang dicetuskan oleh gurunya. Ketika Muhammad Abduh memberikan kuliah mengenai tafsir al-Qur’an di al-azhar, ia menuliskan keterangan-keterangan yang diberikan oleh gurunya tersebut, dan kemudian disusun dalam bentuk karangan teratur dan diperiksa kembali oleh Abduh, selanjutnya, karangan itu ia siarkan dalam al-Manar. Yang dikemudian hari, menjadi titik awal tersusunnya tafsir al-Manar. Namun, Muhammad Abduh hanya sempat menyelesaikan penafsiran hingga ayat ke-125 dari surat an-Nisa (jilid III dari tafsir al-Manar), dan selanjutnya, diteruskan oleh Rasyid Ridha sesuai dengan jiwa dan ide yang dicetuskan oleh sang guru.
                 Menurut Rasyid Ridha, umat harus dibawa kembali kepada ajaran islam yang sebenarnya, murni dari segala bid’ah yang ada. Dan dalam pemahamannya, Islam yang murni itu sangatlah sederhana, sederhana dalam ibadah, juga dalam muamalahnya. Ibadah terlihat berat dan ruwet karena ke dalam hal-hal yang wajib dalam ibadah tersebut, telah ditambahkan hal-hal yang bukan wajib, tetapi sebenarnya hanya sunnah. Sedangkan, mengenai hal-hal yang sunnah ini, terdapat perbedaan faham, dan timbullah kekacauan.
                Dalam soal muamalah, dasar-dasar seperti keadilan, persamaan, serta pemerintahan, perincian dan pelaksanaannya, umatlah yang menentukan. Sedangkan, hukum-hukum fiqh mengenai hidup kemasyarakatan, didasarkan kepada al-Qur’an dan Hadits, namun demikian ayat-ayat al-Qur’an dan hadits tidak boleh dianggap absolut dan seakan tidak dapat dirubah. Hukum-hukum itu timbul sesuai dengan suasan tempat dan zaman ia timbul.

BIDANG PENDIDIKAN
                        Menurut Rasyid Ridha, membangun sarana pendidikan adalah lebih baik dibandingkan membangun masjid. Menurutnya, masjid tidak besar nilainya apabila mereka yang shalat di dalamnya hanyalah orang-orang bodoh. Akan tetapi dengan membangun sarana dan prasarana pendidikan, akan dapat menghapuskan kebodohan. Dengan begitu, pekerjaan duniawi dan ukhrawi akan menjadi baik dan teratasi.
Ia juga mengadakan berubahan kurikulum dengan melakukan penambahan materi-materi seperti Teologi, Pendidikan Moral, Sosiologi, Ilmu Bumi, Sejarah, Ekonomi, Ilmu Hitung, Ilmu Kesehatan, Bahasa-Bahasa Asing dan Ilmu Mengatur Rumah Tangga (kesejahteraan keluarga) yaitu di samping ilmu-ilmu seperti Fiqh, Tafsir, Hadits, dan lain-lainnya yang biasa diberikan di madrasah-madrasah tradisional.
                Pada tahun 1909, ia menerima banyak keluhan mengenai aktivitas missi Kristen di negara-negara Islam, dan untuk menandingi aktivitas tersebut, ia melihat perlunya diadakan dan dibangun sebuah sekolah missi Islam. Akhirnya, pada tahun 1912, ia berhasil mendirikan sekolah yang dimaksud, dengan nama al-Da’wah wa al-Irsyad. Namun sayangnya, sekolah missi tersebut tidaklah berumur panjang, karena terpaksa harus ditutup pada tahun 1914, yaitu ketika pecahnya perang dunia I.
               Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, berpandangan bahwasanya untuk mengarahkan dan membawa umat Islam pada kemajuan, kuncinya terletak pada upaya memperbarui pendidikan dengan segenap komponen yang ada di dalamya. Serta, diarahkan kepada upaya melahirkan manusia yang memiliki keunggulan dalam bidang ilmu agama dan umum.

BIDANG POLITIK
              Ia memainkan peran yang cukup besar dalam politik Suriah, mengadakan negosiasi-negosiasi dengan inggris pada masa perang, sebagai presiden kongres Suriah tahun 1920, sebagai anggota delegasi Suriah-Palestina di Jenewa pada 1921, dan komite politik di Kairo selama Revolusi Suriah 1925-1926.
Seperti telah tertera di atas, bahwasanya Rasyid Ridha telah memulai kiprahnya di dunia politik semenjak masih berada di tanah airnya, dan setelah pindah ke Mesir ia juga ingin meneruskan kegiatan politiknya. Akan tetapi, atas nasehat Muhammad Abduh, ia menjauhi lapangan politik. Setelah gurunya meninggal, barulah ia memulai bermain kembali dalam lapangan politik.
               Di dalam majalah al-Manar ia mulai menulis dan memuat karangan-karanga yang menentang pemerintahan absolut kerajaan Usmani. Selanjutnya, ia juga memuat tentang tulisan-tulisan yang menentang politik Inggris dan Prancis untuk membagi-bagi dunia Arab di bawah kekuasaan mereka masing-masing.
Sebagaimana halnya Afghani, Rasyid Ridha juga melihat perlunya dihidupkan kembali kesatuan umat Islam. karena menurutnya, salah satu sebab lain bagi kemunduran umat islam ialah adanya perpecahan yang terjadi di kalangan umat. Kesatuan yang dimaksudkan bukanlah kesatuan yang didasarkan atas kesatuan bahasa ataupun bangsa, tetapi kesatuan atas dasar keyakinan yang sama. Oleh karena itu, ia tidak setuju dengan gerakan nasionalisme. Ia beranggapan bahwasanya faham nasionalisme bertentangan dengan ajaran persaudaraan seluruh umat dalam Islam. Karena, dalam persaudaraan Islam, tidaklah dikenal adanya perbedaan bahasa, tanah air maupun bangsa.
                 Menurut Rasyid Ridha, hukum dan undang-undang tidak dapat dijalankan tanpa kekuasaan dari pemerintah. Oleh karena itu, kesatuan umat memerlukan suatu bentuk negara. Negara yang dianjurkan olehnya adalah negara dalam bentuk kekhalifahan. Kepala negara ialah khalifah. Khalifah, karena mempunya kekuasaan legislatif, harus mempunyai sifat mujtahid. Tetapi, khalifah tidak boleh bersifat absolut. Ulama merupakan pembantu-pembantunya yang utama dalam soal memerintah umat. Khalifah adalah mujtahid besar dan di bawah kekhalifahan lah, kemajuan dapat dicapai dan kesatuan umat dapat diwujudkan. Sedangkan, kedaulatan umat tetap berada di tangan umat dan berdasarkan prinsip musyawarah. Idenya mengenai kekhalifahan tersebut, ia tuangkan dalam karyanya yang berjudul al-Khilafah.
You have read this article Ukhuwah with the title Ukhuwah. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/03/rasyid-ridha-sang-pembaharu.html. Thanks!
Thursday, 29 December 2011

Umat Islam Rumania di Tengah Perubahan Global

              Menurut sumber-sumber yang banyak beredar di Rumania, Islam pertama kali muncul ketika Pemimpin Sufi Sari as-Saqati datang ke wilayah ini selama Zaman Bizantium. Kehadiran Islam di Utara Dobruja kemudian diperluas oleh Khilafah Usmani yang melihat terjadinya imigrasi berturut-turut. Di Wallachia dan Moldavia, dua kerajaan Danubian, zaman Usmani itu tidak terjadi pertumbuhan jumlah kaum Muslim, yang kehadirannya di sana tetap kecil. Juga pertempuran antara Khilafah Usmani dengan Keksaisaran Habsburg menyebabkan  banyak kaum Muslim pindah ke jantung negeri Islam
              Rumania kemudian muncul pada tahun 1859 sebagai sebuah kesatuan kerajaan-kerajaan Moldavia dan Wallachia. Dobruja Utara menjadi bagian dari Romania setelah Perang Rusia-Turki tahun 1877-1878. Namun selama rezim komunis, kaum muslim Rumania mengalami tindakan-tindakan keras dan penindasan, khususnya dilakukan pengawasan oleh negara. Di bawah tekanan kaum komunis, ternyata kaum Muslim di Rumania berhasil mempertahankan agama mereka. Setelah komunisme runtuh dan Revolusi Rumania terjadi tahun 1989, umat Islam mampu memulai dakwah Islam secara terbuka.

              Agama Islam di Rumania dipeluk oleh hanya 0,3 persen dari penduduknya. Ini  sama dengan sekitar 60.000 orang saja, tetapi memiliki lebih dari 800 tahun tradisi di Dobruja Utara, sebuah daerah di pantai Laut Hitam yang merupakan bagian dari Khilafah Usmani selama hampir lima abad (sekitar tahun 1420-1878). Di Rumania saat ini, sebagian besar pemeluk Islam berasal dari etnis Tatar dan masyarakat keturunan Turki. Sebagian besar Muslim Rumania adalah Sunni yang mengikuti mazhab Hanafi. 97%.  Muslim Rumania adalah penduduk dua wilayah yang membentuk Dobruja Utara: 85 % nya tinggal di ConstanÅ£a, dan 12 % di Tulcea. Sisanya terutama mendiami pusat-pusat perkotaan seperti Bucharest, Braila, Calarasi, GalaÅ£i, Giurgiu, dan Drobeta-Turnu Severin.
               Secara keseluruhan, Rumania memiliki 80 masjid, atau, menurut catatan Kementrian Kebudayaan dan Agama Rumania, ada 77  buah mesjid. Kota ConstanÅ£a, dengan Mesjid Carol I merupakan tempat Muftiyat, yang adalah pusat Islam Rumania; Mangalia, dekat ConstanÅ£a, adalah tempat bagi sebuah masjid monumental yang dibangun pada tahun 1525. Kedua masjid itu diakui Negara sebagai monumen bersejarah, seperti juga yang ada di HârÅŸova, Amzacea, Babadag dan Tulcea. Ada juga 108 area kuburan Islam di Rumania.
               Setelah Revolusi Rumania tahun 1989, ketika Rumania meninggalkan blok Timur Komunis,  rakyat Rumania memiliki kesempatan untuk menemukan Islam dan merasakan hasilnya. Saat in ada sebanyak 3.000 orang masuk Islam dan jumlah ini meningkat dari hari ke hari. Dengan menjadi mualaf mereka menghadapi masalah tertentu dalam masyarakat yang tidak siap untuk menerima mereka. Sebagian besar kelompok di Rumania memiliki sedikit keinginan untuk mendukung kaum muslim pada umumnya. Karena alasan ini umat Islam di Rumania terpaksa mendirikan sebuah organisasi yang mampu membela dan mempertahankan kebutuhan umat di Rumania. Aliansi Rumania Islam didirikan untuk melindungi dan membela umat  Islam di Rumania.
                Ketika Islam datang ke Eropa, benua itu hidup dalam zaman kegelapan. Eropa Timur tenggelam dalam takhayul, sihir dan ilmu sihir. Islam datang dan membawa suatu keyakinan rasional yang baru yang menghilangkan wilayah itu dari kesengsaraan dan memberikan tujuan hidup bagi penduduknya. Sementara di daratan Eropa tantangannya adalah untuk membela agama ini, masyarakat di Rumania dan di banyak bagian Eropa Timur membutuhkan pembebasan dari kapitalisme dan nasionalisme dan di negeri inilahlah Kaum Muslim Rumania berada di posisi terdepan untuk melaksanakan tugas yang telah dimulai oleh Nabi Muhammad SAW dan kemudian diperluas oleh Khilafah Usmani. Saat ini wajah umat Islam menghadapi isu yang sama secara global, yaitu meluasnya asumsi seputar lenyapnya identitas etnis, bahasa, budaya, agama, dan bahkan territorial agama akibat globalisasi. Itu sebabnya, dalam usaha mempertahankan eksistensi umat Islam di dunia dengan berbagai keragaman identitasnya, umat Islam Rumania harus berdiri bahu membahu dengan umat Islam di seluruh dunia untuk bertahan dari rekayasa global yang ingin melenyapkan identitas kebhinnekaan bangsa-bangsa, termasuk bangsa-bangsa beragama Islam. Semoga Allah memberikan pertolongan-Nya.
Diposting: Izzulfikri M. Anshorullah
Sumber: eramuslim.wordpress.com, www.republika.co.id, www.khilafah.com
You have read this article Ukhuwah with the title Ukhuwah. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/12/umat-islam-rumania-di-tengah-perubahan.html. Thanks!
Sunday, 23 October 2011

Setelah Observasi, John Clenn Howell Mendapat Hidayah

Oleh: Izzulfikri M. Ansorullah
               Keingintahuan besar John Clenn Howell terhadap Islam terus mengusiknya. Ia tak sekedar bertanya tapi juga mengamati mereka. “Terlihat gamblang bagi saya bahwa ada yang salah dengan cara masyarakat memandang Muslim secara keseluruhan,” tuturnya.
                Hanya dengan obeservasi sederhana pria kelahiran 17 Oktober 1973 silam ini cukup yakin untuk menyimpulkan bahwa mayoritas besar Muslim adalah normal. Malah, ia menilai mereka sama sekali jauh dari potret fanatik haus darah yang kerap dimunculkan di televisi.
               Mengingat dalam Muslim ada pula individu yang menyimpang, maka, ia berpikir Islam pun  bukan ajaran sesat. “Sama dengan Nasrani yang juga tidak terkait dengan ulah orang-orang semacam Timothy McVeigh, David Koresh dan Jim Jones,”
               Rasa penasaran Howell berlanjut. Ia pun mulai membaca Al-Qur’an dan di luar dugaan, banyak isi dalam kitab suci itu yang akrab baginya. “Ini sangat mengejutkan. Pasalnya ketika saya membuka Al-Qur’an saya tidak berharap menemukan sesuatu yang saya kenali,” tuturnya.
                 Islam, menurut Howell, sangat berbeda dengan yang ia sangkakan. “Saya langsung memahami dan sepakat dengan pilar utama yang merupakan pengakuan bahwa tidak ada sesuatu yang layak disembah selain Tuhan."

                 “Tiba-tiba saya meyakini semua penjelasan tentang Tuhan yang saya temukan di Al-Qur’an. Di antara semua penjelasan yang paling mempengaruhi saya adalah kalimat dalam Surah Al-Ikhlas,” tuturnya.
                   Ia juga mengetahui bahwa Allah, dalam nama Arab adalah Tuhan yang sama yang diserukan para Nabi untuk disembah, Tuhannya Ibrahim, Musa, Jesus dan Muhammad saw. “Informasi yang mengungkap kebenaran Allah, ditambah dengan sebuah pernyataan dari Kitab-Nya memberi cukup alasan bagi saya untuk bertindak.
              Pernyataan itu adalah, “Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku (Adh-Dhariyat 51:56)
                  Howel meyakini Islam adalah agama asli, mutlak, murni monoteisme dan menolak total bentuk-bentuk politeisme atau menyembah berhala atau dewa. “Sangat jelas sangat jelas bagi saya bahwa ini adalah satu-satunya jalan hidup sempurna bagi setiap manusia yang bebas dari unsur ras dan ideologi. Pencarian saya terhadap Kebenaran Universal menuntun saya kepada Islam,”
                 Pada 1999 ia mengambil keputusan besar. Ia memeluk Islam kala berusia 26 tahun. “Itu mengubah  hidup saya keseluruhan dan saya mulai mempraktekkan ajaran Islam selangkah demi selangkah, sedikit demi sedikit,”
                Awalnya ia tidak memberitahukan hal itu kepada teman-teman dekatnya karena takut menghadapi penolakan dan ejekan. Toh, akhirnya mereka mengetahui ketika ia mulai mengenakan baju-baju Muslim dan mulai menolak melakukan perbuatan buruk.
                 “Terus terang, saya terasing dari banyak orang. Saya biasa pergi dengan mereka, dan perubahan ini membuat saya berjarak dengan teman-teman,” ujarnya.
                Beberapa teman masih berhubungan–namun dengan sikap hati-hati. “Akhirnya setelah bertahun-tahun mereka yang benar-benar dekat tahu bahwa saya masih seperti  Howell yang dulu, akhirnya mereka menghormati keputusan saya apa adanya,” tutur Howell kepada Republika.co.id lewat surat elektroniknya pekan lalu.
                  “Saya memutus hubungan dengan masa lalu dan saya tidak lagi menoleh ke belakang. Saya berupaya sangat keras membersihkan diri,” tuturnya. Howel mengakui itu adalah hal terberat baginya.
                “Saya akui, gaya hidup sebelum masuk Islam bisa membunuh saya bila terus saya lanjutkan. Saya banyak bereksperimen dengan hal berbahaya, termasuk menggunakan obat dan narkotika ketika mencoba meluaskan kesadaran untuk mencari kebenaran,” tutur Howell dalam suratnya.
               Ia mengaku bukan orang yang religius. “Saya sendiri tidak pernah membayangkan diri saya bisa menjadi religius,” imbuhnya.
                Saat ini, menurut Howell, kesulitan paling nyata setelah memeluk Islam ialah berjuang mengatasi dirinya sendiri. “Butuh perjuangan mengubah kehidupan agar sejalan dengan Islam, terutama di negara non-Muslim dengan orang-orang yang jahil, tak peduli dan salah memahami Islam,” ujarnya.
                “Tapi bila anda bertanya kepada saya sepuluh tahun lalu, saya tak bisa berujar seperti ini,” kata Howell. “Semua berubah menjadi lebih baik dari yang saya harapkan dan itu tidak lain karena Allah yang telah memandu saya. Saya sungguh bersyukur.”
                 “Semua orang sama dan sederajat seperti gigi-gigi sisir,” ujarnya membuat analogi. “Semua adalah anak cucu Adam dan diciptakan dari tanah. Tak ada yang superior, tak berlaku pada Arab dibanding non-Arab atau kulit putih terhadap kulit hitam, kecuali ketakwaan mereka,” tegasnya.
Sumber: www.republika.co.id
You have read this article Ukhuwah with the title Ukhuwah. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/10/setelah-observasi-john-clenn-howell.html. Thanks!
Thursday, 20 October 2011

Setelah Ateis sejak Usia 18 Tahun, Dr Jeffry Lang Beroleh Hidayah

Oleh: Izzulfikri M.Ansorullah

      Sejak kecil Dr Jeffrey Lang dikenal sebagai anak yang selalu ingin tahu. Ia kerap mempertanyakan logika sesuatu dan mengkaji apa pun berdasarkan perspektif rasional. “Ayah, surga itu ada?” tanya Jeffrey kecil suatu kali kepada ayahnya tentang keberadaan surga, saat keduanya berjalan bersama anjing peliharaan mereka di pantai. Bukan suatu kejutan jika kelak Jeffrey Lang menjadi profesor matematika, sebuah wilayah di mana tak ada tempat selain logika.

               Saat menjadi siswa tahun terakhir di Notre Dame Boys High, sebuah SMA Katholik, Jeffrey Lang memiliki keberatan rasional terhadap keyakinan akan keberadaan Tuhan. Diskusi dengan pendeta sekolah, orangtuanya, dan rekan sekelasnya tak juga bisa memuaskannya tentang keberadaan Tuhan. “Tuhan akan membuatmu tertunduk, Jeffrey!” kata ayahnya ketika ia membantah keberadaan Tuhan di usia 18 tahun.

Ia akhirnya memutuskan menjadi atheis pada usia 18 tahun, yang hal itu berlangsung selama 10 tahun ke depan selama menjalani kuliah S1, S2, dan S3, sampai  akhirnya ia  memeluk Islam.

                   Adalah beberapa saat sebelum atau sesudah memutuskan menjadi atheis, Jeffrey Lang mengalami sebuah mimpi. Berikut penuturan Jeffrey Lang tentang mimpinya itu:

              Kami berada dalam sebuah ruangan tanpa perabotan. Tak ada apa pun di tembok ruangan itu yang berwarna putih agak abu-abu. Satu-satunya ‘hiasan’ adalah karpet berpola dominan merah-putih yang menutupi lantai. Ada sebuah jendela kecil, seperti jendela ruang bawah tanah, yang terletak di atas dan menghadap ke kami. Cahaya terang mengisi ruangan melalui jendela itu.

               Kami membentuk deretan. Saya berada di deret ketiga. Semuanya pria, tak ada wanita, dan kami semua duduk di lantai di atas tumit kami, menghadap arah jendela. Terasa asing. Saya tak mengenal seorang pun. Mungkin, saya berada di Negara lain. Kami menunduk serentak, muka kami menghadap lantai.

              Semuanya tenang dan hening, bagaikan semua suara dimatikan. Kami serentak kami kembali duduk di atas tumit kami. Saat saya melihat ke depan, saya sadar kami dipimpin oleh seseorang di depan yang berada di sisi kiri saya, di tengah kami, di bawah jendela. Ia berdiri sendiri. Saya hanya bisa melihat singkat punggungnya. Ia memakai jubah putih panjang. Ia mengenakan selendang putih di kepalanya, dengan desain merah. Saat itulah saya terbangun.

                   Sepanjang sepuluh tahun menjadi atheis, Jeffrey Lang beberapa kali mengalami mimpi yang sama. Bagaimanapun, ia tak terganggu dengan mimpi itu. Ia hanya merasa nyaman saat terbangun. Sebuah perasaan nyaman yang aneh. Ia tak tahu apa itu. Tak ada logika di balik itu, dan karenanya ia tak peduli kendati mimpi itu berulang.

                   Sepuluh tahun kemudian, saat pertama kali memberi kuliah di University of San Fransisco, dia bertemu murid Muslim yang mengikuti kelasnya. Tak hanya dengan sang murid, Jeffrey pun tak lama kemudian menjalin persahabatan dengan keluarga sang murid. Agama bukan menjadi topik bahasan saat Jeffrey menghabiskan waktu dengan keluarga sang murid. Hingga setelah beberapa waktu salah satu anggota keluarga sang murid memberikan Al-Qur’an kepada Jeffrey.

                  Kendati tak sedang berniat mengetahui Islam, Jeffrey mulai membuka-buka Al-Qur’an dan membacanya. Saat itu kepalanya dipenuhi berbagai prasangka.

                “Anda tak bisa hanya membaca Al-Qur’an, tidak bisa jika Anda tidak menganggapnya serius. Anda harus, pertama, memang benar-benar telah menyerah kepada Al-Qur’an, atau kedua, ‘menantangnya’,” ungkap Jeffrey.

                   Ia kemudian mendapati dirinya berada di tengah-tengah pergulatan yang sangat menarik. “Ia (Al-Qur’an) ‘menyerang’ Anda, secara langsung, personal. Ia (Al-Qur’an) mendebat, mengkritik, membuat (Anda) malu, dan menantang. Sejak awal Ia (Al-Qur’an) menorehkan garis perang, dan saya berada di wilayah yang berseberangan.”

                “Saya menderita kekalahan parah (dalam pergulatan). Dari situ menjadi jelas bahwa Sang Penulis (Al-Qur’an) mengetahui saya lebih baik ketimbang diri saya sendiri,” kata Jeffrey. Ia mengatakan seakan Sang Penulis membaca pikirannya. Setiap malam ia menyiapkan sejumlah pertanyaan dan keberatan, namun selalu mendapati jawabannya pada bacaan berikutnya, seiring ia membaca halaman demi halaman Al-Qur’an secara berurutan.

                   “Al-Qur’an selalu jauh di depan pemikiran saya. Ia menghapus aral yang telah saya bangun bertahun-tahun lalu dan menjawab pertanyaan saya.” Jeffrey mencoba melawan dengan keras dengan keberatan dan pertanyaan, namun semakin jelas ia kalah dalam pergulatan. “Saya dituntun ke sudut di mana tak ada lain selain satu pilihan.”

                    Saat itu awal 1980-an dan tak banyak Muslim di kampusnya, University of San Fransisco. Jeffrey mendapati sebuah ruangan kecil di basement sebuah gereja di mana sejumlah mahasiswa Muslim melakukan sholat. Usai pergulatan panjang di benaknya, ia memberanikan diri untuk mengunjungi tempat itu.

                   Beberapa jam mengunjungi di tempat itu, ia mendapati dirinya mengucap syahadat. Usai syahadat, waktu shalat dzuhur tiba dan ia pun diundang untuk berpartisipasi. Ia berdiri dalam deretan dengan para mahasiswa lainnya, dipimpin imam yang bernama Ghassan. Jeffrey mulai mengikuti mereka shalat berjamaah.

                  Jeffrey ikut bersujud. Kepalanya menempel di karpet merah-putih. Suasananya tenang dan hening, bagaikan semua suara dimatikan. Ia lalu kembali duduk di antara dua sujud.

                 “Saat saya melihat ke depan, saya bisa melihat Ghassan, di sisi kiri saya, di tengah-tengah, di bawah jendela yang menerangi ruangan dengan cahaya. Dia sendirian, tanpa barisan. Dia mengenakan jubah putih panjang. Selendang (scarf) putih menutupi kepalanya, dengan desain merah.”

                 “Mimpi itu! Saya berteriak dalam hati. Mimpi itu, persis! Saya telah benar-benar melupakannya, dan sekarang saya tertegun dan takut. Apakah ini mimpi? Apakah saya akan terbangun? Saya mencoba fokus apa yang terjadi untuk memastikan apakah saya tidur. Rasa dingin mengalir cepat ke seluruh tubuh saya. Ya Tuhan, ini nyata! Lalu rasa dingin itu hilang, berganti rasa hangat yang berasal dari dalam. Air mata saya bercucuran.”

                   Ucapan ayahnya sepuluh tahun silam terbukti. Ia kini berlutut, dan wajahnya menempel di lantai. Bagian tertinggi otaknya yang selama ini berisi seluruh pengetahuan dan intelektualitasnya kini berada di titik terendah, dalam sebuah penyerahan total kepada Allah SWT.

                   Jeffrey Lang merasa Tuhan sendiri yang menuntunnya kepada Islam. “Saya tahu Tuhan itu selalu dekat, mengarahkan hidup saya, menciptakan lingkungan dan kesempatan untuk memilih, namun tetap meninggalkan pilihan krusial kepada saya,” ujar Jeffrey kini.

                  Jeffrey kini professor jurusan matematika University of Kansas dan memiliki tiga anak. Ia menulis tiga buku yang banyak dibaca oleh Muslim AS:  Struggling to Surrender (Beltsville, 1994); Even Angels Ask (Beltsville, 1997); dan Losing My Religion: A Call for Help (Beltsville, 2004). Ia memberi kuliah di banyak kampus dan menjadi pembicara di banyak konferensi Islam.

              Ia memiliki tiga anak, dan bukan sebuah kejutan anaknya memiliki rasa keingintahuan yang sama. Jeffrey kini harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sama yang dulu ia lontarkan kepada ayahnya. Suatu hari ia ditanya oleh anak perempuannya yang berusia delapan tahun, Jameelah, usai mereka shalat Ashar berjamaah. “Ayah, mengapa kita shalat?”

                “Pertanyaannya mengejutkan saya. Tak menyangka berasal dari anak usia delapan tahun. Saya tahu memang jawaban yang paling jelas, bahwa Muslim diwajibkan shalat. Tapi, saya tak ingin membuang kesempatan untuk berbagi pengalaman dan keuntungan dari shalat. Bagaimana pun, usai menyusun jawaban di kepala, saya memulai dengan, ‘Kita shalat karena Tuhan ingin kita melakukannya’,”

                “Tapi kenapa, ayah, apa akibat dari shalat?” Jameela kembali bertanya.

                “Sulit menjelaskan kepada anak kecil, sayang. Suatu hari, jika kamu melakukan shalat lima waktu tiap hari, saya yakin kamu akan mengerti, namun ayah akan coba yang terbaik untuk menjawan pertanyaan kamu.”

Sumber: www.republika.co.id/ dalamdakwah.wordpress.com
You have read this article Ukhuwah with the title Ukhuwah. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/10/setelah-ateis-sejak-usia-18-tahun-dr.html. Thanks!
Wednesday, 19 October 2011

Beroleh Hidayah, Rosalyn Rushbrook pun Menjadi Ruqaiyyah

 Oleh: Izzulfikri M.Ansorullah
               Menyebut nama Rosalyn Rushbrook, publik Inggris pasti akan segera ingat buku-buku pengetahuan dasar Kristen. Peraih gelar sarjana teologi di Hull University ini memang aktif menulis buku-buku bertema Kristen untuk penerbit beberapa arus utama. Bahkan, beberapa bukunya direkomendasikan untuk pengajaran di banyak sekolah di Inggris.
            Wanita kelahiran tahun 1942 ini menikah dengan penyair George Morris Kendrick pada tahun 1964 dan kemudian memiliki dua anak. Pernikahan mereka berakhir setelah suaminya berpindah menganut agama Scientologis tahun 1986.
            Akhir tahun 1986, ia menemukan hidayah. Ia menerima Islam dan mengganti namanya menjadi Ruqaiyyah.
           Pada tahun 1990 ia menikah dengan seorang pria kelahiran Pakistan, Waris Maqsood Ali. Namun sembilan tahun kemudian mereka bercerai karena Waris menikahi sepupunya yang masih muda di Pakistan, demi memungkinkan status istri barunya menjadi warga Inggris.

               Setelah menjadi Muslim, ia aktif menulis buku-buku keislaman. Ia menjabat sebagai Kepala Studi Keagamaan di William Gee High School, Hull, Inggris. Ia telah menulis lebih dari empat puluh buku tentang berbagai aspek agama, berkonsentrasi pada antara lain indahnya menganut Islam dan pedoman bagi para mualaf.
              Banyak dari buku-bukunya diterbitkan oleh Goodword Press dari New Delhi, termasuk Living Islam, The Muslim Prayer Encyclopedia, dan buku-buku konsultasi bagi remaja. Dia pernah diundang oleh Hodder Headlines untuk menulis buku Islam dalam bab World Faiths dalam seri buku populer di seluruh dunia, Teach Yourself
             Dia juga telah menciptakan program yang memungkinkan siswa untuk mempelajari Islam. Buku berjudul Islam ini diterbitkan oleh Heinemann Press pada tahun 1986 dan terus dicetak ulang, dan Do-it-Yourself Coursebook untuk menyertainya yang diterbitkan oleh IPCI. Buku ini telah digunakan secara luas di sekolah-sekolah Inggris selama lebih dari 20 tahun, dan studi DIY kini telah diambil oleh banyak orang mahasiswa, dan kelompok swasta tidak hanya di Inggris tapi di beberapa negara.
              Dia ada di antara Muslim Inggris pertama yang menerima penghargaan Muslim News Awards for Excellence pada tahun 2001, dan Muhammad Iqbal Award untuk Kreativitas dalam pemikiran Islam.
Berikut petikan wawancaranya dengan BBC soal keislamannya:
Bagaimana menjadi mualaf di mata Anda?
Tak ada yang lebih mudah dari berpindah menjadi Muslim – momen ketika kita menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa Allah itu memang ada, dan seorang pria kelahiran Arab bernama Muhammad adalah utusan-Nya. Kemudian kita bersyahadat. Ini langkah pertama kita menjadi Muslim. Bertakwa, kemudian hati menjadi ihsan.
Dari segi sosial, Islam harus menjadi bagian dari gaya hidup Anda. Bagi mualaf perempuan, maka artinya ada pertaruhan besar menyangkut pembangunan kepercayaan diri. Tak hanya karena cara berbusana juga berubah — yang pasti akan disertai perubahan sikap keluarga dan orang-orang terdekat — juga Anda harus bersiap tak disapa seorang pria pun di masjid manapun yang Anda masuki (ia menyampaikannya dengan sedikit bercanda).
Bagimana makna menerima keyakinan Islam?
Menjadi Muslim, artinya mendapatkan keyakinan universal. Kita tak perlu berpura-pura menjadi orang Arab atau Pakistan, untuk merasa memiliki dan dimiliki oleh Islam. Kita sekarang tahu ada Muslim di setiap tempat di dunia, dari Eskimo hingga Aborigin.Kita mungkin mengambil nama Arab, atau kita dapat memilih untuk menjaga nama lama kita, itu tidak terlalu penting.
Ada kekecewaan setelah menjadi Muslim?
Kita telah menjadi cukup dewasa untuk menyadari bahwa tidak setiap Muslim adalah orang suci. Mereka adalah juga manusia biasa dan kebanyakan dari kita jauh dari sempurna.
Kita mungkin akan  mendapatkan kekecewaan menemukan bahwa tidak setiap Muslim  hidup dengan cara muslim. Tapi hal ini tidak membuat kami menyerah atau menuduh mereka bagian dari kemunafikan, kita hanya melakukan yang terbaik untuk hidup kita sendiri dengan cara terbaik yang kita bisa.
Beberapa Muslim sangat spiritual dalam arti Islam benar-benar menjadi tuntunan hidupnya, sementara beberapa hanya ritualistik dalam berislam.
Tapi kami para Muslim ‘pendatang’ semakin merasa kita dapat mengambil tempat bersama yang lain dalam hal ini umat yang luas atau keluarga, dan selama kita melakukan yang terbaik, Allah akan memberikan balasan atas niat baik kita.
Redaktur: Siwi Tri Puji B
8umber: BBC Muslim Voice/ www.republika.co.id/ dalamdakwah.wordpress.com
You have read this article Ukhuwah with the title Ukhuwah. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/10/beroleh-hidayah-rosalyn-rushbrook-pun.html. Thanks!
Monday, 10 October 2011

Sejarah Masuknya Islam di Perancis

Oleh: Vien AM
             Menurut catatan sejarah, Islam masuk ke Perancis sejak  perempat awal abad 7 M ketika Dinasti Umayyah menguasai Pulau Corsica setelah sebelumnya menguasai Sicilia dan Sardinia. Lalu memasuki abad 8 M Islam masuk ke kota-kota selatan Perancis melalui Spanyol, yaitu kota Toulouse, Perpignan, Narbonne, Carcassonne, dan sekitarnya hingga Bourgogne di tengah-tengah Perancis.  Namun baru pada abad 12 hingga abad 15 orang-orang Islam mulai menempati kota-kota selatan Perancis yang terdapat di provinsi Roussillon, Languedoc, Provence, Pay Basque Perancis termasuk Bearn. Hal ini berlangsung secara bertahap dan puncaknya adalah ketika terjadi pengusiran besar-besaran terhadap muslim Spanyol pada peristiwa Reconquista di bawah raja Ferdinand II dan istrinya ratu Isabelle pada  tahun 1492 M, di mana pemukim muslim asal Spanyol mengungsi secara besar-besaran ke Perancis.
            Ketika Perancis memperluas kekuasaan dengan menjajah wilayah Afrika pada akhir abad 17 M, jumlah penduduk muslim di Perancis pun semakin bertambah, baik yang berasal dari Maroko, Aljazair, Sudan, Tunisia, Sahara.  Itu sebabnya, kisah tentang Islam dan terutama Nabi Muhammad Saw dalam bentuk dongeng dan kisah-kisah anak di Perancis sudah dikenal lama. Fakta itu, setidaknya terlihat pada anak-anak Corsica yang meski bukan muslim tetapi menyimpan citra ideal tentang Nabi Muhammad Saw.

       Napoleon Bonaparte yang berasal dari Corsica, tokoh yang mendirikan  Empirium Perancis (1769-1821 M) dalam  “Bonaparte et L’Islam” yang ditulis oleh Cherfils, mengungkapkan penilaiannya terhadap Nabi Muhammad Saw sebagai berikut : 
                “Musa telah menerangkan adanya Tuhan kepada bangsanya, Yesus kepada dunia Romawi,  dan Muhammad kepada seluruh dunia…Enam abad sepeninggal Yesus bangsa Arab adalah bangsa penyembah berhala, yaitu ketika Muhammad memperkenalkan penyembahan kepada Tuhan yang disembah oleh Ibrahim, Ismail, Musa dan Isa. Sekte Arius dan sekte-sekte lainnya telah mengganggu kesentosaan Timur dengan jalan membangkit-bangkitkan persoalan tentang Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Roh Kudus. Muhammad mengatakan, tidak ada tuhan selain Allah yang tidak berbapa, tidak beranak dan “Trinitas” itu kemasukkan ide-ide sesat…Muhamad seorang bangsawan, ia mempersatukan semua patriot. Dalam beberapa tahun kaum Muslimin dapat menguasai separoh bola duniaMuhammad memang seorang manusia besar. Sekiranya revolusi yang dibangkitkannya itu tidak dipersiapkan oleh keadaan, mungkin ia sudah dipandang sebagai “dewa”. Ketika ia muncul bangsa Arab telah bertahun-tahun terlibat dalam berbagai perang saudara”
            Sepanjang kekuasaan Napoleon Bonaparte dan penerusnya, pasukan Perancis memiliki legiun-legiun asal Afrika yang kebanyakan muslim yang berasal dari Aljazair, Maroko, Sudan, Sahara, dan Tunisia. Sepanjang Perang Dunia I dan II, legiun-legiun  asal Afrika ini banyak yang tidak kembali ke negerinya, tetapi tinggal di Perancis. Sepanjang Perang Dunia I dan II itu sebagian Muslim yang masuk ke Perancis adalah para korban perang. (Palestina, Turki, Tunisia). Sementara sebagian besar lagi datang dari Aljazair sekitar tahun 1960-an karena Perancis membutuhkan sejumlah besar tenaga dalam rangka membangun negaranya yang hancur karena perang. Perlu dicatat, Aljazair adalah satu dari negara bekas jajahan Perancis di Afrika.
            Sementara itu sejak peristiwa  11 September 2001, Islam mendapat cap baru yaitu, agama teroris, yang dampaknya terasa juga di Perancis. Dengan berbagai alasan dan dalih, Amerika Serikat menjadi pelopor dan penggerak agar dunia mengutuk dan menjauhi  Islam. Timbullah  apa yang disebut Islamophobia, yakni ketakutan dengan hal-hal yang berhubungan dengan Keislaman. Budaya muslim yang telah menjadi identitas umat Islam seperti  jilbab, jubah, poligami, jihad, sampai  masalah kebiasaan berpenampilan dengan janggut dan cambang lebat  menjadi obyek sasaran dari kecaman-kecaman.  
                Negara-negara berpenduduk muslim seperti Irak dan Afganistan yang kaya minyak,  menjadi sasaran serangan membabi buta. Sementara Negara-negara berpenduduk muslim terbesar seperti Somalia, Tunisia, Sudan, Nigeria diguncang perpecahan dengan kemunculan gerakan-gerakan Salafi-Wahabi, dengan muara penguasaan kilang-kilang minyak oleh perusahaan-perusahaan Amerika dan Inggris. Dan seperti biasa rakyatlah  yang menjadi korban dan yang paling menderita. Rakyat muslim  inilah yang  kemudian berimigrasi ke Perancis untuk mencari perlindungan. Ini masih ditambah lagi dengan orang-orang Iran yang lari dari negaranya ketika Revolusi Iran tahun 1979, ditambah korban perang saudara di negara-negara bekas Uni Sovyet seperti Chechnya dan  perang saudara di Yugoslavia. Demikianlah, migrant muslim  berbondong-bondong masuk ke Eropa termasuk Perancis. 
                     Pada tahun 2004, pemerintah Perancis secara resmi mengeluarkan peraturan yang melarang pelajar Muslimah dan pegawai negeri mengenakan jilbab selama mereka berada dilingkungan sekolah dan kerja. Begitu pun dengan peraturan mengenai aktivitas masjid. Adzan dilarang dikumandangkan jika suaranya terdengar hingga ke luar lingkungan masjid. Menara masjid tidak boleh lebih tinggi dari 30 meter. Banyak yang bertanya, kenapa pemerintah Perancis tiba-tiba mengenakan peraturan yang begitu ketat terhadap kaum muslim?
Fakta menunjuk, bahwa sejak tahun 2004 itu, di tengah peraturan-peraturan yang begitu ketat, ternyata  semakin banyak perempuan mengenakan jilbab di kota-kota besar Perancis. Menurut laporan banyak perempuan Perancis tertarik kepada ajaran Islam karena Islam ternyata sangat melindungi hak-hak perempuan. Jilbab yang dituduh merupakan cermin ketidak-bebasan perempuan sekaligus lambang superioritas laki-laki ternyata malah berfungsi melindungi perempuan dari gangguan dan keisengan laki-laki mata keranjang. Sejumlah perempuan barat yang biasa dididik untuk bekerja mencari nafkah hingga larut malam juga mulai merasakan betapa berat tugas mereka. Dengan ber-Islam mereka menyadari bahwa ternyata mencari nafkah adalah tugas laki-laki. Perubahan besar seputar perkembangan Islam di Perancis, benar-benar terasa justru setelah munculnya peraturan-peraturan yang ketat terhadap pemukim muslim.
              Sementara itu, saya juga dapat merasakan perubahan besar. tujuh tahun lalu ketika kami tinggal di Paris. Saat itu,  hanya ada satu  supermarket besar yang menyediakan counter khusus daging halal. Namun sekarang bahkan di Pau, kota relatif kecil di mana kami tinggal, dengan mudah daging halal dapat  dijumpai. Saat ini di semua supermarket besar di kota ini telah menyediakan counter khusus daging halal. Daging sapi, daging ayam, kalkun, berbagai jenis daging asap, sosis, ayam panggang, nugget bahkan permen jelly dan ‘ pate’ sebagai bahan dasar pembuat pie siap jadipun ada. 
                  Namun kabar yang paling mengejutkan adalah yang datang dari Eric Besson,  menteri keimigrasian yang melempar isu debat nasional. Sejumlah tabloid melaporkan bahwa saat ini, duda berusia sekitar 45 tahun  ini sedang menjalin hubungan asmara dengan seorang gadis Tunisia Muslim! Ia adalah cucu mantan presiden Tunisia.  Hubungan mereka kelihatannya serius. Karena dikabarkan mereka akan melangsungkan pernikahan di musim panas ini. Dan yang juga cukup mengejutkan sang calon mempelai pria telah berjanji kepada nenek calon mempelai putri untuk memeluk Islam  sebelum menikah nanti.
                Berdebar hati ini. Tiba-tiba saya teringat akan doa Rasulullah pada awal penyebaran Islam. Ketika itu Rasululah  memohon kepada Allah swt agar Islam diberi kekuatan dengan masuk Islamnya salah satu tokoh besar Quraisy, Umar Bin Khattab atau Amr bin Hisham yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan Abu Jahal. Dan ternyata Allah swt memilih Umar. Sejak itulah banyak orang Quraisy yang mengikuti jejak Umar yang terkenal gagah berani itu untuk memeluk Islam. 
       Tentu saja saya sama sekali tidak bermaksud membandingkan Besson dengan Umar bin Khattab, sang khalifah. Namun paling tidak fenomenanya. Akankah saya menjadi salah satu saksi peristiwa besar Islamnya Perancis?
Sumber: www.vienmuhadi.com
You have read this article Ukhuwah with the title Ukhuwah. You can bookmark this page URL http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2011/10/sejarah-masuknya-islam-di-perancis.html. Thanks!